Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA WANITA BEKERJA
DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh
Bayu Pradana Herlambang 108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA WANITA BEKERJA
DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
Bayu Pradana Herlambang 108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
(4)
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Bayu Pradana HerlambangTTL : Jakarta, 19 Agustus 1991
Alamat : Jl.Pinus 14 Blok Ai.3 No.4 Reni Jaya Pamulang, Tangerang Selatan. Agama : Islam
Gol.Darah : O
No.Telp : 085697501299 / 081298226448 Email : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996-1998 TK Cahaya Agung, Pamulang – Tangerang Selatan 1998-2003 SDI AL-AZHAR 15 Pamulang – Tangerang Selatan
2003-2006 SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMP Negeri 1 Pamulang) 2006-2008 SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMA Negeri 1 Pamulang)
2008-2013 S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2008-2009 Ketua Komunitas Kelas Akselerasi SMAN 1 Pamulang, Kota Tangerang Selatan
2009-2010 Staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010-2011 Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia & Organisasi (PSDMO) Pengurus Nasional Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) 2010-2011 Wakil Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2011-2012 Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 Dewan Syuro Forum Studi Kesehatan & Keselamatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(5)
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
xxii + 160 halaman, 45 tabel, 3 gambar, 3 lampiran ABSTRAK
Peningkatan jumlah wanita yang bekerja di Tangerang Selatan dari tahun 2010 hingga 2011 adalah sebanyak 23,84%. Kecamatan Pamulang adalahKecamatan Terbesar kedua di Kota Tangerang Selatan. Dalam melaksanakan pekerjaannya wanita bekerja perlu mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan adalah stres kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja wanita di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2013. Di dalamnya akan dibahas mengenai faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan kerja, serta stres kerja (variabel dependen).
Penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan, sedangkan yang menjadi sampel ialah wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan yang dipilih secara random, dengan menggunakan metode cluster random sampling sejumlah 248 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres kerja lebih banyak daripada responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar 53,2% (132 Orang). Dan berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa beban kerja (Pv=0,000), perkembangan teknologi (Pv=0,031), bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji (Pv=0,007), ketidakpastian ekonomi (Pv=0,003), penghargaan kerja (Pv=0,003), kejenuhan kerja (Pv=0,000), dan pelecehan seksual (Pv=0,022) memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja.
Untuk meminimalisir terjadinya stres kerja wanita bekerja yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, disarankan untuk dapat melakukan beberapa cara seperti mengembangkan keterampilan, memperbanyak jaringan dukungan sosial, menambah wawasan teknologi, maupun berusaha menghargai hasil kerja diri sendiri.
(6)
iv
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
Skripsi, July 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009
Factors Related with Job Stress on Women Workers in South Tangerang City, District Pamulang Year 20 13
xxii + 160 pages, 45 tables, 3 images, 3 attachments
ABSTRACT
An increasing number of women workers in South Tangerang from 2010 to 2011 was as much as 23.84%. Pamulang district is the second largest district in South Tangerang City. In carrying out for doing women worker’s job need to be protected, because the work they are exposed to various risks that may interfere with the safety and occupational health. One of the health problems receive less attention from the company is job stress. Therefore, the need to do research on the factors associated with job stress.
This study aims to determine the factors associated with work stress on women workers in District Pamulang, South Tangerang City year 2013. It’ll be discussed on organizational factors, individual factors, and factors of the work environment, and job stress is the dependent variable.
This research is quantitative research. The population in this study were all working women who reside in District Pamulang South Tangerang City, while the sample was female workers in South Tangerang City District Pamulang were selected at random, using a random sampling method that some 248 people. The research method used was a cross-sectional approach. Data obtained and performed statistical tests with chi square formula.
The results showed that workers who have job stress is more than those who did not experience job stress is equal to 53.2% (132 people). And based on the results of the bivariate analysis, it is known that the work load (Pv=0.000), technological development (Pv=0.031), increased responsibility without increased salary (Pv=0.007), economic uncertainty (Pv=0.003), the award of work (Pv=0.003 ), job burnout (Pv=0.000), and sexual harrasment (Pv=0.022) had a significant relationship with job stress.
To minimize the job stress on working women caused by factors related to job stress, it is advisable to be able to perform a number of ways such as developing skills, expand social support networks, increase knowledge of technology, and try to appreciate your work.
(7)
(8)
(9)
vii
KATA PENGANTAR
هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل اAlhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, kesempatan dan segala kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”.
Penulisan skripsi ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Ayahanda dan Ibunda di Pamulang yang selalu mendo’akan secara tulus, memberikan semangat, kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun
materil, serta saudara-saudaraku terima kasih untuk semuanya.
2. Bapak Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin Sp And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA selaku
Dosen Pembimbing Skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingannya kepada
penulis.
5. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, selaku penguji skripsi, dosen pembimbing akademik
(10)
viii
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK
selaku penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran serta pendidikan kepada
penulis.
7. Dosen-dosen tenaga pengajar program studi kesehatan masyarakat serta dosen tamu
yang telah memberikan ilmu yang begitu banyak pada penulis.
8. Bapak Kepala Kecamatan dan kepala Kelurahan se-Pamulang yang telah memberikan
izin penulis untuk melakukan penelitian ini.
9. Seluruh wanita bekerja yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian
ini.
10.Sahabat-sahabat K3 2008 yang selalu memberikan semangat. Sukses hari ini
cerminan sukses esok hari.
Serta semua pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi
perkembangan ilmu dan pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
kalangan akademisi serta pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi khususnya
mengenai stres kerja pada wanita bekerja.
هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا و
Jakarta, Juli 2013
(11)
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENELITIAN ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Pertanyaan Penelitian ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
1. Tujuan Umum ... 9
2. Tujuan Khusus ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
(12)
x
2. Bagi Wanita Bekerja ... 10
F. Ruang Lingkup ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Definisi Dan Permasalahan Wanita Bekerja ... 11
1. Definisi Wanita Bekerja ... 11
2. Permasalahan Wanita Bekerja ... 12
B. Definisi Stres ... 13
C. Definisi Stres Kerja ... 14
D. Faktor Penyebab ... 15
1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council ... 15
a. Faktor Organisasional ... 16
1) Kurangnya Otonomi Kerja ... 16
2) Beban Kerja ... 16
3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ... 18
4) Pelatihan ... 20
5) Karir ... 22
6) Hubungan dengan Atasan/Majikan... 24
7) Perkembangan Teknologi ... 26
8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ... 27
9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat) ... 28
(13)
xi
1) Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab
Keluarga ... 29
2) Ketidakpastian Ekonomi ... 30
3) Penghargaan Kerja ... 32
4) Kejenuhan Kerja ... 33
5) Perawatan Anak ... 35
6) Hubungan dengan Rekan Kerja ... 36
c. Faktor Lingkungan... 37
1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi, Suhu, dll) ... 37
2) Diskriminasi Ras ... 39
3) Pelecehan Seksual ... 39
4) Kekerasan di Tempat Kerja ... 41
5) Kemacetan ... 43
2. Penyebab Stres Menurut Hurrel ... 44
a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan ... 44
1) Tuntutan Fisik ... 44
2) Tuntutan Tugas ... 45
a) Kerja Shift ... 45
b) Beban Kerja ... 45
c) Paparan dari Risiko dan Bahaya ... 45
b. Peran individu dalam organisasi ... 46
(14)
xii
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran ... 47
c. Pengembangan Karir ... 47
1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity) ... 47
2) Promosi Berlebih dan kurang ... 48
d. Hubungan Dalam Pekerjaan ... 48
e. Struktur Dan Iklim Organisasi ... 48
f. Tuntutan Dari Luar Organisasi atau Perusahaan ... 49
g. Karakteristik Individu ... 49
3. Penyebab Stres Menurut Cooper dan Davidson ... 49
4. Penyebab Stres Menurut Greenberg (2002) ... 51
a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Pekerjaan ... 51
1) Sumber Intrinsik pada Pekerjaan ... 51
2) Peran di Dalam Organisasi ... 51
3) Perkembangan Karir ... 51
4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja ... 51
5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja ... 51
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik Individu ... 52
c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi ... 52
5. Penyebab Stres Menurut Robbins ... 52
a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan ... 52
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi ... 52
(15)
xiii
E. Gejala-Gejala Stres Kerja... 53
F. Pengukuran Stres ... 55
G. Dampak Stres Kerja ... 57
H. Manajemen Stres ... 58
I. Kerangka Teori... 65
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 67
A. Kerangka Konsep ... 67
B. Definisi Operasional ... 69
C. Hipotesis ... 74
BAB IV METODE PENELITIAN ... 76
A. Desain Penelitian ... 76
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 76
C. Populasi dan Sampel ... 76
D. Instrumen Penelitian ... 80
E. Jenis Data ... 84
F. Pengolahan Data ... 85
G. Analisa Data ... 85
BAB V HASIL ... 87
A. Gambaran Kecamatan Pamulang ... 87
B. Gambaran Stres Kerja ... 89
C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja ... 89
(16)
xiv
1. Faktor Organisasional ... 89
a. Beban Kerja ... 89
b. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ... 90
c. Pelatihan Kerja... 91
d. Karir ... 92
e. Hubungan dengan Atasan/Majikan ... 93
f. Perkembangan Teknologi... 94
g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ... 94
2. Faktor Individual ... 95
a. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga ... 95
b. Ketidakpastian Ekonomi ... 95
c. Penghargaan Kerja ... 96
d. Kejenuhan Kerja ... 97
e. Perawatan Anak ... 97
f. Hubungan dengan Rekan Kerja ... 98
3. Faktor Lingkungan ... 99
a. Kondisi Lingkungan Kerja ... 99
b. Pelecehan Seksual ... 100
c. Kekerasan di Tempat Kerja ... 100
d. Kemacetan ... 100
(17)
xv
1. Beban Kerja dengan Stres Kerja ... 101
2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja ... 102
3. Pelatihan dengan Stres Kerja ... 102
4. Karir dengan Stres Kerja ... 103
5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja ... 104
6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja ... 104
7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dengan Stres Kerja ... 105
8. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga dengan Stres Kerja ... 106
9.Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja... 106
10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja ... 107
11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja ... 108
12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja ... 108
13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja ... 109
14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja ... 110
15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja ... 110
16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja ... 111
17. Kemacetan dengan Stres Kerja ... 112
BAB VI PEMBAHASAN ... 113
A. Keterbatasan Penelitian ... 113
B. Stres Kerja Pada Pekerja Waita di Kecamatan Pamulang ... 114
(18)
xvi
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ... 120
E. Pelatihan ... 122
F. Karir ... 124
G. Hubungan dengan Atasan/Majikan ... 126
H. Perkembangan Teknologi ... 127
I. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ... 129
J. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga .... 130
K. Ketidakpastian Ekonomi... 132
L. Penghargaan Kerja ... 133
M. Kejenuhan Kerja ... 136
N. Perawatan Anak ... 137
O. Hubungan Rekan Kerja ... 138
P. Kondisi Lingkungan Kerja ... 139
Q. Pelecehan Seksual... 140
R. Kekerasan di Tempat Kerja ... 143
S. Kemacetan ... 144
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 146
A. Simpulan ... 146
B. Saran ... 147
1. Bagi Wanita Bekerja ... 147
2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 149
(19)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden ... 55
Tabel 3.1 Faktor Dependen ... 69
Tabel 3.2 Faktor Independen ... 69
Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu ... 78
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun ... 87
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang menurut Umu Angkatan Kerja dan Tahun ... 88
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 89
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 89
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 90
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 91
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 91
(20)
xviii
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Karir Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 92
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Karir Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 92
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Atasan/Majikan Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 93
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Atasan
/Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 93
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara
Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 95
Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 95
Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Penghargaan Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 96
Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja Wanita
(21)
xix
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 97
Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 98
Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Rekan
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ... 98
Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99
Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual Terhadap
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99
Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100
Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan yang Dialami
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100
Tabel 5.25 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 101
Tabel 5.26 Distribusi Responden Menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ... 102
Tabel 5.27 Distribusi Responden Menurut Pelatihan dan Stres Kerja
(22)
xx
Tabel 5.28 Distribusi Responden Menurut Karir dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 103
Tabel 5.29 Distribusi Responden Menurut Hubungan dengan
Atasan/Majikan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 104
Tabel 5.30 Distribusi Responden Menurut Perkembangan Teknologi dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 104
Tabel 5.31 Distribusi Responden Menurut Bertambahnya Tanggung Jawab
Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 105
Tabel 5.32 Distribusi Responden Menurut Pertentangan antara Pekerjaan
dengan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ... 106
Tabel 5.33 Distribusi Responden Menurut Ketidakpastian Ekonomi dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 106
Tabel 5.34 Distribusi Responden Menurut Penghargaan Kerja dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ... 107
Tabel 5.35 Distribusi Responden Menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja
(23)
xxi
Tabel 5.36 Distribusi Responden Menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108
Tabel 5.37 Distribusi Responden Menurut Hubungan Rekan Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 110
Tabel 5.38 Distribusi Responden Menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 110
Tabel 5.39 Distribusi Responden Menurut Pelecehan Seksual dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ... 110
Tabel 5.40 Distribusi Responden Menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 ... 111
Tabel 5.41 Distribusi Responden Menurut Kemacetan dan Stres Kerja
(24)
xxii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Model Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson (1987) ... 50
Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja... 66
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Stres Kerja ... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 161
2. Kuesioner Penelitian ... 163
3. Output SPSS Univariat ... 175
(25)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara anggota deklarasi milenium Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tahun 2000 bersama 189
negara lainnya. Dalam konferensi tersebut, Indonesia sepakat untuk mengadopsi
tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) karena
Indonesia meyakini bahwa MDGs memang sejalan dengan tujuan pembangunan
Indonesia (United Nations Development Group, 2003).
