Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Faktor predisposisi predisposing factors

terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai, keyakinan dan variabel demografi usia, pendidikan, masa kerja.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo,2003. Menurut Purwanto 1990 dalam Millah 2008, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan individu berbuat atau bertindak. Dengan demikian perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan akan melahirkan sikap yang akan mengarahkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung Green, 1980. Hasil penelitian Angkat 2008 menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan Keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja diperoleh, diperoleh P sebesar 0,001. Tampak bahwa nilai p= 0,001 0,05 sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja pada karyawan. Kemudian Sialagan 2008 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan nilai 13. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya. Dan Saputra 1997 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan p value 4. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya Bachri, 2010.

2. Sikap

Menurut Notoatmodjo 2003 sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu Notoatmodjo, 2003 : a. Menerima receiving Menerima diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. b. Merespon responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab responsible Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : a Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. c Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. e. Nilai value Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya suatu tindakan, misalnya adanya fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain untuk terjadinya tindakan tersebut Notoatmodjo, 2003. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan 2008 terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan perilaku aman. Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti 2009 dan Karyani 2005 dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman pekerja.

3. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia Quinn, 1995 dalam Bachri, 2010. Menurut Etkiston motivasi merupakan suatu disposisi laten yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebelum disposisi tersebut belum terpenuhi, maka motivasi selalu muncul ke permukaan Saleh dan Nisa, 2006. Sedangkan untuk memotivasi pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja ada 6 prinsip dasar menurut Frank E. Bird, 1996 yaitu : 1. Prinsip penetapan tujuan dan sasaran 2. Prinsip keterlibatan pekerja yang bersangkutan 3. Prinsip mutual interest dari pekerja 4. Prinsip psychological Appeal dari pekerja 5. Prinsip pemberian informasi kepada pekerja 6. Prinsip penguatan perilaku. Dengan 6 prinsip dasar yang ada dapat dilakukan untuk memotivasi pekerja untuk dapat dan harus berperilaku aman dalam bekerja dilingkungan kerja. Sehingga dapat mengurangi frekuensi tingkat kecelakaan yang mungkin terjadi Bachri, 2010. Berdasarakan penelitian Sialagan 2008 pada pekerja PT EGS Indonesia didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap perilaku K3. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani 2005 juga didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku K3 dalam bekerja. Dimana, motivasi pekerja yang tinggi mempunyai peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding pekerja yang mempunyai motivasi yang rendah.

4. Persepsi

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu Gibson, 1996. Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Menurut Notoadmodjo 2003 persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya. Krech 1962 dalam Notoatmodjo 2003 mengatakan persepsi dipengaruhi oleh : a Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh dari pendidikan, bacaan, penelitian, atau cara lain. b Field of expreance yaitu pengalaman yang telah dialami sendiri dan tidak terlepas dari keadaan lingkungan. Dari beberapa uraian diatas persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri manusia dimana rangsangan yang diterima oleh indera melalui proses belajar atau pengalaman diorganisasikan dan diinterpretasikan lebih dahulu sebelum stimulus tersebut dapat dimengerti dan direspon. Dengan kata lain persepsi adalah pendapat, penilaian, dan keyakinan yang timbul dalam diri seseorang mengenai objek tertentu. Berdasarkan penelitian Karyani 2005 dan Sialagan 2008, terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman pekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karyani 2005 bahwa responden yang memiliki persepsi kurang baik mempunyai peluang 4.656 kali berperilaku tidak aman dibanding responden yang persepsinya baik.

5. Nilai

– Nilai Green 1980 berpendapat bahwa nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang. Kemudian Notoatmodjo 2003 menambahkan bahwa didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.

6. Keyakinan

Menurut Notoatmodjo 2003 keyakinan atau kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan. Seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003.

7. Usia

Siagian 1995 mengatakan bahwa jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan psikologis. Artinya semakin bertambah usianya maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kematangan intelektual dan psikologis Millah, 2008. Menurut Hurlock 1994 dalam Helliyanti 2009, semakin tua usia seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisiologis, fungsi batin, dan fisik sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu juga menurun jika dibandingkan golongan usia muda. Hal ini agak berbeda dengan Simanjutak 1985, umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisik seseorang, ada saat usia tertentu dimana seseorang dapat berprestasi secara maksimal tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan prestasi. Tingkat prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur, untuk kemudian menurun menjelang usia tua Halimah, 2010.

8. Pendidikan

MU Lawrevelt dalam Notoatmodjo 1993 berpendapat bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengarah, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang tertuju pada kedewasaan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan Millah,2008.

9. Masa Kerja

Masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman Dirgagunarsa, 1992. Berdasarkan hasil studi ILO 1989 di Amerika menunjukan bahwa kecelakaan kerja terjadi selain karena faktor mannusia, disebabkan juga karena masih baru dan kurang pengalaman. Sedangkan menurut Cooper 2001 orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaanya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich‟s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller 2001 meyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang Dirgagunarsa, 1992. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapat perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering mendapatkan kecelakaan sehingga diperlukan perhatian khusus Suma‟mur, 1996. Berdasarkan pendapat Suma‟mur 1996 diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman dapat mempengaruhi perilaku bekerja dalam melakukan pekerjaannya dan pengalaman dapat mengurangi resiko terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat lebih menekankan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum berpenglaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatan.

b. Faktor Pemungkin enabling factors

Faktor pemungkin, menurut Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003 mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program K3RS.

1 Ketersediaan APD

Menurut Notoatmodjo 2003 perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin enabling yaitu ketersediaan sumber-sumberfasilitas, Kesesuaian Kenyamanan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pemungkin perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku tersebut. Sahab 1997 mengatakan ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia sumber daya manusia, fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan bagi tenaga kerja. Perawat bertanggung jawab menjaga keselamatan diri sendiri dan klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan melalui penyebaran infeksi. Berbagai cara dalam mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja salah satunya pemakaian alat pelindung diri yang sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat pelindung wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau sepatu. Depkes RI, 2003. Salah satu Alat Pelindung Diri APD yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat dengan pasien selain masker adalah sarung tangan. Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, di samping pengunaan alat – alat medis yang steril dalam pengunaan alat – alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan.