Pemberontakan PKI Madiun URAIAN MATERI
72
Yahya Muhaimin, 2002:52. Reaksi keras tersebut memaksa Perdana Menteri Amir Syarifudin membubarkan kabinetnya tanggal 23 Januari 1948. Untuk
mengatasi ketegangan politik di tingkat pusat tersebut, Presiden Sukarno menugasi wakilnya Moh. Hatta untuk membentuk kabinet. Kabinet ini dipimpin
Perdana Menteri Moh. Hatta yang merangkap juga sebagai Menteri Pertahanan. Kabinet tersebut cukup kuat karena didukung partai-partai besar seperti Masyumi
dan PNI sementara PKI melakukan oposisi. Pengangkatan Hatta sebagai Perdana Menteri RIS juga merupakan faktor
kestabilan dalam hubungan yang kabur antara sipil dan militer. Para pemimpin militer telah menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan dengan Hatta
sejak 1948 dan ketika Hatta menjabat Perdana Menteri segera menunjuk Sri Sultan Hamengkubuwana IX dari Yogyakarta sebagai Menteri Pertahanan.
Seperti diketahui bahwa sejak lama pimpinan tentara menghendaki agar posisi Menteri Pertahanan dipegang Sri Sultan Ulf Sundhaussen,1986:86
Program kabinet Hatta adalah sebagai berikut Yahya Muhaimin, 2002:52: Meneruskan upaya diplomasi dengan Belanda berdasar Persetujuan
Renville Mempercepat pembentukan NIS
Rasionalisasi dan Rekonstruksi Angkatan Perang Pembangunan
Dalam rangka melaksanakan hasil Perjanjian Renville, Pemerintah Indonesia menyerukan agar Militer R.I yang masih bertahan didaerah-daerah R.I namun
telah dimasukan ke dalam wilayah pendudukan Belanda oleh Perjanjian Renville dikenal sebagai daerah kantong segera kembali ke daerah yang secara de jure
masuk wilayah R.I. Namun kebijakan ini menjadikan militer Indonesia terpecah karena kelompok militer Indonesia yang beraliran radikal yang masih berada di
daerah “kantong” di Jawa Barat menolak kebijakan pemerintah bahkan akhirnya menolak isi Perjanjian Renville dan mendirikan organisasi Darul Islam dengan
didukung sayap militer Tentara Islam Indonesia yang dipimpin Kartasuwirya. Organisasi ini akhirnya meluas ke Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan
dengan tujuan tegas memisahkan diri dari Pemerintah Republik Indonesia. Gerakan ini sebenarnya sangat efektif melakukan perlawanan terhadap Belanda
namun kemudian dikendalikan dengan fanatisme ideologi A.H Nasution, dalam Yahya Muhaimin, 2002:53.
73
Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin menjadikannya Ia melakukan gerakan oposisi terhadap kabinet Hatta dengan membentuk FDR Front Demokrasi
Rakyat tanggal 26 Februari 1948 di Solo. FDR pada hakikatnya merupakan jelmaan dan reorganisasi dari golongan kiri koalisi sayap kiri yang mempunyai
program jangka panjang untuk menguasai pemerintah Yahya Muhaimin, 2002:53. FDR terdiri atas persekutuan politik antara Partai Sosialis tanpa
golongan Syahrir,PKI, Partai Buruh, Pesindo dan Federasi Sarekat-Sarekat Buruh Indonesia. Persekutuan kaum kiri ini semakin padu setelah kedatangan
pemimpin komunis yang telah lama berada di Cekoslowakia dan Uni Soviet yakni Muso.
FDR mengecam persetujuan Renville yang sebetulnya dirundingkan sendiri oleh pemerintah Amir Syarifudin. Front tersebut berusaha membentuk
organisasi-organisasi petani dan buruh, tetapi usaha tersebut kurang maksimal. Pada bulan Mei 1948 mereka menggerakkan pemogokan buruh pada sebuah
pabrik tekstil milik negar a di Delenggu, Klaten Jawa Tengah. Tindakan radikal dalam pemogokan tersebut tampak jelas bahwa basis kroni tersebut di dalam
wilayah pedesaan. Pemogokan tersebut diakhiri dengan syarat-syarat yang menguntungkan pihak yang melakukan pemogokan Ricklefs, 1991:341.
