Śrīwijaya Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Indonesia
15
rīwijayaterhadap Malayu. Sementara Coedes 1964 menduga prasasti ini untuk memperingati ekspedisi
rīwijaya ke daerah seberang laut yakni kerajaan Kamboja yang diperintah oleh Jayawarman. Sedangkan Boechari 1979
berpendapat bahwa prasasti ini untuk memperingati usaha penaklukan daerah sekitar Palembang oleh Dapunta Hyaŋ dan pendirian ibukota baru atau ibukota
kedua di tempat ini.
Prasasti lain yang penting adalah Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka dan berangka tahun 608 S 686 M. Kata
rīwijaya dijumpai pertama kali di dalam prasasti ini. Keterangan yang penting adalah mengenai
usaha rīwijaya untuk menaklukkan bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada
rīwijaya. Coedes berpendapat bahwa pada saat prasasti ini dibuat, tentara rīwijaya baru saja berangkat untuk berperang melawan Jawa yaitu kerajaan
Tāruma. Prasasti lain yang ditemukan di Palembang adalah prasasti Talang Tuo dan Telaga Batu. Sementara di Jambi ditemukan prasasti Karang Brahi dan di
Lampung ditemukan prasasti Palas Pasemah. Prasasti ini pada umumnya dipandang sebagai pernyataan kekuasaan
rīwijaya. Satu hal yang menjadi perdebatan bagi para ahli adalah lokasi Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti dan berita Cina, Coedes berpendapat bahwa Palembang adalah lokasi . Pendapat ini mendapat dukungan dari Nilakanta Sastri,
Poerbatjaraka, Slamet Mulyana, Wolters, dan Bronson. Namun Bosch dan Majumdar berpendapat bahwa
rīwijaya harus dicari di pulau Jawa atau di daerah Ligor. Sementara Quaritch Wales dan Rajani menempatkan
rīwijaya di Chaiya atau Perak.Berdasarkan rekonstruksi peta, berita Cina dan Arab, Moens
sampai pada kesimpulan bahwa rīwijaya mula-mula berpusat di Kedah
kemudian berpindah ke Muara Takus.Selanjutnya Soekmono melalui penelitian geomorfologi berkesimpulan bahwa Jambi sebagai pusat lokasi
rīwijaya. Sedangkan Boechari berpendapat bahwa sebelum tahun 682 M ibukota
rīwijaya ada di daerah Batang Kuantan, setelah tahun 682 M berpindah ke Mukha Upang di daerah Palembang Sumadio, 1994
8
.
8
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa secara geomorfologis pada awal masehi semenanjung malaya masih menyatu dengan pulau Bangka dan Belitung, serta Sumatra masih belum sebesar
sekarang sehingga penempatan Palembang sebagai ibukota dapat beralasan karena berada di mulut botol selat malaka sehingga sebagai bandar dagang sangat strategis Daldjoeni, 1984.
Manguin secara arkeologis kemudian dapat memperlihat bahwa ibukota ini telah berpindah dari Palembang ke Jambi Munoz, 2009
16
Dari peningggalan prasasti dan berita Cina dapat diketahui kebijakan penguasa
rīwijaya.Kerajaan rīwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang besar
dan terlibat
dalam perdagangan
internasional. rīwijaya lebih
mengembangkan suatu tradisi diplomasi dan kekuatan militer untuk melakukan gerakan ekspedisioner. Disamping prasati-prasasti yang berisi pujian kepada
dewa-dewa dan pelaksanaan suatu keputusan raja, sejumlah prasasti menunjukkan pada birokrasi dan berbagai aturan untuk menjamin ketenangan
dalam negeri. Hubungan antara rīwijaya dengan negeri di luar Indonesia bukan
hanya dengan Cina tapi juga dengan India. Sebuah prasasti raja Dewapaladewā dari Benggala India pada abad IX M menyebutkan tentang pendirian bangunan
biara di Nalanda oleh raja Balaputradewā, raja rīwijaya yang menganut agama Buddha. Hal ini didukung berita dari I-tsing yang mengatakan bahwa
rīwijaya adalah pusat kegiatan agama Buddha.