Kebijakan Fiskal dan Harga Minyak

A. Kebijakan Fiskal dan Harga Minyak

Pergerakan harga minyak mentah sangat berfluktuasi sehingga sangat sulit untuk memperkirakan harga minyak kedepan. Selain faktor fundamental seperti permintaan dan penawaran, fluktuasi harga minyak juga dipengaruhi oleh faktor nonfundamental seperti spekulasi dan krisis geopolitik. Oleh karena itu, terdapat faktor risiko yang perlu diwaspadai terkait dengan harga minyak ke depan. Risiko fiskal yang berasal dari kenaikan harga minyak ditransmisikan secara langsung melalui dua sisi pada APBN. Sisi penerimaan melalui kenaikan penerimaan PPh Migas, PNBP migas maupun penerimaan yang berasal dari Domestic Market Obligation (DMO) minyak, serta sisi pengeluaran melalui peningkatan subsidi BBM, Subsidi Listrik dan transfer Dana Bagi Hasil ke daerah serta anggaran pendidikan.

Realisasi belanja subsidi pada tahun 2010 yang mencakup subsidi energi dan subsidi non-energi mencapai Rp214,2 triliun atau 55,1 persen lebih tinggi dari realisasi 2009. Realisasi subsidi BBM 2010 mencapai Rp82,4 triliun atau meningkat 82,8 persen dari realisasi 2009. Hal ini disebabkan oleh tingginya realisasi harga ICP di pasar internasional yang mencapai rata-rata (Januari-Desember) US$79,4/barel, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2009 yang mencapai US$61,6/barel. Selain itu, membengkaknya subsidi BBM juga disebabkan oleh meningkatnya volume konsumsi BBM bersubsidi yang mencapai 38,2 juta kiloliter (kl) pada tahun 2010, lebih tinggi dari realisasi 2009 yang mencapai 37,9 juta Realisasi belanja subsidi pada tahun 2010 yang mencakup subsidi energi dan subsidi non-energi mencapai Rp214,2 triliun atau 55,1 persen lebih tinggi dari realisasi 2009. Realisasi subsidi BBM 2010 mencapai Rp82,4 triliun atau meningkat 82,8 persen dari realisasi 2009. Hal ini disebabkan oleh tingginya realisasi harga ICP di pasar internasional yang mencapai rata-rata (Januari-Desember) US$79,4/barel, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2009 yang mencapai US$61,6/barel. Selain itu, membengkaknya subsidi BBM juga disebabkan oleh meningkatnya volume konsumsi BBM bersubsidi yang mencapai 38,2 juta kiloliter (kl) pada tahun 2010, lebih tinggi dari realisasi 2009 yang mencapai 37,9 juta

Sementara itu, realisasi belanja subsidi sampai dengan triwulan I 2011 mencapai Rp32,4 triliun, meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2010. Peningkatan tersebut terutama didominasi oleh realisasi subsidi energi yang mencapai Rp24,8 triliun atau 18,1 persen dari pagu. Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan realisasi subsidi tahun 2011, antara lain: (i) tingginya realisasi harga ICP yang rata-rata sebesar US$104,5/barel selama triwulan I 2011, lebih tinggi dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar US$80/ barel; (ii) meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi selama triwulan I 2011 jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya; (iii) adanya perubahan komposisi energi input pembangkit PT PLN (Persero) sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan bahan bakar minyak sebagai konsekuensi tidak tercapainya pasokan gas; dan (iv) kebijakan pencairan subsidi pangan lebih awal untuk mengurangi beban biaya.

Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP)

Sumber : Kementerian ESDM, data diolah Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

menekan peningkatan subsidi BBM adalah melakukan pengaturan distribusi BBM bersubsidi. Kebijakan tersebut sedianya akan dilaksanakan pada 1 April 2011, namun hingga saat ini masih ditunda. Hal ini dikarenakan harga minyak mentah masih sangat tinggi sehingga perbedaan harga antara BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi akan sangat lebar. Penundaan tersebut memberikan waktu lebih banyak bagi pemerintah untuk menyiapkan infrastruktur yang akan menunjang pelaksanaan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi.

Selain kebijakan pengaturan BBM bersubsidi, beberapa langkah yang akan dilaksanakan untuk mengendalikan besaran subsidi adalah: (i) penataan ulang pola pendistribusian BBM melalui pengurangan jumlah dispenser dan pasokan BBM bersubsidi di kawasan elit dan tertentu lainnya;

(ii) memperbanyak jumlah dispenser dan pasokan BBM nonsubsidi; (iii) meningkatkan pengawasan terhadap penyalahgunaan BBM bersubsidi; (iv) melanjutkan konversi minyak tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG); dan (v) melakukan sosialisasi dan kampanye hemat BBM.

Sementara itu, kebijakan yang terkait dengan pengendalian anggaran subsidi listrik tahun 2011 dilakukan melalui efisiensi internal PT PLN dan penurunan Biaya Pokok Produksi (BPP) Tenaga Listrik. Upaya penurunan BPP tersebut dilakukan melalui program peningkatan efisiensi dengan cara optimalisasi pembangkit tenaga listrik dan penurunan susut jaringan ( losses), diversifikasi energi primer di pembangkit tenaga listrik melalui optimalisasi penggunaan gas, peningkatan penggunaan batubara dan panas bumi. Namun demikian, upaya penurunan BPP Tenaga Listrik tersebut di atas mengalami beberapa kendala, antara lain: (i) keterlambatan beroperasinya beberapa proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW Tahap I; (ii) tidak terpenuhinya kebutuhan gas sesuai kontrak yang mengakibatkan naiknya volume BBM untuk mensubstitusi kekurangan pasokan gas; dan (iii) adanya kenaikan penggunaan BBM pada beberapa pembangkit listrik untuk mengatasi pemadaman di beberapa wilayah.

Realisasi defisit APBN 2011 diperkirakan akan lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam APBN 2011. Faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah perkembangan harga minyak mentah terkini yang jauh melampaui asumsi APBN 2011. Selain itu, implementasi kebijakan yang telah direncanakan dan kebutuhan belanja yang meningkat juga mempengaruhi peningkatan defisit pada APBN 2011.

Realisasi pendapatan negara dan hibah diperkirakan akan melampaui rencana APBN, dengan didukung peningkatan penerimaan perpajakan dan PNBP. Perkiraan peningkatan penerimaan perpajakan di tahun 2011 didukung dari penerimaan pajak perdagangan internasional yang diperkirakan akan jauh melampaui target APBN 2011 karena meningkatnya aktivitas perdagangan dunia dan tingginya harga CPO di pasar internasional. Di bidang PNBP, kecenderungan kenaikan harga minyak diperkirakan akan membawa dampak positif bagi penerimaan migas.

Alokasi subsidi di tahun 2012 diperkirakan masih akan menghadapi tantangan yang cukup berarti, seperti adanya kecenderungan harga minyak internasional yang sulit diprediksi akibat kondisi geopolitik dunia internasional yang tidak menentu. Selain itu, masih tingginya volume konsumsi BBM bersubsidi terkait implementasi pelaksanaan program pembatasan penggunaan BBM bersubsidi di tahun 2011 dan mendatang. Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi akan mempunyai dampak yang luas pada pembangunan nasional, diantaranya: (i) memenuhi rasa keadilan, karena subsidi hanya akan diterima oleh masyarakat yang berhak menerima subsidi; (ii) mengingatkan masyarakat untuk menghemat pemakaian energi yang tidak dapat diperbaharui ( non-renewable energy); (iii) mendukung ketahanan energi nasional jangka panjang; (iv) mengurangi dampak perubahan iklim; (v) mengalihkan efisiensi anggaran ke belanja yang lebih produktif dan bermanfaat maksimal pada pembangunan dan masyarakat; (vi) mengurangi beban kemacetan lalu lintas yang berdampak pada peningkatan efisiensi ekonomi dan APBN.

Guna mencapai anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran di tahun 2012, maka subsidi listrik harus diturunkan dengan upaya penurunan konsumsi BBM oleh PT PLN dari total biaya bahan bakar. Oleh karena itu, subsidi listrik di tahun 2012 masih menghadapi tantangan berkaitan dengan ketidakpastian pasokan gas dan batubara serta fluktuasi harga komponen bahan bakar pembangkit. Tantangan lainnya adalah belum optimalnya pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap pertama dan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap kedua, sehingga penggunaan BBM masih tinggi.