Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5
dalam beralkulturasi secara psikologis dengan lingkungan sekitarnya. Ketika mahasiswa pendatang gagal dalam memahami karakteristik budaya Yogyakarta,
maka mahasiswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya Yogyakarta.
Di dalam penelitian ini budaya Yogyakarta yang digunakan yaitu budaya Yogyakarta yang esensialis, budaya Yogyakarta esensialis yang dimaksud
merupakan budaya Yogyakarta yang bersifat tetap, dan tidak dapat berkembang. Budaya Yogyakarta yang bersifat tetap merupakan hasil dari pemikiran sejarah
lampau, dan menjadi nilai dan norma yang tetap di masyarakat. Budaya Yogyakarta yang esensialis seperti adat istiadat dalam sopan santun memberikan
salam ketika bertatapan muka dengan orang tua yang sedang duduk yaitu dengan sikap mengucapkan kula nuwun, nyuwun sewu, dan sebagainya.
Berdasarkan pemahaman budaya diatas, maka diperlukan pengetahuan bagi mahasiswa pendatang mengenai budaya Yogyakarta yang esensialis.
Menurut Schutz dalam Deddy Mulyana dan Jallaludin Rakhmat, 2010: 178, mengatakan bahwa setiap orang mempunyai suatu sistem pengetahuan dan
budayanya berupa realitas yang tak pernah dipersoalkan lagi. Realitas tersebut dapat menjadi pembelajaran individu dalam memahami budaya sendiri dan
budaya orang lain, sehingga individu tersebut dapat memahami nilai dan norma yang ada di masyarakat. Aturan dan nilai dipengaruhi oleh budaya, dan budaya
yang berbeda menetapkan aturan yang berbeda pula, maka dari setiap aturan yang berbeda menentukan harapan akan tindakan yang berbeda, hal ini yang sering
6
menimbulkan tindakan yang sama dinilai secara berlainan di antarbudaya yang ada.
Bahasa merupakan alat komunikasi, melalui bahasa individu dapat melakukan komunikasi antar budaya dengan individu lainnya. Sebagai manusia
sosial, individu akan melakukan kontak dan interaksi dengan masyarakat setempat. Perbedaan bahasa seringkali menjadi kendala dalam melakukan
interaksi budaya, karena dalam interaksi sosial diperlukan komunikasi, dan bahasa merupakan alat yang penting dalam berkomunikasi.
Mahasiswa pendatang membawa ciri-ciri budaya yang khas pada dirinya, seringkali mahasiswa pendatang menganggap budayanya lebih baik daripada
budaya Yogyakarta, dan lebih membanggakan budaya asalnya. Hal ini disebut dengan sikap etnosentrisme, sikap ini memiliki dampak negatif apabila diterapkan
pada saat melakukan akulturasi dengan budaya lain. Suatu kondisi pada individu yang tidak hanya mengakui budaya daerahnya
tetapi juga memahami budaya lainnya, maka sikap tersebut selaras dengan paham multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan wawasan dan pengetahuan
mengenai keberagaman budaya, apabila multikulturaliseme di terapkan pada hubungan sosial antar individu, maka dapatmenjadi alat atau sarana pemersatu
bangsa Indonesia. Multikulturalisme sebuah paham yang dikaitkan dengan pluralisme atau kemajemukan.
Sikap menghargai budaya lain merupakan wujud dari multikulturalisme, sikap tersebut dapat timbul ketika mahasiswa pendatang dapat memahami
pentingnya pemahaman mengenai kesetaraan budaya, tanpa membeda-bedakan
7
budaya pribadi dengan budaya orang lain, akan tetapi lebih menjunjung tinggi sikap toleransi dengan budaya lain.
Menurut Yeshalazzu, 2011 menyebutkan bahwa berdasarkan UUD 1945 pasal 32 amandemen ke empat Tahun 2002 , menyebutkan bahwa
“negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai- nilai budayanya.
