Faktor Pemungkin enabling factors

Sahab 1997 mengatakan ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia sumber daya manusia, fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan bagi tenaga kerja. Perawat bertanggung jawab menjaga keselamatan diri sendiri dan klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan melalui penyebaran infeksi. Berbagai cara dalam mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja salah satunya pemakaian alat pelindung diri yang sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat pelindung wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau sepatu. Depkes RI, 2003. Salah satu Alat Pelindung Diri APD yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat dengan pasien selain masker adalah sarung tangan. Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, di samping pengunaan alat – alat medis yang steril dalam pengunaan alat – alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan. Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasif. Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga mengurangi penyebaran infeksi pada pasien DepKes, 2003.

2 Program K3RS

Program K3RS merupakan salah satu bentuk fasilitas pendukung yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja. Untuk menguatkan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan upaya K3RS guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja PAK sehingga produktifitas optimal Chiou ST, dkk, 2013. K3RS merupakan upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjungpengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjungpengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit. Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus ditetapkan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Program K3RS 1 Pengembangan kebijakan K3RS a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. setiap 3 tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan 2 Pembudayaan perilaku K3RS a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengantar pasienpengunjung rumah sakit. b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film, leaflet, poster, pamflet dll. c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja di setiap unit RS dan pada para pasien serta para pengantar pasienpengunjung rumah sakit 3 Pengembangan SDM K3RS a. Pelatihan umum K3RS b. Pelatihan intern rumah sakit, khususnya SDM per unit rumah sakit c. Pengiriman SDM rumah sakit untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan, seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3. 4 Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure SOP K3RS a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit; b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja; c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja ; d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS; e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran; f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit; g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan pengelolaan limbah Rumah Sakit; h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi; j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit; k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya B3; l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit kerja Rumah Sakit. 5 Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja a. Mapping lingkungan tempat kerja area atau tempat kerja yang dianggap berisiko dan berbahaya, areatempat kerja yang belum melaksanakan program K3RS, areatempat kerja yang sudah melaksanakan program K3RS, areatempat kerja yang sudah melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS; b. Evaluasi lingkungan tempat kerja walk through dan observasi, wawancara SDM Rumah Sakit, survei dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci 6 Pelayanan kesehatan kerja a. Melakukan pemeriksaan kesehatann sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah Sakit; b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang menderita sakit c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental rohani dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit; d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah Sakit yang bekerja pada areatempat kerja yang berisiko dan berbahaya; 7 Pelayanan Keselamatan kerja a. Pembinaan dan pengawasan keselamatankeamanan sarana ,prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit; b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit; d. Pengadaan peralatan K3RS. 8 Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan gas; b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis. 9 Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya Permenkes No.472 tahun 1996; b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan MSDS-Material Safety Data Sheet atau Lembar Data Pengaman LDP; lembar informasi dari pabrik tentang sifat khusus fisikkimia dari bahan, cara penyimpanan, risiko 10 Pengembangan manajemen tanggap darurat a. Menyusun rencana tanggap daruratsurvey bahaya, membentuk tim tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll; b. Pembentukan organisasitim kewaspadaan bencana; c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat denahnya laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular dll; e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap daruratbencana; f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan pengendalian bencana pada tempat-tempat yang berisiko tersebut; g. Membuat rambu-rambutanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi bencana; h. Memberikan Alat Pelindung Diri APD pada petugas di tempat-tempat yang berisiko masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll; i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit; j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat Rumah Sakit; k. Evaluasi sistem tanggap darurat. 11 Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3 a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan; b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka near miss dan celaka c. Pendokumentasian data 12 Review program tahunan a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self assessment akreditasi Rumah Sakit; b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung, observasi singkat, survey tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang; c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan kecelakaan akibat kerja; d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit. Sumber : KEPMENKES RI Nomor: 1087MENKESSKVIII2010 tentang Standar Kesehatan dan keselamatan kerja Di rumah sakit

c. Faktor Penguat reinforcing factors

Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan atau tidak dengan memberikan reward, insentif, dan punishment seperti undang-undang, kebijakan, SOP dan Pengawasan Notoatmodjo,2003. 1 Standar Operasional Prosedur SOP Menurut Lina 2004 dalam Desi 2013 SOP merupakan serangkaian prosedur kerja yang ada di perusahaan yang digunakan untuk mengendalikan jenis pekerjaan yang berpotensi terjadinya kecelakaan. Dalam suatu perusahaan, peraturan kerja biasanya diawali dari bentuk pedoman atau petunjuk kerja. Prosedur kerja ini berisi tentang keselamatan yang berkaitan dengan pengolahan material, proses menjalankan mesin atau pekerjaan lainnya. Prosedur kerja ini tidak dapat menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang penggunaan alat-alat pengaman. Sedangkan menurut Depkes RI 2004, Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika tidak diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani dengan baik maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi suatu ketentuan atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu yang perlu.

2 Pengawasan

Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka manajer harus melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pengcocokan, inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya terhadap kemungkinan kemungkinan adanya yang mungkin terjadi Sarwono, 1991. Syarat-syarat pengawasan agar pengawasan dapat berjalan efisien perlu adanya sistem yang baik daripada pengawasan tersebut. Sistem yang baik ini menurut William H. Newman seperti yang dikutip dari buku Sarwono 1991, memerlukan beberapa syarat sebagai berikut: