Keterbatasan Penelitian Perilaku Aman Perawat

yang dimaksud dengan perilaku aman bekerja adalah tindakan atau perbuatan dari perawat yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan saat bekerja seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, dan sesuai SOP. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perawat berperilaku aman dalam bekerja, hal itu menandakan bahwa perilaku aman dalam bekerja pada perawat sudah cukup baik. Perilaku aman dalam bekerja yang dilakukan oleh perawat di RS Islam Assobirin yaitu menggunakan APD berupa masker saat bekerja dan memakai sarung tangan untuk tindakan-tindakan tertentu. Kemudian bekerja secara hati- hati tidak terburu-buru, mengambil posisi kerja yang aman tidak membungkuk dan mematuhi peraturan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Bird dan Germain 1990 yang mengemukakan bahwa perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Jenis-jenis perilaku aman diantaranya seperti melakukan pekerjaan sesuai wewenang, menggunakan APD, tidak bercanda ketika bekerja dan lain-lain. Selain itu Heinrich 1980 juga menyebutkan bahwa jenis perilaku aman salah satunya yaitu menggunakan APD yang benar dan disiplin dalam bekerja. Dan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12 mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b disebutkan bahwa adanya penggunaan alat-alat pelindung diri yang diwajibkan dan pada butir c disebutkan agar memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Dalam hal ini perawat di RS Islam Asshobirin sudah berperilaku aman sesuai dengan undang-undang. Namun berdasarkan hasil observasi meskipun perawat sudah berperilaku aman, didapatkan masih ada juga perawat yang berperilaku tidak aman yaitu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan saat melakukan tindakan menyuntik dan memasang infus. Menurut Supartono 1996 memang pada kenyatannya masih banyak petugas kesehatan seperti dokter dan perawat tidak menggunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan keperawatan seperti tindakan menyuntik dengan alasan karena mereka khawatir akan kehilangan kepekaan dan selain itu juga karena merasa tidak nyaman Idayanti, 2008. Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI 2006 yang mengemukakan bahwa petugas kesehatan wajib menggunakan sarung tangan karena memakai sarung tangan merupakan bagian dari pada prosedur menyuntik yang berguna untuk melindungi tangan petugas kesehatan. Menurut para informan utama penggunaan sarung tangan saat menyuntik tergantung dari jenis penyakit pasien, jika pasien tersebut memiliki penyakit yang berisiko menularkannya, maka perawat tersebut akan menggunakan APD. Hal ini sangat bertentangan karena sebenarnya petugas kesehatan harus memberlakukan semua pasien sama tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa semua penyakit pasien berisiko atau infeksi berbahaya sehingga mereka harus menggunakan APD seperti misalnya sarung tangan DepKes RI, 2003. Pengunaan APD seperti sarung tangan sebenarnya sangatlah mutlak untuk dilakukan, di samping pengunaan alat –alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan. Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasive, karena pemakaian sarung tangan bagi petugas kesehatan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga dapat mengurangi penyebaran infeksi pada pasien DepKes, 2003. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam bekerja yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang dapat memberikan dorongan pada perawat untuk berperilaku aman dalam bekerja, faktor pendorong ini terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi dan masa kerja perawat. Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan perawat untuk berperilaku aman dalam bekerja, ketersediaan APD dan program K3RS merupakan faktor pemungkin. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor penguat adalah faktor-faktor yang memberikan dukungan terhadap pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja, yang termasuk faktor penguat adalah SOP dan pengawasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam bekerja pada perawat tersebut, sama dengan teori Green 1980 yang menganalisis bahwa faktor perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu : a. Predisposing factors faktor-faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mempermudah atau mendahului terjadinya perilaku seseorang antara lain: pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi nilai, keyakinan, dan sebagainya. b. Enabling factors faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku aman, seperti penyediaan APD dan program K3RS. c. Reinforcing factors faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendukung atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terwujud dalam SOP dan pengawasan. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Handayani 2009 tentang Analisis Perilaku K3 pada Perawat Rumah Sakit di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit X Semarang, yang mengemukakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor pemudah umur, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan dan sikap, faktor pendukung pendidikan dan pelatihan K3, komitmen manajemen dan ketersediaan sarana dan prasana dan faktor pengungat supervisi dan rekan kerja, dimana ketiga faktor berperan dalam tindakan seseorang.

6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja

6.3.1 Faktor Predisposisi Pengetahuan, Sikap, Motivasi, dan Masa Kerja

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan faktor predisposisi yaitu hal-hal yang dapat memberikan dorongan kepada pekerja dalam berperilaku aman saat bekerja. Faktor pendorong yang diteliti dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, motivasi, dan masa kerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa semua informan utama memiliki pengetahuan mengenai perilaku aman dalam bekerja. Untuk sikap yang dimiliki informan utama dalam berperilaku aman bekerja sebagian informan bersikap positif. Sedangkan motivasi informan utama dalam berperilaku aman bekerja semuanya memiliki motivasi yang baik.

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi, definisi perilaku aman, manfaat berperilaku aman dan dampak dari berperilaku tidak aman serta bahaya yang ada di rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya pengetahuan yang dimiliki perawat terkait perilaku aman dalam bekerja tergolong baik. Pengetahuan tersebut diperoleh dari ilmu saat perkuliahan dan pengarahan mengenai SOP saat awal masuk bekerja oleh kepala ruangan. Namun, pada pengetahuan yang dimiliki perawat tentang bahaya yang ada dirumah sakit masih kurang. Hal ini, dikarenakan kurangnya informasi yang didapat perawat dari kepala ruangan mengenai potensi bahaya yang ada dirumah sakit dan juga jarang dilakukan briefing sebelum bekerja. Namun meskipun pengetahuan mereka masih ada yang kurang tetapi secara umum perawat sudah berperilaku aman saat bekerja. Hasil penelitian tersebut, sejalan dengan penelitian Hasriani 2009 yang menyatakan ada hubungan antara penegetahuan dengan perilaku K3 pada perawat RS Paru di Salatiga. Selain itu juga sama dengan hasil penelitian Sialagan 2008 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3. Hal ini dikarenakan perilaku akan nampak jika didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Orang akan mencerminkan perilakunya dari pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sama dengan penelitian Rogers 1997 dalam Pratiwi 2009 yang menyatakan bahwa