” Undang undang tersebut menunjukan bahwa pemerintah Indonesia mengakui dan mendukung adanya keanekaragaman kebudayaan yang
ada di Indonesia. Peraturan diatas juga menegaskan setiap masyarakat memiliki hak yang sama dalam hal kebudayaan, sehingga masing-masing masyarakat harus
saling menghormati dan menghargai budaya masyarakat lain, meskipun terjadi banyak perbedaan dari kebudayaan yang dimiliki masing-masing masyarakat
Indonesia. Ketika mahasiswa pendatang tidak melakukan nilai dan norma yang
melekat pada budaya Yogyakarta yang esensialis, maka mahasiwa tersebut di katakan tidak bisa melakukan akulturasi psikologis dengan baik di lingkungan
budaya Yogyakarta. Atau bisa dikatakan mahasiswa tersebut tidak bisa melakukan adaptasi budaya di lingkungan budaya Yogyakarta.
Bagi beberapa mahasiswa pendatang untuk melakukan akulturasi psikologis yang baik dengan cara menyesuaikan diri dengan nilai dan norma di
lingkungan budaya Yogyakarta merupakan suatu hal yang sulit dilakukan, dan dapat menjadi suatu ancaman dan masalah bagi mahasiswa pendatang.
Berdasarkan kenyataan diketahui beberapa mahasiswa pendatang mengalami
8
kendala dalam akulturasi psikologis dengan budaya Yogyakarta. Beberapa sikap yang menunjukkan hal tersebut yaitu :
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan FH pada tanggal 4 Mei 2015. Terdapat mahasiswa pendatang yang kehilangan jati diri kebudayaan asalnya. FH
mengatakan bahwa ia adalah orang Yogyakarta, meskipun berasal dari Bali. FH merasa seperti orang Yogyakarta.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan IR pada tanggal 4 Mei 2015.IR menyatakan Ia merasa kesulitan dalam menyesuaikan dengan budaya
Yogyakarta, seperti menyesuaikan dalam cara bersikap, dan bahasa. 3. IR menyatakan Ia kurang bisa menyesuaikan diri dengan makanan masakan
Yogyakarta yang bercita rasa manis, hal itu menjadi kendala yang berarti bagi IR.
4. Berdasarkan hasil wawancara dengan RD pada tanggal 7 Mei 2015. Terdapat mahasiswa pendatang yang bersikap etnosentrisme, RD berasal dari Bengkulu
menganggap budaya yang ia miliki lebih baik daripada budaya Yogyakarta. 5. Terdapat mahasiswa pendatang yang pernah mengalami konflik dengan teman
sekelasnya, diperoleh informasi dari teman sekelas RD, hal ini terjadi pada RD. Konflik yang terjadi dikarenakan adanya perbedaan karakteristik budaya antara
kebudayaan RD dengan kebudayaan mahasiswa lain. 6. Berdasarkan hasil wawancara dengan AS pada Tanggal 20 Mei 2015. Terdapat
mahasiswa yang bersikap inklusif karena lebih senang bergaul dengan orang yang berasal dari daerah yang sama.
9
7. AS menyatakan Ia berasal dari tempat terpencil dimana perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat di daerahnya, sehingga Ia merasa sedih karena Ia
merasa tertinggal dalam aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. 8. AS bersikap etnosentrisme menganggap budayanya lebih baik daripada budaya
Yogyakarta. 9. Terdapat mahasiswa pendatang yang pernah mengalami konflik dengan teman
sekelasnya, hal ini terjadi pada AS. Konflik yang terjadi disebabkan perbedaan karakteristik budaya antara kebudayaan AS dengan kebudayaan teman-
temannya. 10. Berdasarkan hasil wawancara dengan AN pada tanggal 23 Mei 2015.
Terdapat mahasiswa pendatang yang merasa sedih karena dikucilkan di dalam kelasnya, hal ini terjadi karena ia merasa kurang bisa menyesuaikan diri
dengan budaya Yogyakarta. 11. Terdapat mahasiswa pendatang yang merasa kesulitan menyesuaikan diri
dalam berbahasa. Hal ini terjadi pada IR, AN, dan AS. Berdasarkan latarbelakang yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini
memiliki bagian penting untuk di teliti karena merupakan penelitian yang memperbaharui dari penelitian terdahulu, dan peneliti mengkaji lebih dalam
mengenai fenomena akulturasi psikologis yang terjadi pada mahasiswa pendatang Bimbingan dan Konseling angkatan tahun 2012 dengan judul. Peneliti merasa
tertarik untuk menyelami fenomena yang terjadi, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian denga
n judul “Akulturasi Psikologis pada Mahasiswa
10
Pendatang terhadap Budaya Yogyakarta Jurusan Bimbingan dan Konseling Angkatan Tahun 2012 Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakart
a”.