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) terdiri
dari delapan tujuan. Masing-masing tujuan memiliki satu atau lebih target beserta
masing-masing indikatornya. Tujuan ke tiga dalam MDGs adalah mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Targetnya adalah menghilangkan
ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 serta semua
jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Salah satu indikator pencapaiannya
adalah kontribusi wanita dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian (United
Nations Development Group, 2003). Pencapaian tujuan ketiga dalam MDGs
memberikan kesempatan kepada wanita untuk dapat berperan aktif di dalam dunia
kerja. Selain itu, tuntutan beban hidup di zaman sekarang juga memungkinan
banyaknya wanita yang masuk ke dalam dunia kerja. Keadaan ekonomi keluarga
yang kurang, mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi kerja di luar
rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman, 1994
(26)
Menurut hasil Survey Angakatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah wanita yang bekerja sebesar
34,94% dan pria yang bekerja sebesar 57,75% dari jumlah angkatan kerja umur
produktif (15-64 tahun). Sedangkan pada hasil SAKERNAS 2011, wanita yang
bekerja adalah sebesar 35,83% dan pria bekerja sebesar 58,35% dari jumlah
angkatan kerja umur produktif (15-64 tahun) (pusdatinaker-KEMENAKERTRANS,
2012). Hal ini menunjukkan bahwa wanita bekerja di indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya.
Pekerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding pekrja
laki-laki. Tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang diberikan antara
pegawai wanita dan laki-laki berbeda. Kebanyakan pekerja wanita juga masih
memperoleh gaji yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita
mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan gaji rendah dan kurang terlindungi serta
menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan
tanpa gaji. Dalam perkembangan karir, pada pekerjaan yang formal wanita sering
menghadapi kendala untuk mendapatkan kenaikan pangkat, posisi, maupun jabatan,
karena masih adanya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Permasalahan
lainnya yaitu adanya peran ganda yang dimiliki wanita bekerja. Peran ganda seorang
wanita, selain mempunyai tangggung jawab di rumah sebagai istri maupun seorang
ibu, di luar rumah banyak wanita berperan sebagai pencari nafkah. Jika kedua peran
tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, dapat menimbulkan konflik peran
(27)
3 Diharapkan dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja wanita bisa
mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai
risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
sehinggadapat terhindar dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan, atau penyakit
akibat kerja. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang tenaga kerja wanita yang memuat waktu kerja, waktu melahirkan,
perlindungan dari jenis pekerjaan terburuk, dan sebagainya. Disamping itu, tenaga
kerja wanita juga berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial. Untuk itu, tempat dan lingkungan kerja harus
mendukung terciptanya keselamatan dan kesehatan para pekerja.
Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan
adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina, 2008). Stres
dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 ; Hawari,2001). Sedangkan stres
yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat
tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta
tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya (WHO, 2003).
Penyebab terjadinya stres bermacam-macam faktornya. National Safety Council
(2004) menyebutkan bahwa penyebab dari stres kerja terdiri dari faktor
organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional
diantaranya yaitu kurangnya otonomi, kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan penyelia yang buruk,
(28)
bertambahnya gaji ,serta pekerja dikorbankan atas penurunan laba yang diperoleh.
Faktor individual diantaranya yaitu pertentangan antara karir dan tanggung jawab
keluarga (double burden), ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan
pengakuan kerja, kejenuhan dan ketidakpuasan kerja, perawatan anak yang tidak
adekuat, serta konflik dengan rekan kerja. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya
yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual,
kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.
Dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap
organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap
organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat
produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya
kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara
produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan
fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan
tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya
kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya
adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan,
psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002).
Dampak-dampak tersebut diperkuat oleh penelitian Randall Schuller (1980) yang
dikutip oleh Jacinta F. Rini (2002) didapatkan bahwa stres pada pekerja berbanding
lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan
(29)
5 Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja
dengan produktivitas pekerja wanita di bagian linting rokok PT Gentong Gotri
Semarang. Menurut Peni Tunjungsari (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan PT. Pos
Indonesia (Persero) Bandung. Pada hasil penelitian Suroso dan Siahaan (2006)
diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya
semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang
dihasilkan.
Kota Tangerang Selatan adalah kota yang resmi memisahkan diri dari Kabupaten
Tangerang tanggal 28 Oktober 2008 merupakan salah satu kota termuda yang
strategis karena dikelilingi oleh daerah-daerah yang memiliki aktifitas perdagangan
yang ramai dan banyaknya peluang pekerjaan yang ada. Dalam statistik daerah Kota
Tangerang Selatan 2011, pada tahun 2010 jumlah wanita yang bekerja sebanyak
34,96% wanita usia kerja sedangkan priayang bekerja sebanyak 74,32% pria usia
kerja. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah wanita yang bekerja sebanyak 45,29%
wanita usia kerja sedangkan pria yang bekerja sebanyak 77,07% laki-laki usia kerja
(BPS Kota Tangerang Selatan, 2011). Peningkatan jumlah wanita yang bekerja dari
tahun 2010 sampai tahun 2011 adalah sebanyak 23,84%. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah wanita di Tangerang Selatan yang bekerja cukup tinggi untuk kota
yang terbilang muda.
Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan.
Kecamatan Pamulang merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat
(30)
yang strategis, karena sebelah timur berbatasan dengan kota Jakarta Selatan Provinsi
DKI Jakarta serta sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kota
Depok provinsi Jawa Barat yang memiliki aktifitas perdagangan yang ramai dan
banyaknya peluang pekerjaan yang ada.
Dari hasil studi pendahuluan stress kerja pada pekerja wanita yang dilakukan
kepada 15 responden di kecamatan pamulang, peneliti mendapatkan responden yang
mengalami stres sebesar 53,3%. Dan faktor independent penyebab stres yang
dirasakan responden diantaranya yaitu kuota yang tidak logis 13,3%, relokasi
pekerjaan 40% tidak nyaman, kurangnya pelatihan 26,7%, karir melelahkan 53,3%,
hubungan yang buruk dengan majikan 13,3%, perkembangan teknologi 13,3%,
pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji 53,3%, pertentangan
karir-keluarga 26,7%, ketidakpastian ekonomi 13,3%, kurangnya penghargaan 66,7%,
kejenuhan kerja 66,7%, perawatan anak 46,7%, hubungan yang buruk dengan rekan
kerja 26,7%, kondisi lingkungan kerja buruk 6,7%, pelecehan seksual 46,7%,
kekerasan di tempat kerja 53,3%, kemacetan 60%.
Berdasarkan data yang telah disebutkan diatas, maka penulis tertarik untuk
meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di
wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini belum pernah
diadakan di Kecamatan Pamulang, sehingga relevan untuk diangkat sebagai
permasalahan dalam penelitian ini yang berjudul “faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota
(31)
7
B. Rumusan Masalah
Seorang wanita yang memiliki kondisi ekonomi lemah maupun karena
kebutuhan ekonomi yang dirasa kurang olehnya membuat dirinya ingin berperan
aktif di dunia kerja. Kecamatan Pamulang sebagai kecamatan dengan penduduk
terpadat kedua di Kota Tangerang Selatan dan berdekatan dengan daerah-daerah
perdagangan yang ramai, memungkinkan wanita yang masuk ke dunia kerja
meningkat.
Wanita yang bekerja memiliki risiko yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap kesehatannya, baik dari lingkungan kerjanya maupun dari luar lingkungan
kerja. Selain mempunyai tanggung jawab sebagai wanita yang bekerja, wanita
bekerja yang berstatus menikah juga mempunyai tanggung jawab di rumahnya baik
sebagai istri ataupun seorang ibu. Disamping itu, pekerja wanita sering mendapatkan
perlakuan yang berbeda dibanding laki-laki yang bekerja. Tunjangan yang lebih
sedikit, gaji yang lebih kecil, sulitnya mengembangkan karir di pekerjaan formal,
dan kebanyakan wanita bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah dan
tidak tetap. Sehingga pekerja wanita lebih rentan terhadap stres kerja. Akan tetapi
karena stres merupakan gangguan kesehatan yang sifatnya abstrak, banyak
perusahan kurang memberi perhatian terhadap stres pada pekerjanya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 15 responden pekerja
wanita, didapatkan bahwa 53,3% responden di kecamatan Pamulang mengalami
stres. Stres akibat kerja dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja yang
mempengaruhi kinerja dan produktifitas kerjanya. Selain itu, stres kerja juga
(32)
kenormalan aktivitas kerja, meningkatnya ketidak hadiran pekerja dan menimbulkan
kerugian finansial perusahaan akibat tidak imbangnya antara produktifitas dengan
biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya kepada
pekerja. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di
wilayah Kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan
Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
6. Apakah ada hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
7. Apakah ada hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja
(33)
9
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan
Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
e. Diketahuinya hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
f. Diketahuinya hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
g. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita
(34)
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan akan memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan dalam bidang sumber daya manusia khususnya tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja.
2. Bagi Wanita Bekerja
Mendapatkan pengetahuan terkait cara mencegah stres kerja yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sehingga
stres pada wanita bekerja dapat mengalami penurunan.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pamulang
,Kota Tangerang Selatan, dengan menggunakan desain studi cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Mei 2013. Penelitian ini perlu dilakukan karena berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
terhadap 15 responden wanita bekerja, didapatkan bahwa 53,3% responden di
kecamatan Pamulang mengalami stres kerja dan banyaknya risiko wanita bekerja
(35)
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Permasalahan Wanita Bekerja 1. Definisi WanitaBekerja
Wanita bekerja adalah wanita yang bekerja dan mendapatkan upah (Hoffman
dan Nye, 1984). Menurut Kardamo (1988) wanita bekerja adalah wanita yang
bekerja mengandalkan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan uang agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan wanita bekerja menurut Suranto
dan Subandi (1998) yaitu seorang wanita yang melakukan aktifitas formal atau
nonformal di tempat kerja yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Chusniah (2010) memaparkan bahwa wanita bekerja
merupakan seorang wanita yang memiliki aktifitas di luar rumah (misalnya guru,
pedagang, buruh pabrik dan lainnya) serta melakukan sebuah kegiatan yang
menguras tenaga dan kemampuannya dalam melakukan suatu hal untuk
mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Semua wanita yang bekerja harus
mempersiapkan diri menghadapi konflik, karena dimana pun mereka melakukan
pekerjaannya, memungkinkan munculnya suatu konflik. Konflik berpotensi
(36)
2. Permasalahan Wanita Bekerja
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja wanita antara lain seperti
upah (gaji) yang tidak sebanding dengan gaji laki-laki. Walaupun besarnya upah
pokok pegawai laki-laki dan wanita sama, akan tetapi tunjangan keluarga dan
tunjangan kesehatan diberikan antara pegawai wanita dan laki-laki berbeda.
Seorang pegawai wanita yang memiliki status menikah ataupun lajang, tetap
dianggap berstatus lajang. Sehingga seorang pegawai wanita yang telah menikah,
hanya mendapat tunjangan untuk dirinya sendiri tanpa mendapatkan tambahan
tunjangan untuk suami atau anaknya (Deka, 2009).
Deka (2009) menambahkan bahwa wanita yang bekerja masih memperoleh
upah yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita mendominasi jenis
pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi serta menjadi mayoritas
pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan tanpa upah.
Permasalahan selanjutnya adalah perkembangan karier wanita dibandingkan
dengan laki-laki pada sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk
melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena
melekatnya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Selain itu peran
ganda seorang wanita masa sekarang, selain mempunyai tangggung jawab di
rumah sebagai istri maupun seorang ibu, juga di luar rumah sebagai wanita karir.
Jika kedua peran tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, maka dapat
memungkinkan terciptanya kehidupan yang tidak harmonis. Pencapaian peran
(37)
13
akhirnya dapat menjadi pemicu stres kerja pada wanita yang bekerja (Rini,
2002).
B. Definisi Stres
Stres dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik
terhadap setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 dalam Hawari,2001).
Menurut National Safety Council (2004), stres adalah ketidakmampuan mental, fisik,
emosional, dan spiritual seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu
dapat mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Richard Lazarus (1983) dalam
Seaward (1994) mendefinisikan stress sebagai keadaan kecemasan yang timbul
ketika peristiwa dan tanggung jawab melebihi kemampuan seseorang dalam
mengatasinya.
Menurut Schuler (1980) dalam Robbins (1998) stres merupakan sebuah
kondisi yang dinamis dalam diri seseorang dihadapi dengan suatu kesempatan,
paksaan, ataupun tuntutan terhadap apa yang seseorang tersebut inginkan serta untuk
suatu hasil yang dirasa tidak menentu dan penting. Dalam hal ini, stres merupakan
kondisi dalam diri seseorang yang tidak menentu terhadap suatu hal yang dihadapai
dengan hasil yang tidak menentu pula.
Stres terdiri dari 3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress.
Eustress merupakan stres yang baik, biasanya ada pada individu yang sedang mencari motivasi atau inspirasi. Situasi yang biasanya menimbulkan eustress adalah
situasi yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman tetapi bisa
(38)
memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress
dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres (Seaward,1994). Dalam
pandangan saat ini istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah
"tekanan" sering digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University,
2013).
Dari beberapa definisi mengenai stres tersebut dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan suatu kondisi yang terjadi dimana tuntutan yang didapatkan seseorang
dirasakan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan seseorang untuk mengatasi
tuntutan tersebut yang pada suatu waktu dapat menimbulkan gangguan kesehatan
maupun dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang tersebut.
C. Definisi Stres Kerja
Stres kerja adalah keadaan psikis yang terjadi sebagai wujud
ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara persepsi seseorang terhadap tuntutan
yang dimilikinya (yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka
dalam mengatasi tuntutan tersebut (Cox,1981; Miller 2000). Hal ini secara tidak
langsung menjelaskan bahwa stres kerja merupakan suatu yang bersifat mendasar
pada individu, mempengaruhi muatan pengalaman yang berhubungan secara
subjektif dalam mempersepsikan stressor (Handy, 1988; Miller,2000).
Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi antara
sumber-sumber stress yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik individu,
dan stressor di luar organisasi. World Health Organization (2003) menjelaskan
(39)
15
yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan
pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu
menanggulanginya. Dari beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh
tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuannya dalam menaggulangi tuntutan
tersebut.
D. Faktor Penyebab
Setiap aspek di dalam pekerjaan berpotensi menjadi pembangkit stres.
Sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak optimal dalam menjalankan
fungsinya atau yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak hanya dari satu
macam pembangkit stres saja tetapi dapat disebabkan dari beberapa pembangkit
stres, sebagian besar diantaranya adalah dari jumlah waktu bekerja individu
tersebut. Tiap tenaga kerja dapat menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi
menjadi situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya di dalam pekerjaan
juga dipengaruhi oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di sekolah, di
tempat perkumpulan, dan sebagainya (Munandar, 2006).
1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council
Dalam National Safety Council (2004), penyebab stres kerja
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: faktor organisasional, faktor
(40)
a. Faktor Organisasional
1) Kurangnya Otonomi Kerja
Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan individu
(otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata
letak kerja fisik. Lebih banyak ketergantungan antara tugas-tugas
seseorang dan tugas lainnya, lebih berpotensi terhadap adanya stres. Di
sisi lain, otonomicenderung dapat mengurangi stres (Robbins, 1998).
Seseorang yang diberikan otonomi dalam pekerjaannya dapat
memungkinkan berkurangnya stres dalam dirinya, hal ini didukung oleh
penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa pekerja yang bekerja
secara mandiri ada 78,4% yang tidak mengalami stres sedangkan yang
tidak bekerja secara mandiri ada 54,5% yang mengalami stres, dan dalam
penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
otonomi kerja dengan stres kerja.
2) Beban Kerja
Tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja terlalu banyak atau terlalu
sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu akan menimbulkan beban
kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja berlebih atau
terlalu sedikit kualitatif adalah apabila pekerja merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, ataupun suatu tugas yang tidak disertai
(41)
17
Tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan
cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut
melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan
kepada pekerja tersebut untuk menyelesaikannya (Davis dan
Newstrom,1989 dalam Margiati,1999).
Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban
berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Pada saat-saat tertentu dan
dalam hal tertentu, waktu akhir (deadline) dapat meningkatkan motivasi
dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dan pada pekerjaan yang
menitikberatkan pada pekerjaan otak membuat pekerjaan menjadi
semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan
bertambah tingginya tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006).
Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan
kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang
rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan
merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya
(Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006).
Dalam hal ini, penelitian Airmayanti (2010) dan bida (1995)
mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan stres kerja yang dialami oleh responden dalam penelitiannya
masing-masing. Untuk beban kerja kuantitatif, Salafi Nugrahani (2008)
menerangkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif
(42)
yang dirasakan pekerja, maka tingkat stres yang dialami akan semakin
berat dan sebaliknya.
Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi pekerja yang
disebabkan oleh beban kerja adalah dengan menambah gaji yang diterima
pekerja maupun dengan memberikan motivasi yang membuat pekerja
tidak merasa beban kerjanya terlalu berat. Karena menurut Sedamayanti
(2009) yang dikutip dalam Airmayanti (2010) kesediaan pegawai untuk
menyesuaikan beban kecepatan kerjanya selama jam kerja adalah dengan
menambah gaji/pendapatan yang diterima pekerja maupun motivasi
lainnya.
3)Relokasi (Mutasi) Pekerjaan
Menurut kamus besar bahasa indonesia, mutasi (relokasi kerja)
adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain. Relokasi
(mutasi) kerja merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja
lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab sama atau
berubah (Ghufroni, 2010). Menurut Alex S. Nitisemito (1982) yang
dikutip oleh Zaini (2012) pengertian mutasi adalah kegiatan yang
dilakukan atas persetujuan pimpinan perusahaan untuk memindahkan
karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat
atau sejajar. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002) dalam Zaini
(2012) mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan
(43)
19
tenaga kerja ke situasi tertentu diharapkan agar tenaga kerja tersebut
mendapatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang
maksimal kepada perusahaan. H. Malayu S.P. Hasibuan (2008) dalam
Zaini (2012) menyatakan bahwa pada dasarnya mutasi termasuk dalam
fungsi pengembangan karyawan, karena bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja perusahaan (institusi) tersebut.
Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan
Hasibuan SP (2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat
memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang
sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan
efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai
dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber
dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi
tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi
(mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih, 2008).
Dalam hasil penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara mutasi kerja dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Sehingga seseorang yang
pekerjaannya direlokasi/mutasi, memungkinkan dirinya akan mengalami
stres karena pekerjaannya yang berbeda dari sebelum dia
direlokasikan/dimutasi. Lain lagi dengan hasil penelitian yang didapat
Bida (1995), pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya
(44)
tidak. Ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun
kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja
yang dapat menimbulkan stres Davis dan Newstrom (1989) dalam
Margiati (1999).
4) Pelatihan
Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh perusahaan
untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan terkait kompetensi kerja
mencakup pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang penting untuk
kinerja yang sukses (Noe, 2000). Pelatihan atau training adalah salah
satu bentuk pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau
sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar
yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka
(Notoadmodjo, 1989). Menurut Andrew E. Sikula (dalam Notoadmodjo,
1989) training adalah proses pendidikan jangka pendek menggunakan
prosedur sistemik dan terorganisir dimana non-manajerial personil
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Pada bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip dalam Soekidjo Notoadmojo (1989), Alex S. Nitisemito menyatakan bahwa pelatihan
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang
bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah
laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan atau anggotanya
(45)
21
dan Sayles (dalam Notoadmodjo, 1989) mendefinisikan pelatihan sebagai
kegiatan merubah perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya
menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut lembaga administrasi
Negara (dalam Atmodiwirio, 2002), pelatihan adalah pembelajaran yang
dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat
(kinerjanya). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan (UU ketenagakerjaan no.13 tahun2003).
Menurut Soekidjo Notoadmodjo (1989) tujuan pokok dari setiap
training (pelatihan) adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang ditunjukkan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan
kebijaksanaan umum suatu pelatihan adalah agar pekerja dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, serta menyiapkan
mereka untuk dapat mengembangkan selanjutnya.
Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka
pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja
nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua
bidang dan/atau sector yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.31
tahun 2006 mengenai sistem pelatihan kerja nasional. Karena menurut
Denny (2011), seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak
(46)
mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat
menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan
kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya
tersebut.
5) Karir
Wanita yang bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan
skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan,
mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor
industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil,
garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya
wanita yang bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti
berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang
merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka,
2009).
Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal
tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Akan tetapi
dari kalangan pengusaha, lebih cenderung mempekerjakan perempuan
pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan
lebih rendah daripada laki-laki (Deka, 2009).
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit,
seringkali memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran.
(47)
23
bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga
validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi
menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi
pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009).
Kecilnya peluang untuk promosi, baik disebabkan oleh keadaan tidak
mengizinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat menjadi
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya
mendapat promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga
kerja merasa terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan dirinya belum
siap untuk berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan
bakatnya, hal tersebut juga dapat memicu stres kerja (Munandar, 2008).
Kecilnya peluang untuk promosi bagi wanita merupakan fenomena
gless ceiling. Fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan,
tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti,
2009).
Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa
pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh
terhadap stres kerja. Berbeda dengan Airmayanti (2010), Pandyi
Soegiono (2008) dalam jurnal aplikasi manajemen memaparkan hasil
penelitiannya yaitu pengaruh faktor tersendatnya karir bersifat positif
akan tetapi tidak signifikan terhadap stress kerja. Hal tersebut sesuai
(48)
dalam Soegiono (2008) yang menyatakan bahwa job content plateu
menjadi hal yang biasa di dalam organisasi dan memiliki pengaruh
terhadap stres kerja seseorang baik negatif (distress) maupun positif
(eustress), sehingga orang tersebut lebih mengutamakan tugas dan
imbalan (upah/gaji) yang diperoleh ketika bekerja. Menurut Davis dan
Newstrom (1989) yang dikutip Koesmono (2007) dalam Soegiono (2008)
menyatakan bahwa meningkatnya stress, diiringi dengan prestasi kerja
yang cenderung naik karena stres yang dimiliki membantu pekerja untuk
mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi standar kerjanya.
6) Hubungan Dengan Atasan/Majikan
Menurut hasil penelitian Buck (1972) dikutip oleh Novendra (1994),
bahwa kurangnya perilaku perhatian / pertimbangan dari seorang atasan
akan dapat mendorong kepada perasaan tekanan pekerjaan. Menurut
Munandar (2006) kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan
rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres
pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Perilaku yang kurang
menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari
pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai penuh stres.
Salah satu faktor utama yang berpengaruh dari seorang manajer yang
dikutip oleh Novendra (1994) adalah pengawasannya terhadap pekerjaan
orang lain. Ketidakmampuan untuk mendelegasi dapat menjadi suatu
(49)
25
interpersonal dari seorang manajer, manajer harus mempelajari bekerja
secara partisipatif. Menurut Gowler dan Legge (1956) dalam Novendra
(1994) diketahui bahwa faktor yang dapat digunakan pada partisipasi
suatu sebab dari keberhasilan, ketidakpastian dan stres para mananjer,
diantaranya adalah ketidaksesuaian dari kekuasaan formal dan kekuasaan
yang sebenarnya, manajer bisa mengalami pengikisan dari kekuasaan dan
peraturan formalnya serta kehilangan dalam memberi penghargaan,
manajer dapat menjadi subyek penekanan yang tidak dapat menjadi satu
antara berpartisipasi dan dalam hal meningkatkan jumlah produksi yang
tinggi serta bawahannya yang mungkin dapat menolak untuk
berpartisipasi.
Menurut Munandar (2006) menyatakan bahwa hubungan yang buruk
dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu
timbulnya stres dan absenteisme dalam bekerja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Britton (1989) yang dikutip oleh putri (2011)
memaparkan bahwa dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif
terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para pekerja. Hal tersebut
sejalan dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya
bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres.
Selain itu juga menurut Parasuraman,dkk (1992) yang dikutip oleh putri
(2011), dukungan sosial yang diterima seseorang dari atasannya, teman
(50)
meringankan beban seseorang yang mengalami kelelahan fisik,
emosional maupun mental.
Untuk membangun hubungan atasan-bawahan yang baik, dapat
dengan melakukan langkah dasar (Loh, 2013) seperti: mengerjakan
pekerjaan dengan baik dan patuhi peraturan yang ada d perusahaan,
berusaha memahami cara kerja atasan anda, bekerjalah sebagai bagian
dari perusahaan, apabila ada ketidaksepahaman dengan atasan segera
diselesaikan dengan baik, bersikap yang tidak menimbulkan kesan
"mengancam" posisi atasan anda, serta bersikaplah jujur dan tidak
berjanji secara berlebihan dapat memenuhi deadline tertentu.
7) Perkembangan Teknologi
Ketidakpastian teknologi ditandai dengan perubahan inovasi
teknologi yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi membuat
pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta
minimnya pengalaman yang dimiliki merupakan faktor pembangkit stres
kerja bagi pekerja (Robbins, 1998). Hal ini juga diperkuat oleh Rina Fiati
dan Nafi Inayati Zahro dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi &
Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 yang menyatakan bahwa
hubungan antara teknologi informasi dan tingkat stress pada wanita yang
bekerja adalah positif. Dan menurut hasil penelitian Kagawa (2013)
(51)
27
Indonesia mengatakan bahwa mereka membawa perangkat pribadinya
untuk bekerja dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka.
8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji
Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap
berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan salah satunya
adalah gaji. Pernyataan yang sama juga dipaparkan oleh Cooper dan
Davidson (1987) dalam Miller (2000) yaitu kepuasan terhadap
pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan
faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sejalan dengan Bida (1995)
yang pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna
antara gaji dan stres kerja.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Salafi Nugrahani (2008) yang
memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji
dengan tingkat stres yang dialami pekerja, yaitu semakin rendah
kepuasan pekerja terhadap gajinya, maka tingkat stres yang dialami akan
semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, berbeda dengan
penelitian Airmayanti (2010) yang memaparkan bahwa pengembangan
karier berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang mempengaruhi
stres kerja.
Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang
menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan
(52)
merasa puas. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah stres
kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif
signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Menurut Miller (2000) salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja
yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri.
9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat)
Perampingan organisasi merupakan serangkaian kegiatan, yang
dilakukan pada bagian dari manajemen organisasi dan dirancang untuk
meningkatkan efisiensi organisasi, produktivitas, dan /atau daya saing.
Kegiatan tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh manajer yang
berdampak pada jumlah tenaga kerja perusahaan, biaya, dan proses kerja
(Cameron, 1994).
Cameron (1994) mendefinisikan perampingan dalam 4 kriteria. Yang
pertama, perampingan merupakan serangkaian kegiatan yang sengaja
dilakukan oleh anggota organisasi. Kedua, perampingan biasanya
melibatkan pengurangan personel, meskipun tidak terbatas hanya pada
pengurangan personil. Berbagai strategi pengurangan personel yang
berhubungan dengan perampingan seperti pengalihan, memberikan
mutasi, insentif pensiun, paket pembelian, PHK, putus sekolah, dan
sebagainya.Yang ketiga, perampingan yang difokuskan pada peningkatan
efisiensi organisasi. Perampingan terjadi baik secara proaktif atau reaktif
(53)
29
pendapatan, atau untuk meningkatkan daya saing. Artinya, perampingan
dapat diimplementasikan sebagai reaksi defensif penurunan atau sebagai
strategi proaktif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dan terakhir,
Perampingan mempengaruhi proses kerja secara sadar ataupun tidak.
Misalnya pada kontrak tenaga kerja, apabila karyawan yang tersisa lebih
sedikit untuk melakukan jumlah beban kerja yang sama, hal ini
berdampak pada pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal
itu akan dilakukan.
b. Faktor Individual
1) Pertentangan Antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Menurut Beutell dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011)
bahwa seseorang dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila
merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan
keluarga. Dalam jurnal Lulus Margiati (1999) menunjukkan bahwa
banyak kasus, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka
yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperi
orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Hal ini disebabkan,
ketiadaan dukungan sosial tersebut menyebabkan perasaan yang
menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
Hasil serupa juga didapatkan Almasitoh (2011), bahwa perawat yang
memiliki konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang
(54)
Yang, Chen, Choi, & Zou, (2000) dalam wirkaristama (2011)
mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu:
1. Time-Based Conflict.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan
(keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).
2. Strain-Based Conflict.
Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi
kinerja peran yang lainnya.
3. Behavior-Based Conflict.
Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan
yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).
Menurt hasil penelitian Mayasari (2011), konflik pekerjaan keluarga berpengaruh terhadap stress kerja perawat wanita rumah sakit
balimed Denpasar. Selain itu juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Bida (1995) menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja.
2) Ketidakpastian Ekonomi
Saat keadaan ekonomi berubah tak menentu, kekhawatiran orang
mengenai keamanan dalam memenuhi kebutuhannya akan meningkat
(Robbins, 1998). Pada umumnya motivasi kerja kebanyakan tenaga kerja
(55)
31
mempunyai makna khusus karena memungkinkannya memiliki otonomi
keuangan, agar tidak selalu tergantung pada pendapatan suami. Kondisi
tersebut merupakan dorongan penyadaran peran wanita untuk berkiprah
di sektor publik. Pembagian kerja dan perencanaan di dalam keluarga
telah menyebabkan tidak saja beban berlebihan dan jam kerja panjang
bagi perempuan, tapi juga ketergantungan perempuan secara ekonomi.
Oleh karenanya perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor
publik sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu
(Nursyabani, 1999 dalam Fiati dan Zahro 2011).
Menurut Hermann, et al (1990) dalam Kendall, et al (2000) bahwa
ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu faktor yang dapat
menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari sumber daya
pribadi yang tetap konstan. penyesuaian psikologis secara signifikan
berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan (Melamed,
Grosswasser, dan Stern 1992 yang dikutip oleh Kendall, et al 2000).
Menurut hasil penelitian Fiati dan Zahro (2011), motivasi ekonomi
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat stres pada
wanita karir. Naiknya harga barang-barang kebutuhan, serta buruknya
kondisi ekonomi dapat menjadi faktor yang berpotensi menyebabkan
stres pada seseorang (Lianasari, 2009). Selanjutnya, ketidakpastian
ekonomi dapat menimbulkan kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam hal
ekonomi keuangan dianggap dapat membangkitkan stres bagi keluarga
(56)
3) Penghargaan Kerja
Dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain, setiap
orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang
dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan menghargai suatu
usaha atau pekerjaan seseorang yang bukan untuk kepentingan orang
tersebut adalah suatu keharusan dari segi kemanusiaan. Di sisi lain, orang
yang telah memberikan suatu hasil untuk orang lain atau untuk suatu
kelompok maupun suatu organisasi akan menginginkan hasilnya tersebut
dapat diterima dan dihargai oleh pihak yang berkepentingan. Pada
lingkungan kerja, pegawai memiliki keinginan untuk dihargai oleh
atasannya terhadap hasil kerjanya yang telah dicapai dengan sepenuh hati
dan kemampuannya Moenir (1983).
Penghargaan sering disamakan penyebutannya dengan insentif karena
keduanya memiliki persamaan sifat dan maknanya, tetapi jika dikaji
lebih dalam akan berbeda. Penghargaan diberikan kepada seseorang
untuk menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif
diberikan kepada seseorang agar orang yang bersangkutan dapat
berprestasi ataupun berjasa lebih baik lagi dari sebelumnya (Moenir,
1983).
Menurut moenir (1983), wujud penghargaan dalam lingkungan kerja
adalah penghargaan fisik dan penghargaan non fisik. Penghargaan fisik
(57)
33
Barang-barang yang bersifat konsumtif (sandang, pangan, dan kebutuhan
pokok lainnya) dan yang bersifat modal (rumah, kendaraan, maupun alat
kerja yang lain sesuai dengan profesi seseorang) termasuk dalam
penghargaan benda berupa barang. Sedangkan penghargaan non fisik
adalah penghargaan yang berhubugan dengan kepuasan rohani seseorang
dari sisi kemanusiaan. Memberikan ucapan terimakasih kepada seorang
bawahan atas hasil kerjanya merupakan wujud penghargaan yang
mendasar namun sederhana.
Dalam penelitian Pratiwi dan Laksmiwati (2012) didapatkan bahwa
dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres
dengan arah hubungan negatif. Hal ini didukung oleh Hezberg dalam
Munandar (2006) yang menyatakan bahwa apabila pekerja menganggap
gajinya terlalu rendah, pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan
sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, tenaga kerja
akan merasa puas dalam bekerja. Dengan mempertimbangkan kepuasan
kerja, pada pekerja dapat mengurangi potensi stres kerja pada pekerja
tersebut (Miller, 2000).
