Perkembangan awal pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
13
berbentuk yūpa, yaitu tugu peringatan bagi sebuah upacara kurban. Prasasti ini
berhuruf pallawa yang menurut bentuk dan jenisnya berasal dari abad IV M, sedangkan bahasanya adalah sansekerta yang tersusun dalam bentuk syair.
Semuanya dikeluarkan atas titah seorang raja b ernama Mūlawarmman.
Berdasarkan isi dari prasasti tersebut dapat diketahui silsilah raja-raja Kutai. Dimulai dengan raja Kundu
ńga yang mempunyai anak bernama A wawarman, dan Mūlawarmman adalah seorang dari ketiga anaknya. Prasasti
ini juga menyebutkan bahwa pendiri keluarga kerajaan vań akrttā adalah
A wawarman, dan bukan Kundunga yang dianggap sebagai raja pertama. Kundu
ńga bukan nama sansekerta, mungkin ia seorang kepala suku penduduk asli yang belum terpengaruh kebudayaan India, sedangkan A wawarman adalah
nama yang berbau India. Disebut pula nama A ńsuman yaitu dewa matahari di
dalam agama Hindu yang dapat menunjukkan bahwa Mūlawarmman adalah penganut agama Hindu Sumadio, 1993.
Prasasti ini juga memberikan informasi mengenai kehidupan masyarakat ketika itu, dimana sebagian penduduk hidup dalam suasana peradaban India.
Sudah ada golongan masyarakat yang menguasai bahasa Sansekerta yaitu kaum Brahmana pendeta yang mempunyai peran penting dalam memimpin
upacara keagamaan. Setiap yūpa yang didirikan oleh Mūlawarmman sebagai
peringatan bahwa ia telah memberikan korban besar-besaran dan hadiah-hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya. Sedangkan golongan lainnya adalah
kaum ksatria yang terdiri atas kaum kerabat Mūlawarmman. Diluar kedua golongan ini adalah rakyat Kutai pada umumnya yang terdiri atas penduduk
setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka. Kerajaan Tārumanāgara berkembang kira-kira bersamaan dengan
kerajaan Kutai pada abad 5 M, dan berlokasi di Jawa Barat dengan rajanya bernama Pūrņawarman. Keberadaan kerajaan Tārumanāgara dapat diketahui
melalui 7 buah prasasti batu yang ditemukan di daerah Bogor, Jakarta, dan
Banten. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Prasasti itu ditulis dengan huruf Pallawa
dan berbahasa Sansekerta yang digubah dalam bentuk syair.
dipahatkan dengan beberapa prasasti di India dan menunjukkan keserupaan yang mendekati perkembangan huruf pallawa sekitar akhir abad ke IV dan awal abad ke V lihat Soemadio,
1993:31.