Pajang dan Mataram Kerajaan-kerajaan Islam awal di Indonesia a. Peurlak

49 Bersamaan dengan perluasan pengaruh Mataram ke seluruh Jawa maka Islam juga tersebar luas di seluruh Jawa, tapi Amangkurat I pengganti Sultan Agung tidak meneruskan kebijakannya. Pada masa Amangkurat I perkembangan Islam di Jawa seakan surut karena kebijakan Amangkurat I yang cenderung meninggalkan ulama dan bahkan memusuhinya. Yahya Harun 1995 menyebut kebijakan Amangkurat I sebagai menjawakan Islam, artinya memaksakan kesesuaian antara Islam dan nilai-nilai Jawa. Kebijakan Amangkurat I yang banyak merugikan Matarammelahirkan banyak pemberontakan yang pada akhirnya Mataram terpecah belah menjadi 4 wilayah kekuasaan sebagaimana terlihat sampai sekarang.

g. Banten dan Cirebon

Banten dan Cireboh sebelum muncul Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, sudah merupakan bandar atau pelabuhan ramai dikunjungi para pedagang dari luar pulau Jawa. Hadirnya seorang Mubaligh dari Arab yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah mengabdikan diri ke Demak, berhasil melaksanakan misi Demak untuk mengislamkan Jawa Barat. Banten adalah kerajaan kecil yang mengakui kedaulatan Pakuan Pajajaran, sebuah kerajaan Hindu yang menguasai wilayah Pasundan Jawa Barat. Demak menilai bahwa Banten sebagai wilayah yang strategis harus dikuasai, maka Demak kemudian mengirim Syarif Hidayatullah untuk menaklukkan Banten. Banten berhasil dikuasai Syarif Hidayatullah yang kemudian menyebarkan Islam ke Sumatera Selatan. Dari Banten, Demak kemudian mengincar Sunda Kelapa, pelabuhan Pakuan Pajajaran sekaligus tempat Portugis melakukan transaksi perdagangan. Sunda Kelapa berhasil dikuasai oleh Syarif Hidayatullah tahun 1572,kemudian namanya diubah menjadi Jayakarta. Dari Sunda Kelapa Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan menaklukkan Cirebon, kota pelabuhan yang juga mengakui kedaulatan Pakuan Pajajaran. Cirebon akhirnya juga jatuh ke tangan Syarif Hidayatullah, sehingga Pakuan Pajajaran tidak lagi memiliki kota pelabuhan yang strategis. Syarif Hidayatullah pada tahun 1552 M menyerahkan daerah kekuasaannya kepada putranya yakni Pangeran Hasanuddin untuk Banten, dan Pangeran Pasareyan untuk Cirebon. Syarif Hidayatullah kemudian 50 mendirikan lembaga pendidikan di daerah Gunung Jati, hingga wafatnya pada tahun 1570 sehinga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Banten kemudian berkembang semakin pesat, Pangeran Hasanuddin dapat mengembangkan Banten sebagai kota dagang yang mensejahterakan rakyat. Setelah berkuasa 18 tahun Pangeran Hasanuddin yang bergelar MaulanaHasanuddin wafat dan dimakamkan di Sabakiking. Pengganti Hasanuddin adalah putra tertuanya yakni Pangeran Yusuf. Pangeran Yusuf berjasa menaklukkan raja Pakuan Pajajaran, dengan demikian seluruh Jawa Barat berhasil diislamkan. Ketika terjadi huru-hara politik di Demak, berlanjut dengan perpindahan pusat pemerintahan Islam ke pedalaman yakni di Pajang, Cirebon kemudian berdiri sendiri sebagai kerajaan, dan Pangeran Pasareyan menjadi raja pertama. Cirebon berkembang menjadi kerajaan Islam yang disegani, tetapi pada akhirnya Cirebon pecah menjadi dua yakni Kasepuhan dan Kanoman Sulendraningrat, 1985.

h. Gowa – Sulawesi Selatan

Di daerah Sulawesi Selatan Islam berkembang pada awal abad ke-17 M, yaitu ketika kerajaan Gowa dan Tallo menyatakan masuk Islam Soekmono, 1985. Raja Tallo yang bernama Karaeng Matoaya yang juga merangkap jabatan Mangkubumi di Kerajaan Gowa menyatakan masuk Islam dan berganti nama dengan Sultan Abdullah. Raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia juga menyatakan masuk Islam dan berganti nama dengan Sultan Alaudin. Dua tokoh inilah yang kemudian menyebarkan Islam di seluruh daerah kekuasaannya. Bahkan perkembangan Islam dapat dirasakan sampai di daerah Nusa Tenggara. Sultan Alaudin mempunyai sikap tegas terhadap Belanda, sehingga membantu Maluku ketika Belanda memaksakan monopoli perdagangan. Sampai wafatnya sikap menentang terhadap Belanda terus dilakukan. Sikap Sultan Alaudin diteruskan oleh keturunannya yakni Sultan Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin. Belanda mempertimbangkan pentingnya Gowa dalam jalur perdagangan maka kemudian memanfaatkan pemberontakan Arung Palaka untuk menghancurkan Gowa. Akhirnya setelah terjadi beberapa kali peperangan Gowa harus mengakui kekalahan sehingga diadakan perjanjian Bongaya pada tahun 1667 M. Beberapa waktu setelah