4) Kejenuhan Kerja
Gejala khusus dari kejenuhan kerja dapat berupa kebosanan, depresi,
rasa pesimis, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan,
tidak masuk kerja, dan kesakitan atau sakit. Kejenuhan kerja memiliki
(58)
bahwa dirinya hanya memiliki sedikit pengendalian terhadap
faktor-faktor di tempat kerja atau bahkan tidak memiliki pengendalian sama
sekali. Berdasarkan gambaran gambaran tersebut, kejenuhan kerja dapat
menjadi faktor pencetus stres kerja (National Safety Council, 2004).
Rahmawati (2007) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pola
sikap yang mencirikan kebosanan kerja diantaranya adalah sering tidak
masuk bekerja tanpa alasan yang jelas, keterlambatan, perubahan kerja
yang banyak, perdebatan dan bahkan kekerasan fisik. Kebosanan dalam
bekerja merupakan manifestasi dari stres kerja yang mengakibatkan
produktivitas kerja menurun, adanya ketidakpuasan kerja, kurang
motivasi, hilangnya gairah kerja (burnout), angka absen yang meningkat
(Prihantini, 2000 dalam Rahmawati, 2007).
Selanjutnya Saragih (2008) dalam penelitiannya mengenai kejenuhan
kerja terhadap stres kerja pada perawat, menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan
kejadian stres kerja pada responden penelitiannya. Hal ini diperkuat oleh
munandar (2006) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
berulang atau monoton (majemuk) dapat menimbulkan rasa bosan
maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang semakin tinggi dapat
menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut penelitian yang
dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar (2006)
bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada
(59)
35
Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih rendah rasa
kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi rendah
(Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan rendahnya tingkat
kejenuhan kerja (burnout) dapat meningkatkan kepuasan kerja (Mizmir,
2011). Tingginya kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat stres kerja
yang dialami pekerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi
negatif signifikan dengan stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara
untuk mengurangi potensi stres kerja karyawan yaitu dengan
mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.
5) Perawatan Anak
Menurut Wulanyani dan Sudiajeng (2006) dalam hasil penelitiannya
didapatkan bahwa urutan kedua tertinggi penyebab stres pada wanita
bekerja adalah masalah pengasuhan anak. masalah pengasuhan anak yang
menyebabkan pekerja wanita menjadi stres dialami oleh pekerja wanita
yang memiliki anak kecil. Apabila usia anak semakin kecil, maka
semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Perasaan bersalah yang
dimiliki pekerja wanita yang juga berperan sebagai ibu akibat
meninggalkan anaknya untuk bekerja merupakan persoalan yang sering
dipendam, apalagi tidak ada lagi orang yang dapat diandalkan untuk
(1)
192
Perawatan_Anak * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Perawatan_Anak Tidak Adekuat Count 16 8 24
% within Perawatan_Anak 66.7% 33.3% 100.0%
Adekuat Count 80 82 162
% within Perawatan_Anak 49.4% 50.6% 100.0%
Total Count 96 90 186
% within Perawatan_Anak 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.500a 1 .114
Continuity Correctionb 1.856 1 .173
Likelihood Ratio 2.549 1 .110
Fisher's Exact Test .130 .086
Linear-by-Linear Association 2.487 1 .115
N of Valid Cases 186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.61. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Perawatan_Anak (Tidak Adekuat / Adekuat)
2.050 .831 5.057
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 .977 1.865
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .659 .367 1.183
(2)
193
Hubungan_Rekan * Stres_Kerja
CrosstabStres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Hubungan_Rekan Buruk Count 4 4 8
% within Hubungan_Rekan 50.0% 50.0% 100.0%
Baik Count 128 112 240
% within Hubungan_Rekan 53.3% 46.7% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Hubungan_Rekan 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .035a 1 .853
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .034 1 .853
Fisher's Exact Test 1.000 .565
Linear-by-Linear Association .034 1 .853
N of Valid Cases 248
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Hubungan_Rekan (Buruk / Baik)
.875 .214 3.580
For cohort Stres_Kerja = Stres .938 .464 1.894
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres 1.071 .529 2.171
(3)
194
Kondisi_Lingkungan_Kerja * Stres_Kerja
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.175a 1 .075
Continuity Correctionb 2.689 1 .101
Likelihood Ratio 3.204 1 .073
Fisher's Exact Test .089 .050
Linear-by-Linear Association 3.162 1 .075
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.27. b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Stres_Kerja
To Stres Tidak Stres Kondisi_Lingkungan_
Kerja
Buruk Count 43 26
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 62.3% 37.7% 10
Baik Count 89 90
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 49.7% 50.3% 10
Total Count 132 116
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 53.2% 46.8% 10
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kondisi_Lingkungan_Kerja
(Mengganggu / Tidak mengganggu)
1.672 .947 2.952
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.253 .991 1.586
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .749 .535 1.049
(4)
195
Pelecehan_Seksual * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Pelecehan_Seksual Pernah Mengalami Count 43 22 65
% within
Pelecehan_Seksual
66.2% 33.8% 100.0%
Tidak Pernah Mengalami
Count 89 94 183
% within
Pelecehan_Seksual
48.6% 51.4% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within
Pelecehan_Seksual
53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.914a 1 .015
Continuity Correctionb 5.231 1 .022
Likelihood Ratio 6.012 1 .014
Fisher's Exact Test .020 .011
Linear-by-Linear Association 5.890 1 .015
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.40. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pelecehan_Seksual (Pernah Mengalami / Tidak Ada)
2.064 1.144 3.724
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.360 1.082 1.710
For cohort Stres_Kerja= Tidak Stres .659 .456 .952
(5)
196
Kekerasan_di_Tempat_Kerja * Stres_Kerja
CrosstabStres_Kerja
Total Stres
Tidak Stres Kekerasan_di_Tempat
_Kerja
Pernah Mengalami Count 22 10 32
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 68.8% 31.3% 100.0% Tidak Pernah
Mengalami
Count 110 106 216
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 50.9% 49.1% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.557a 1 .059
Continuity Correctionb 2.877 1 .090
Likelihood Ratio 3.653 1 .056
Fisher's Exact Test .086 .044
Linear-by-Linear Association 3.542 1 .060
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.97. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kekerasan_di_Tempat_Kerja (Pernah Mengalami / Tidak Ada)
2.120 .959 4.688
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 1.033 1.765
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .637 .374 1.084
(6)
197
Kemacetan * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kemacetan Terganggu Count 89 71 160
% within Kemacetan 55.6% 44.4% 100.0%
Tidak Terganggu Count 43 45 88
% within Kemacetan 48.9% 51.1% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kemacetan 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.043a 1 .307
Continuity Correctionb .789 1 .375
Likelihood Ratio 1.042 1 .307
Fisher's Exact Test .352 .187
Linear-by-Linear Association 1.038 1 .308
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.16. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kemacetan (Terganggu / Tidak Terganggu)
1.312 .779 2.210
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.138 .882 1.468
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .868 .664 1.134