Kadiri dan Jenggala Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Indonesia
21
Bameswara kepada penduduk desa Pandlegan Boechari, 1968. Prasasti lain yang dikeluarkan Bameswara adalah prasasti Panumbangan 1042 S, Geneng
1050 S, Candi 1051 S, Besole 1051 S, Tangkilan 1052 S, dan Pagilitan 1056 S. Berdasarkan data prasasti yang ada dapat diketahui bahwa raja
Bameswara memerintah antara tahun 1038-1056 S. Setelah pemerintahan raja Bameswara, muncul raja lain bernama
Jayabaya.Hanya 3 prasasti yang telah ditemukan dari raja ini yaitu prasasti Hantang 1057 S, Talang 1058 S, dan Jepun 1066 S yang berisi tentang
penetapan Sima. Cap kerajaannya berupa Narasingha. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah kakawin Bhatarayuddha pada tahun 1079
S 1157 M oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Raja berikutnya adalah Sri Sarweswara.Dua prasastinya adalah prasasti
Pandlegan II 1081 S dan Kahyunan 1082 S.pada tahun 1169 M muncul raja Sri Aryyswara. Hanya dua prasasti yang ditemukan dari raja ini yaitu prasast
Waleri 1091 S dan prasasti Angin 1093 S.cap kerajaannya berupa Ganesa. Raja selanjutnya adalah Sri Kroncaryyadipa.Satu-satunya prasasti yang
ditemukan adalah prasasti Jaring atau Gurit 1103 S.raja ini hanya memerintah kerajaan Kadiri selama 4 tahun 1181-1184 M. kemudian dijumpai nama raja
Kameswara yang memerintah Kadiri antara tahun 1184-1194 M. Ada dua prasasti dari raja ini yaitu prasasti Semanding 1104 S dan Ceker 1107 S.
Pada masa pemerintahan Kameswara, seorang pujangga bernama Mpu Darmaja berhasil menggubah kitab Smaradhahana.
Raja Kadiri yang terakhir adalah Srengga atau Krtajaya.Raja ini memerintah antara tahun 1194-1222 M. Ada 6 prasasti dar raja ini yaitu prasasti
Kemulan 1116 S, Palah 1119 S, Galunggung 1122 S, Biri 1124 S, Sumber Ringin Kidul 1126 S, dan Lawadan 1127 S.Lencana kerajaan Kadiri yang
dipakai Krtajaya adalah Srenggalanchana
10
. Masa akhir kerajaan Kadiri dapat diketahui dari beberapa sumber tertulis.
Kerajaan Kadiri runtuh pada tahun 1144 S 1222 M. Menurut Nagarakretagama XL:3-4 Sri Ranggah Rajasa yang bertahta di Kutaraja, ibukota kerajaan
Tumapel pada tahun 1144 S menyerang raja Kadiri yaitu raja Sri Krtajaya.
10
Prasati Palah 1119 S atau 1197 M terletak di pelataran percandian Panataran di Blitar. Keberadaan candi ini ternyata merupakan sebuah bangunan kontinuitas yang digunakan dari masa
Kadiri hingga Majapahit, dan mungkin merupakan candi kerajaan pada setiap masanya Wahyudi, 2005.
22
Krtajaya kalah, kerajaan dihancurkan, dan ia melarikan diri ke gunung yang sunyi. Sedangkan menurut Pararaton, raja Kadiri bernama Dandang Gendis
minta kepada para bhujangga Siwa dan Buddha supaya menyembah kepadanya. Para bhujangga menolak lalu melarikan diri ke Tumapel berlindung
pada Ken Angrok. Para bhujangga merestui Ken Angrok sebagai raja di Tumapel, kerajaannya bernama Singhasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa
Bhatara Sang Amurwabhumi. Lalu ia menyerang Daha Kadiri, dan raja Dandang Gendis dapat dikalahkan.
Dalam Nagarakretagama XLIV:2 disebutkan pula dengan ditaklukkannya Daha tahun 1222 M oleh Ken Angrok dari Tumapel, maka bersatulah Janggala
dan Kadiri sama-sama beraja di Tumapel Singhasari. Kadiri tidak dihancurkan, tetapi tetap diperintah oleh keturunan raja Krtajaya dengan mengakui
kepemimpinan Singhasari. Sejak tahun 1271 M Jayakatwang salah seorang keturunan Krtajaya memerintah di Glang-Glang.