Kompleksitas Sistem Keuangan di Indonesia Lembaga keuangan memiliki ukuran yang besar dalam perekonomian
B. Kompleksitas Sistem Keuangan di Indonesia Lembaga keuangan memiliki ukuran yang besar dalam perekonomian
dengan proporsi aset terhadap PDB nominal mencapai 47,6% pada tahun 2008. Profil lembaga keuangan di Indonesia didominasi oleh Perbankan dengan proporsi aset hampir 90% dari aset seluruh lembaga keuangan. Nilai kredit, pembiayaan, pinjaman, dan investasi mengalami pertumbuhan sebesar 24,2% pada tahun 2008, angka pertumbuhan yang cukup tinggi. Kita lihat modal ventura mengalami peningkatan nilai aktivitas yang cukup pesat yaitu 233,3% diikuti oleh pegadaian (83,7%) dan perbankan (62,5%). Kenaikan nilai aktivitas sektor keuangan paling tidak menjelaskan kenaikan kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan.
Tabel 1. Aset dan Nilai Aktivitas Lembaga Keuangan
Nilai aktivitas utama Lembaga Keuangan 1 (triliun rupiah) (triliun rupiah)
Aset
2006 2007 2008 Perbankan (A)
832,9 1.045,7 1.353,6 LK Nonbank (B) Modal ventura
152,9 202,3 211,2 Perusahaan pembi-
75,0 88,0 86,4 Reksa dana
Dana pension
- - - Pegadaian
Total Aset LK Nonbank
Aset total sektor keu- 1.974,0 2.303,2 2.671,0 1.173,8 1.471,2 1.827,5 angan (A+B)
PDB nominal (triliun 3.949,3 4.954,0 5.613,4 3.949,3 4.954,0 5.613,4 rupiah) (C)
Proporsi Aset Perban-
21,1 21,1 24,1 kan: PDB (A:C)
Proporsi Aset LK Non-
8,6 8,6 8,4 bank: PDB (B:C)
Rasio Aset Sektor
29,7 29,7 32,6 Keuangan:PDB (A+B):C
Sumber: dihitung dari BI (2010b;2009), Bapepam-LK (2009), Pegada- ian (2010) 1 Nilai aktivitas berdasarkan jumlah kredit (perbankan), jumlah
pinjaman (pegadaian), jumlah pembiayaan (perusahaan pembiayaan dan modal ventura), dan jumlah investasi (asuransi dan dana pensiun).
Industri Perbankan mendominasi sektor keuangan dengan rasio aset mencapai 87%. Dominasi ini rasanya tidak akan banyak berubah dalam waktu dekat walaupun industri modal ventura dan pegadaian berkembang cukup pesat. Sektor keuangan Indonesia, ke depannya, tidak dapat mengesampingkan perkembangan lembaga keuangan mikro (LKM). Usaha yang masuk dalam klasifikasi LKM meliputi bank unit mikro, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP), BMT, credit union, dan LSM. Ukuran LKM di Indonesia dalam hal aset tidaklah terlalu besar relatif terhadap industri perbankan, asuransi, modal ventura, dan pegadaian. Namun demikian, jumlah LKM di Indonesia mencapai 35 juta sampai dengan tahun 2009 dan jumlah unit usaha maupun nasabah akan terus bertambah (Pradiptyo dkk., 2010).
Gambar 5. Pangsa Aset Lembaga Keuangan Terhadap Total Aset Sek- tor Keuangan, 2008
Sumber: dihitung dari BI (2010b;2009), Bapepam-LK (2009), Pegadaian (2010)
Profil sektor keuangan di Indonesia juga dilengkapi oleh program pinjaman mikro yang jumlahnya mencapai 35.135 program di seluruh Indonesia (Ashari, 2006). Program pinjaman mikro meliputi Kredit Usaha Kesejahteraan Masyarakat (Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Pendidikan Kewirusahaan Masyarakat (PKM), dan Inisiatif Masyarakat Setempat (IMS). Nasabah yang tercatat mencapai 17 juta dengan total pinjaman Rp2,8 triliun (Pradiptyo dkk., 2010).
Gambar 6. Kompleksitas Keterkaitan antar Lembaga Keuangan di Indonesia
Sumber: modifikasi dari Pradiptyo dkk., 2010. Seluruh elemen di sektor keuangan, mulai dari bank, lembaga keuangan
non-bank, LKM, hingga program mikro, memiliki keterkaitan usaha. Keterkaitan ini tidak terbatas pada transaksi keuangan mutual tetapi juga penanaman modal hingga kepemilikan. Kompleksitas transaksi muncul terutama antara dua lembaga yang berada di payung pengawasan yang berbeda. Sistem pengawasan yang telah ada saat ini, baik Bank Indonesia, Bapepam-LK, maupun Kementrian Koperasi dan UKM, belum memiliki kerjasama terkait data sharing dan data interfacing.
Permasalahan yang terjadi adalah sistem pengawasan antar industri yang asimetrik (Gambar 7). Bank Indonesia memiliki sistem yang telah mapan dengan pengawasan on- dan off-site di seluruh Indonesia. Sistem Permasalahan yang terjadi adalah sistem pengawasan antar industri yang asimetrik (Gambar 7). Bank Indonesia memiliki sistem yang telah mapan dengan pengawasan on- dan off-site di seluruh Indonesia. Sistem
Gambar 7. Sistem Pengawasan Sektor Keuangan yang Asimetrik
Sistem pengawasan Bank Indonesia yang ketat saja masih memungkinkan segelintir pelanggaran. Hal ini memunculkan keraguan terhadap sistem pengawasan oleh Bapepam LK apalagi KUKM. Tidak banyaknya pelanggaran yang dilaporkan di industri yang mereka awasi belum tentu karena sistem pengawasan yang baik namun karena sistem deteksi yang relatif lemah. Playing field yang asimetrik karena kedalaman pengawasan yang berbeda memiliki potensi moral hazard yang tinggi. Investor cenderung untuk mengembangkan pasar di sektor yang memiliki pengawasan yang lebih lemah.
Kompleksitas sistem keuangan di Indonesia memerlukan sistem pengawasan yang komprehensif. Lebih dari itu, sistem keuangan di
Indonesia memerlukan jaring pengaman untuk menghindari berbagai adverse effect yang muncul di saat krisis. Jaring pengaman sistem keuangan memberikan mandat kepada suatu pihak untuk mengambil keputusan di kala krisis. Mengambil keputusan untuk menyelamatkan sektor keuangan lebih krusial dibanding menghiraukannya sama sekali. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki mekanisme yang memberikan kewenangan kepada suatu pihak untuk mengambil keputusan di saat krisis.