jumlah asupan energi yang dikonsumsi, kebiasaan tersebut juga merupakan respon dari aksi dan reaksi yang dialami oleh anak selama dia membentuk
kebiasaan makannya tersebut. Untuk itu, dibutuhkan pemberian informasi tambahan kepada ibu terkait
pola makan yang baik untuk mengubah kebiasaan asupan energi yang tidak sesuai dengan anjuran tersebut. Perubahan kebiasaan asupan energi yang dilakukan oleh
ibu diharapkan dapat mempengaruhi kebiasaan anak dalam kebiasaan makan dan pilihan makanannya sehingga asupan energi anak juga mengalami perbaikan.
Pihak sekolah dapat memberikan materi tambahan kepada anak terkait asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan menurut usia ibunya serta makanan yang
sebaiknya dikonsumsi dan sebaiknya dihindari oleh siswa dan ibu mereka untuk kemudian di praktekkan oleh anak di rumah agar asupan energi mereka sesuai
dengan AKG.
H. Hubungan Interaksi dengan Teman dengan Asupan Energi Siswa
Perilaku makan siswa yang sedang beranjak menuju remaja memiliki kecenderungan untuk lebih senang bila makan dengan orang terdekat, yang mana
biasanya teman sebayalah yang dijadikan sebagai pilihan dalam menghabiskan waktu bersama Behrman dkk., 2000. Siswa yang senang menghabiskan waktu
bersama dengan teman sebayanya tersebut cenderung memiliki keputusan- keputusan yang bisa mereka terima yang mana pada akhirnya akan membentuk
perilaku standar mereka. Pada masa anak sekolah, anak sering membandingkan dirinya dengan teman-temannya di mana mudah sekali dihinggapi ketakutan akan
kegagalan dan ejekan teman Gunarsa, 2008. Penelitian menemukan bahwa anak
akan mengonsumsi lebih banyak makanan tinggi energi ketika sedang bersama dengan temannya dibandingkan saat sedang berada bersama dengan orang tuanya
Salvy dkk., 2011. Hasil penelitian juga menunjukkan hal yang serupa, dimana lebih banyak
anak dengan interaksi yang kuat dengan temannya memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan anjuran angka kecukupan energi. Hasil analisis chi square
yang dilakukan, menunjukkan bahwa siswa dengan interaksi yang kuat dengan teman memiliki risiko sebesar 1,289 kali untuk memiliki asupan yang tidak sesuai
dengan anjuran dibandingkan dengan siswa dengan interaksi yang lemah dengan teman. Besar risiko yang dimiliki setiap siswa memiliki interaksi yang kuat
dengan teman ini berbeda-beda dengan rentang risiko untuk memiliki asupan yang tidak sesuai mulai dari 0,323 kali hingga 1,523 kali dibandingkan dengan
siswa yang memiliki interaksi yang lemah dengan temannya. Penelitian juga membuktikan bahwa teman lebih banyak mempengaruhi
asupan energi seorang anak pada usia sekolah seiring dengan lebih banyaknya waktu yang dihabiskan bersama teman dan motivasi yang diberikan oleh teman
dibandingkan dengan orang tua Salvy dkk., 2011. Asupan energi yang lebih tinggi saat anak bersama dengan teman mungkin terjadi karena adanya pemberian
izin untuk mengonsumsi makanan tinggi energi yang biasanya dibatasi saat anak bersama dengan orang tua Salvy dkk., 2011.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara interaksi dengan teman dengan asupan energi siswa
yang ditunjukkan oleh nilai p sebesar 0,485. Hasil penelitian ini tidak dapat
membuktikan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara interaksi dengan teman dengan asupan energi siswa. Penelitian lainnya
yang juga dilakukan di Jakarta Selatan juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak menemukan adanya hubungan antara interaksi dengan teman dengan asupan
energi Kirana, 2007. Kesamaan desain penelitian dan analisis yang digunakan serta adanya kemiripan karakteristik usia pada sampel yang digunakan
dimungkinkan menjadi penyebab adanya kesamaan hasil pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan penelitian yang di lakukan di Jakarta Selatan tersebut.
Terdapat pula penelitian yang dilakukan di Jakarta Selatan terhadap sampel dengan karakteristik usia yang mirip dan tidak dapat membuktikan
hipotesis penelitian dengan tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara interaksi dengan teman dengan asupan energi siswa Pramita, 2007.
Penelitian lainnya yang menggunakan desain studi yang sama serta sampel yang mirip juga tidak dapat membuktikan hipotesis dengan tidak menemukan adanya
hubungan bermakna antara interaksi dengan teman dengan asupan energi anak Finnerty dkk., 2010.
Namun penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dapat membuktikan hipotesis penelitian dengan menemukan adanya hubungan bermakna antara
interaksi dengan teman dengan asupan energi siswa Salvy dkk., 2011. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat ini membandingkan asupan energi dari siswa
dengan usia sampel yang mirip, namun membedakan keduanya kedalam golongan usia anak 5-9 tahun dengan siswa yang sudah termasuk ke dalam kategori
remaja awal 12-15 tahun, dimana siswa yang sudah mulai memasuki usia
remaja awal sudah mulai dipengaruhi asupan energinya oleh teman, terutama remaja perempuan. Sehingga perbedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena
dengan usia sampel yang mirip, peneliti tidak membedakan golongan usia anak dan remaja awal, sedangkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
tersebut membedakan golongan usia siswa yang diteliti. Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara interaksi dengan
teman dengan asupan energi siswa terjadi karena adanya perbedaan proporsi yang kecil antara siswa dengan interaksi yang kuat dengan teman dan memiliki asupan
energi yang tidak sesuai dengan siswa yang memiliki interkasi yang lemah dengan teman dan memiliki asupan energi yang tidak sesuai. Banyaknya siswa
dengan interaksi yang lemah dengan teman namun memiliki asupan energi yang juga tidak sesuai anjuran dimungkinkan terjadi karena adanya faktor lainnya yang
dapat mempengaruhi asupan energi siswa seperti saudara kandung atau pengasuh yang lebih sering menyiapkan makanan yang dikonsumsi oleh siswa di rumah.
I. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Asupan Energi Siswa
Aktivitas fisik sendiri merupakan salah satu determinan dalam tingkat asupan energi pada anak usia sekolah Brown dkk., 2011. Anak yang memiliki
tingkat aktivitas fisik yang rendah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan anjuran karena menonton TV
berhubungan positif dengan penambahan asupan zat gizi terutama konsumsi makanan tinggi kalori Dixon dkk., 2007.
Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian ini yang juga menemukan adanya kecenderungan anak dengan aktivitas fisik yang kurang aktif,
memiliki asupan energi yang tidak sesuai dengan anjuran angka kecukupan energi. Hasil analisis chi square juga menunjukkan bahwa siswa dengan aktivitas
yang tidak sesuai memiliki risiko sebesar 1,817 kali untuk memiliki asupan yang tidak sesuai dibandingkan dengan siswa dengan aktivitas yang sesuai. Rentang
besar risiko yang dimiliki oleh setiap siswa dengan aktivitas yang tidak sesuai untuk memiliki asupan yang tidak sesuai adalah 0,846 kali hingga 3,902 kali
dibandingkan dengan siswa dengan aktivitas fisik yang sesuai. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa tidak
ditemukan adanya hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan asupan energi siswa yang ditunjukan oleh nilai p sebesar 0,179. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak dapat membuktikan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik
dengan asupan energi. Hasil penelitian lain yang juga tidak dapat membuktikan hipotesis
penelitian juga terjadi pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 dimana penelitian tersebut juga tidak menemukan adanya perbedaan asupan energi antara
siswa dengan aktivitas yang baik dan kurang baik Ottevaere dkk., 2011. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak dengan aktivitas fisik yang baik,
belum tentu memiliki asupan energi yang baik juga, karena sebagian anak justru tidak dapat memenuhi asupan energi yang harus dikonsumsinya untuk
menggantikan cadangan energi yang digunakannya, sedangkan sebagian anak lainnya yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang tinggi justru mengonsumsi
lebih banyak energi yang dibutuhkannya.
Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan juga menunjukkan hasil serupa, dimana tidak ditemukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan
asupan energi Kim dkk., 2010. Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan ini menunjukkan bahwa baik siswa laki-laki maupun perempuan yang memiliki
aktivitas fisik yang kurang dari anjuran, memiliki asupan energi kurang yang juga kurang dari AKG. Namun, kecenderungan tersebut tidak menunjukkan adanya
hubungan diantara kedua variabel. Hal tersebut dimungkinkan karena karena tingkat aktivitas fisik setiap orang yang berbeda-beda setiap harinya tidak selalu
diiringi oleh perubahan langsung asupan energi. Sehingga, dapat dikatakan bahwa asupan energi dengan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik tidak selalu
seimbang setiap harinya Ottevaere dkk., 2011. Namun sebuah penelitian eksperimental yang digunakan untuk membuat
sebuah program, menemukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan energi siswa sekolah dasar Luepker dkk., 1996. Penelitian tersebut
menemukan bahwa siswa yang diberikan aktivitas fisik tambahan, memiliki asupan energi dari lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lebih
banyak memiliki aktivitas sedentari. Penelitian serupa yang dilakukan pada tahun 2012 juga menunjukkan hal yang sama, bahwa anak dengan aktivitas fisik yang
rendah memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan aktivitas sedentari yang lebih rendah Fung dkk., 2012.
Tidak ditemukannya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan energi siswa pada penelitian ini dimungkinkan terjadi karena adanya variasi yang kecil
dari hasil perhitungan asupan energi akibat perbedaan waktu dalam pengambilan
data asupan makanan melalui food recall. Selain itu, penggolongan tingkat aktivitas fisik pada penelitian ini yang menggabungkan antara aktivitas yang
sedang dengan aktivitas tinggi menjadi kategori aktif juga dimungkinkan menjadi salah satu penyebab tidak ditemukan adanya hubungan antara kedua variabel
tersebut. Penggabungan kedua kategori aktivitas fisik tersebut dilakukan lantaran pada analisis data chi square yang dilakukan, hanya ditemukan 1 orang siswa
yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang tinggi dan memunculkan nilai harapan yang lebih dari 20. Sehingga, untuk menghindari angka harapan yang lebih dari
20, peneliti menggabungkan tingkat aktivitas fisik tinggi dan tingkat aktivitas sedang ke dalam kategori aktif.
Peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait aktivitas fisik dan asupan energi, sebaiknya membedakan kedua variabel tersebut ke dalam 3 kategori, yaitu
aktivitas rendah, sedang dan tinggi serta untuk variabel asupan energi dibagi menjadi kategori kurang, cukup dan lebih. Tiga buah kategori dari kedua variabel
ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik mengenai hubungan antara keduanya.
107
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN