Bahasa Latar Belakang Sosial Budaya dalam Novel

commit to user 65 Jeruji pondok pesantren semakin menyempitkan diri. Terasa. Di mana kelas sosial semestinya dibunuh, justru disinilah semakin terasa tikam menikam…. Tuan Guru: 121 Rumah lain yang menyingkap banyak kisah dalam novel Tuan Guru adalah rumah tuan guru. Rumah tuan guru yang selokasi dengan pondok pesantren tersebut berdampingan dengan musholla, tempat pengajian-pengajian besar digelar dan tempat beberapa kegiatan pelajaran pesantren diadakan. Berikut kutipannya: Rumah tuan guru yang kelihatan luas, berwibawa itu, berdampingan dengan musholla yang tidak kalah luasnya. Tiang-tiang utama musholla itu bahkan lebih besar dari tiang- tiang masjid jamik di kota kabupaten. Karena musholla itu diperuntukkan bagi pengajian yang berkapasitas ribuan orang. Tidak jarang, pengajian akbar digelar disitu. Tuan Guru: 148

f. Bahasa

Penggunaan bahasa dalam mendeskripsikan alur cerita dalam novel Tuan Guru , Salman Faris menggunakan bahasa sastra yang mengandung implikatur. Dalam satu pernyataan yang diungkapkan tersirat banyak makna. dalam menunjang kepekaan pembaca, Salman Faris memasukkan beberapa kalimat, frasa, dan kata dalam bahasa Lombok. Hal tersebut membuat pembaca terutama yang sedaerah dengan pengarang merasa lebih intim dan dekat dengan kisah dalam novel. Setiap penggunaan bahasa daerah, Salman Faris memberikan makna dari bahasa daerah tersebut. Berikut kutipan-kutipan yang mengungkap tentang penggunaan bahasa daerah Lombok yang digunakan Salman Faris dalam mendukung peristiwa-peristiwa dalam novel Tuan Guru . commit to user 66 …. O gamaq inak. Mun nyerake suran-uran : aduh Kekalahan dan derita sepanjang waktu. Tuan Guru: 11 …. Sebenarnya kalua ia hendak pergi memancing, bila pilahannya telabah : sungai kecil yang juga membelah sawah, bocah itu cukup melangkah beberapa meter, ia pasti sudah sampai di telabah yang tidak kalah berkeloknya dengan sungai yang jauh di sana…. Tuan Guru: 12 Astaga Apa mereka lupa kalau sehabis pengajian kita akan ngandang dulang ? Bukankah itu yang inti? Semua jamaah duduk bersila. Begibung . Dulang tinggi-tinggi itu di tengah. Kemudian tanpa aba-aba. Dulang dibuka serempak. Menyantap isinya dengan lahap. Tuan Guru: 103 Lidah mereka hanya diajarkan untuk mengucapkan “ tampiasih” , “ kaji ngiring” . Tuan Guru: 528 Selain penggunaah bahasa daerah Lombok yang digunakan oleh Salman Faris dalam menceritakan kisah-kisah yang terjadi, beberapa kosakata Arab juga digunakan. Hal ini tidak lepas dari pengaruh latar pondok pesantren yang diangkat dalam novel Tuan Guru . Bahkan, di tingkat tiga, Ridwan masuk ke dalam sepuluh besar santri berprestasi, diakuinya sendiri, karena ia banyak bertanya kepadaku. Dan jawaban-jawaban yang aku berikan cukup mengena. Cukup analitik. Istilah yang bagi Ridwan sangat asing. Karena ia harus sami’na waato’na : mendengar lalu menjalankan tanpa ada koreksi. Tanpa ada kesadaran untuk menganalisa duduk persoalan. Tuan Guru: 181-182 Maklum. Tuan guru kan lebih banyak belajar bahasa “ na’am anta itu.” Tuan Guru: 468

g. Suku