11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Asupan Energi Siswa
Energi merupakan salah satu zat gizi yang didapat dari makanan yang melalui proses pencernaan, kemudian hasil pencernaan tersebut diedarkan ke
seluruh sel-sel jaringan tubuh. Bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Satuan energi yang dihasilkan
oleh bahan makanan disebut kalori Saktiyo, 2006. Energi diperlukan oleh seluruh makhluk hidup untuk bergerak, berpikir, berbicara, makan dan melakukan
kegiatan lainnya Gunawan, 2006. Selain itu, energi juga dibutuhkan khususnya oleh anak untuk melakukan pertumbuhan, pergantian sel-sel yang rusak serta
untuk pemeliharaan jaringan-jaringan tubuh Shetty, 2010. Asupan energi sangat mempengaruhi laju pembelahan sel serta pembentukan struktur organ-organ
tubuh Asydhad dan Mardiah, 2006. Proses pertumbuhan setiap anak tergantung pada kuantitas dan kualitas
asupan energi yang dikonsumsi setiap harinya yang dapat mengakibatkan proses pertumbuhan tidak mencapai pertumbuhan maksimalnya Shetty, 2010.
Ditetapkan bahwa AKE bagi anak sekolah dasar usia 9 tahun, sebesar 1859 per hari. Sedangkan bagi anak usia sekolah dasar usia 10-12 tahun, angka kecukupan
energi yang
ditetapkan sebesar
2100 kkal
per hari
bagi
siswa laki-laki dan 2000 kkal per hari bagi siswa perempuan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013a.
Kurangnya asupan energi dari angka anjuran tersebut menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap penyakit, lesu berkepanjangan, rambut dan wajah kusam,
bahkan penuaan sebelum waktunya Gunawan, 2006. Kekurangan energi pada anak biasanya disebabkan oleh kekurangan protein sehingga umunya disebut
dengan Kekurangan Energi Protein KEP. KEP ini disebabkan oleh kurangnya asupan protein dan energi dalam waktu yang cukup lama. Pada golongan anak
yang memiliki keadaan tersebut, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kematian Suhardjo, 2002. Tanda-tanda klinis dari KEP adalah badan
menjadi kurus, jaringan lemak mulai terasa lunak dan otot-otot daging tidak kencang dan ini biasanya tampak bila paha bagian dalam diraba Suhardjo, 2002.
Penyusutan otot mudah terlihat pada bagian lengan belakang Gunawan, 2006. Biasanya KEP disertai keadaan perut yang buncit, anak cenderung menjadi apatis
dan perkembagan kepandaian lebih lambat daripada yang normal Suhardjo, 2002.
Dampak yang bisa ditimbulkan dari kondisi kekurangan energi antara lain, mudah lelah, lesu, gelisah, mudah marah, sulit konsentrasi, kelusitan dalam
mengingat. Apabila keadaan KEP dibiarkan terus menerus, maka hal yang dapat terjadi adalah marasmus dan kwashiorkor. Pada anak yang sudah mengalami
marasmus atau kwashiorkor biasanya sudah mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehingga mereka tidak dapat bersekolah lagi. Apabila kondisi
anak masih belum terlalu parah, KEP dapat diukur dengan membandingkan berat
badan dengan tinggi badan BBTB berdasarkan tabel standar BBTB anak Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
12 Tahun 2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Namun apabila keadaan ini
sudah kronis, maka KEP dapat diukur melalui perbandingan nilai TBU berdasarkan tabel standar TBU sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010. Sementara itu, seorang anak dikatakan mengalami kelebihan energi
apabila memiliki asupan energi yang lebih besar dibandingkan dengan energi yang digunakannya untuk beraktivitas dan menjalankan fungsi tubuhnya Food
and Agriculture Organization, 2005. Asupan energi yang terlalu banyak akan mempercepat laju pembelahan sel tenunan lemak dan mengakibatkan penimbunan
sel lemak yang terlalu banyak secara permanen sehingga anak akan mengalami kelebihan berat badan Asydhad dan Mardiah, 2006.
Kelebihan asupan energi ini akan disimpan dalam bentuk cadangan lemak di bawah jaringan kulit yang apabila cadangan lemak tersebut terus menerus
bertambah dan tidak digunakan, akan berdampak pada pertambahan berat badan dan menyebabkan anak memiliki berat badan yang berlebih Sumanto, 2009.
Anak yang memiliki berat badan berlebih akan mengalami kesulitan dalam bergerak karena memiliki bobot tubuh yang besar serta memiliki risiko lebih
tinggi untuk menderita penyakit degeneratif Food and Agriculture Organization, 2005. Bagi anak, kelebihan berat badan akan menyebabkan hormon pertumbuhan
berkurang di dalam plasma sehingga dapat mengganggu pertumbuhan yang harus
dilakukan oleh tubuh anak. Berkurangnya hormon pertumbuhan ini disebabkan oleh adanya penurunan respon terhadap rangsangan dari hipoglikemia dan insfus
arginin Isselbacher dkk., 1999. Asupan energi dari seseorang dapat dihitung melalui beberapa cara
pengambilan data, diantaranya adalah food recall dan food record. Pengambilan data menggunakan food recall dan food record ini dapat dilakukan selama 3 hari
berturut-turut maupun dengan 3 hari secara tidak berturut-turut. Namun, pengambilan data makanan selama 3 hari berturut-turut hanya bisa menunjukkan
variasi yang kecil jika dibandingkan dengan pengambilan data yang tidak dilakukan secara berturut-turut Willet, 2013.
B. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi 1.