71
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
UPAYA MENGATASI DISINTEGRASI BANGSA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta diklat dapat menunjukkan dinamika perjalanan stabilitas keamanan terkait dengan gerakan separatisme dan makar Indonesia pada awal
kemerdekaan sampai munculnya Orde Baru, dengan baik.
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1. Menganalisis pemberontakan PKI Madiun
2. Menganalisis pemberontakan PRRIPermesta
3. Menganalisis pemberontakan DITII
4. Menganalisis pemberontakan APRA
5. Menganalisis pemberontakan Andi Aziz
6. Menganalisis pemberontakan RMS
7. Menganalisis pemberontakan G-30-SPKI
C. URAIAN MATERI
Ketidaktentuan kondisi politik dan ekonomi pasca pengakuan kedaulatan menyebabkan munculnya kecurigaan antara elit politik. Hal ini berpengaruh
terhadap buruknya hubungan antara pusat dan daerah. Pertentangan kepentingan antara pusat dan daerah menyebabkan berbagai peristiwa yang
bersifat sparatis seperti dibawah ini.
1. Pemberontakan PKI Madiun
Setelah Persetujuan Renville, Perdana Menteri Amir Syarifudin yang juga ketua delegasi RI dalam perundingan tersebut mendapat kritikan tajam dari
dalam negeri akibat hasil perundingan yang melemahkan posisi Indonesia. Partai-partai politik yang menempatkan menterinya dalam menarik dukungannya
sementara militer menolak hasil Renville. Jenderal Nasution mengatakan dalam bukunya mengenai Renville Ś “Untuk kesekian kalinya dikorbankan posisi militer
Indonesia membuka untuk membuka jalan bagi diplomasi” A.H Nasution dalam
72
Yahya Muhaimin, 2002:52. Reaksi keras tersebut memaksa Perdana Menteri Amir Syarifudin membubarkan kabinetnya tanggal 23 Januari 1948. Untuk
mengatasi ketegangan politik di tingkat pusat tersebut, Presiden Sukarno menugasi wakilnya Moh. Hatta untuk membentuk kabinet. Kabinet ini dipimpin
Perdana Menteri Moh. Hatta yang merangkap juga sebagai Menteri Pertahanan. Kabinet tersebut cukup kuat karena didukung partai-partai besar seperti Masyumi
dan PNI sementara PKI melakukan oposisi. Pengangkatan Hatta sebagai Perdana Menteri RIS juga merupakan faktor
kestabilan dalam hubungan yang kabur antara sipil dan militer. Para pemimpin militer telah menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan dengan Hatta
sejak 1948 dan ketika Hatta menjabat Perdana Menteri segera menunjuk Sri Sultan Hamengkubuwana IX dari Yogyakarta sebagai Menteri Pertahanan.
Seperti diketahui bahwa sejak lama pimpinan tentara menghendaki agar posisi Menteri Pertahanan dipegang Sri Sultan Ulf Sundhaussen,1986:86
Program kabinet Hatta adalah sebagai berikut Yahya Muhaimin, 2002:52: Meneruskan upaya diplomasi dengan Belanda berdasar Persetujuan
Renville Mempercepat pembentukan NIS
Rasionalisasi dan Rekonstruksi Angkatan Perang Pembangunan
Dalam rangka melaksanakan hasil Perjanjian Renville, Pemerintah Indonesia menyerukan agar Militer R.I yang masih bertahan didaerah-daerah R.I namun
telah dimasukan ke dalam wilayah pendudukan Belanda oleh Perjanjian Renville dikenal sebagai daerah kantong segera kembali ke daerah yang secara de jure
masuk wilayah R.I. Namun kebijakan ini menjadikan militer Indonesia terpecah karena kelompok militer Indonesia yang beraliran radikal yang masih berada di
daerah “kantong” di Jawa Barat menolak kebijakan pemerintah bahkan akhirnya menolak isi Perjanjian Renville dan mendirikan organisasi Darul Islam dengan
didukung sayap militer Tentara Islam Indonesia yang dipimpin Kartasuwirya. Organisasi ini akhirnya meluas ke Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
dengan tujuan tegas memisahkan diri dari Pemerintah Republik Indonesia. Gerakan ini sebenarnya sangat efektif melakukan perlawanan terhadap Belanda
namun kemudian dikendalikan dengan fanatisme ideologi A.H Nasution, dalam Yahya Muhaimin, 2002:53.