Pada tanggal 1 September 1948 komposisi pengurus FDR terbentuk yang dipegang oleh PKI yaitu
“Muso” sebagi ketuanya. Muso dengan terang-terangan menentang pemerintah. Ia berpendapat bahwa tindakan pemerintah yang
selama ini berunding dengan Belanda sebagai hal yang salah, sebab kekuatan yang ada di dunia terdapat dua Blok, yaitu Blok Rusia dan Amerika. Sedangkan
Blok yang revolusioner adalah Rusia sehingga Indonesia harus berada di pihak Rusia sepenuhnya
Dalam rangka pelaksanaan program kabinetnya, Pemerintahan Hatta melaksanakan reorganisasi dan rasionalisasi Angkatan Perang dalam rangka
memfokuskan pentingnya militer dalam rangka menghadapi tantangan, dari dalam dam luar negeri. Program tersebut akan mengurangi jumlah tentara cukup
banyak sehingga mengurangi anggaran militer disamping itu akan terciptanya militer yang profesional serta adanya komando militer yang sentral.
Penolakan terhadap langkah-langkah reformasi pemerintah di bidang kemiliteran, yang paling kuat diperlihatkan di Kabupaten Surakarta, Jawa Tengah
yang berjarak sekitar 60 Km di sebelah timur laut Ibukota Republik yaitu
74
Yogyakarta. Penolakan tersebut dilakukan oleh kesatuan-kesatuan militer yang berada di dalam atau terkait dengan Divisi Keempat Senopati yang berada
dibawah pimpinan Mayor Jenderal Sutarto David Charles,2003:13 Rencana reorganisasi dan rasionalisasi militer tersebut juga ditentang
oleh PKI. Hal ini disebabkan pemerintah memfokuskan program pengurangan militer ditujukan terutama pada kesatuan militer yang menentang pemerintah,
termasuk yang dekat dengan PKI. Pada bulan September 1948 PKI membuat kekacauan di Solo dengan serangkaian tindakan-tindakan penculikan terhadap
lawan politiknya. Jika Yogyakarta pada tahun 1946 sampai akhir revolusi dijadikan tempat pusat pemerintahan Republik, maka Kota Solo menjadi basis
bagi kelompok oposisi dan militer yang menentang pemerintah. Dalam
rangka meredam
konflik di
Solo, Presiden
Sukarno mengumumkan “keadaan bahaya” untuk Solo dan sekitarnya serta mengangkat
Kolonel Gatot Sobroto sebagai Gubernur Militer wilayah tersebut serta dibantu
dengan kedatangan prajurit divisi Siliwangi. Puncak dari krisis tersebut ketika tanggal 18 September PKI memproklamirkan berdirinya Republik Sovyet
Indonesia di Madiun. Dengan pecahnya pemberontakan PKI Madiun, pemerintah segera
menumpasnya. Dengan Gerakan Operasi Milter I yang dilancarkan TNI. Pada tanggal 30 September kota Madiun berhasil direbut kembali. Namun sebelum
pemerintah mengadili oknum-oknum yang terlibat dalam pemberontakan itu, Belanda melakukan agresi militer I sehingga konsentrasi pemerintah terpecah
dan banyak oknum-oknum PKI tersebut lolos dari jeratan hukum. Selanjutnya nanti,PKI menyusun kekuatan dan menjelma menjadi partai besar terbukti
dengan hasil pemilu 1955 partai tersebut termasuk dalam klasifikasi empat besar.
Peristiwa Madiun menciptakan tradisi permusuhan antara PKI-Militer dan memperbesar pertentangan antara PKI-Masyumi atau antara santri-abangan.
Keberhasilan RI menumpas pemberontakan komunis juga mengubah simpati dari Amerika Serikat kepada Indonesia yang sebelumnya hanya didasarkan
pada sintimen anti-penjajahan menjadi dukungan diplomatik yang didasarkan pada strategi global. Pemikiran strategi Amerika Serikat ini didominasi oleh ide
bahwa “Perang Dingin” sedang berlangsung antara Blok Liberalis pimpinan Amerika dan Blok Komunis pimpinan Uni Soviet Ricklefs,2005:462.
75