b. Manfaat Praktis
Memecahkan persoalan dalam mengetahui bagaimana posisi masing-masing media massa dalam menggambarkan suatu kasus, sehingga dapat diketahui adakah
hubungan antara masing-masing media massa dengan kasus tersebut.
D. Tinjauan Pustaka
Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini adalah skripsi berjudul
“ Pro Kontra Undang-Undang Pornografi di Media Cetak Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika
” karya Alfan Bachtiar, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai acuan karena perangkat penelitian yang digunakan sama dengan penelitian yang penulis lakukan, dan
kesamaan meneliti dua media massa. tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa
yang menjadi objek penelitian, konsep yang digunakan, dan hasil temuan dan analisa data.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing Robert N. Entman. Peneliti
menganalisis pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan pada Republika dan Media Indonesia edisi November 2010, dan menyimpulkan hasil temuan dari analisis
tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran
tentang bagimana Media Indonesia dan Republika mengkonstruksi kasus Gayus Tambunan dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari berita tersebut.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data yang valid maka subjek penelitian adalah Republika dan Media Indonesia. Objek yang dimaksud
adalah 4 berita mengenai kasus pada edisi November 2010. Penulis memilih 4 berita tersebut karena penulis menganggap 4 berita tersebut sudah mewakili gambaran
konstruksi Republika dan Media Indonesia terhadap kasus Gayus Tambunan di edisi November 2011.
3. Sumber Data
Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini adalah : a.
Primer Data primer bersumber dari pemberitaan pada Republika dan Media
Indonesia. b.
Sekunder Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang diperoleh tidak
secara langsung. Data sekunder bisa berupa dokumen, arsip, maupun laporan- laporan tertentu yang didapat oleh peneliti dari berbagai sumber.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di dua media. Pertama Republika yang beralamat di Jl. Buncit raya No. 37, Jakarta 12510 pada tanggal 5 Mei 2011, dan yang kedua Media
Indonesia yang beralamat di Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
– 11520 pada tanggal 31 Januari 2011.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Penulis mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar Media Indonesia dan Replubika yang memuat berita mengenai kasus Gayus
Tambunan. Sebagai data pendukung, penulis juga akan mencari data tentang subyek penelitian ini, yaitu Harian Media Indonesia dan Republika.
b. Wawancara
Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak redaksi tentang kebijakan redaksional Media Indonesia dan Republika dalam mengenmas pemberitaan
mengenai kasus Gayus Tambunan. c.
Studi Kepustakaan Library Research Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber
bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan
kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi
berbagai sumber data.
11
Penelitian mengenai pemberitaan kasus Gayus Tambunan pada surat kabar Media Indonesia dan Replubika memusatkan pada penelitian
kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedua
media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus Gayus tambunan. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara, maupun studi
keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N.Entman. untuk mempermudah pengolahan data, terlebih dahulu penulis menguraikan unit analisis
berita per-edisi yang ditabulasikan ke dalam tabel, kemudian penulis menguraikan isi atau inti berita-per berita yang juga ditabulasikan ke dalam sebuah tabel.
Akhirnya, unit analisis dari masing-masing subjek penelitian ditabulasikan ke dalam sebuah tabel yang memuat kecenderungan framingnya, yang pada model Robert N.
Entman dilakukan empat aspek, yakni : pertama, identifikasi masalah problem Identification
, kedua, identifikasi penyebab masalah causal interpretation, ketiga, evaluasi moral moral evaluation, keempat, saran penanggulangan masalah
treatment recommendation.
7. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi karya Hamid Nasuhi dkk yang
diterbitkan oleh CeQDA Center for Quality Development and Assurance Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
11
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2006, h. 192-193.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini akan menguraikan kajian teoritis mengenai teori ideologi media, yang menjelaskan adanya ideologi yang melandasi kebijakan media massa. Kemudian
menjelaskan tentang konsep media massa, berita, gatekeepers, teori konstruksi sosial, analisis framing, dan analisis framing model Robert N. Entman.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini memaparkan mengenai sejarah singkat, visi dan misi surat kabar tersebut, struktur redaksi dari Republika dan Media Indonesia.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang temuan dan analisa mengenai framing Republika
dan Media Indonesia mengenai kasus Gayus Tambunan edisi November 2010. BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Media massa
1. Definisi dan Karakteristik Media Massa
Istilah “media massa” merujuk pada alat atau cara terorganisasi untuk berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang khlayak
dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekedar alat semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi proses
pengaturan terhadap alat itu oleh warga masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun kesepakatan-kesepakatan lain.
12
Media massa Mass Media adalah saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-Rom,
komputer, TV, radio, dan sebagainya.
13
Menurut Kurt Lang dan Gladys Engel Lang, media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun
citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan
dirasakan individu-individu dalam masyarakat.
14
12
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi Jogjakarta : AR-Ruzz Media, 2010, h.198.
13
Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2008, h.41.
14
Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan Dalam Media Massa
Jakarta : Prenada Media Group, 2007, h. 264.
Menurut Cangara karakteristik dari media massa adalah:
15
1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari
banyak orang yakni mulai dari proses pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dengan penerima. 3.
Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang di saat yang sama.
4. Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televisi, surat kabar,
dan semacamnya. 5.
Bersifat terbuka, artinya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.
2. Efek Media Massa
Menurut M Chaffee, media massa mempunyai efek yang berkaitan dengan perubahan sikap, perasaan, dan prilaku komunikannya. Dari pernyataan tersebut
dapat dijelaskan bahwa media massa mempunyai efek kognitif, efek afektif, dan efek konatifbehavioral. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
16
15
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008, h.126.
16
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007, h.50-57
1. Efek Kognitif
Adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana
media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.
2. Efek Afektif
Tujuan dari media massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan
perasaan iba, terharu, sedih, gembira, dan sebagainya 3.
Efek Konatifbehavioral Merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk prilaku,
tindakan, atau kegiatan.
3. Fungsi Media Massa
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan fungsi dari media massa. Menurut Jay Black dan Federick C. Whitney 1988 fungsi dari media massa antara
lain;
17
1. to inform menginformasikan
2. to entertaint memberi hiburan,
3. to persuade membujuk, dan
4. transmission of the culture transmisi budaya.
17
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa Jakarta : PT raja Grafindo Persada, 2007 h. 64.
Dennis McQuail menambahkan fungsi media massa bagi individu dalam bukunya Teori Komunikasi Massa
18
1. Informasi
a. Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan
lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia. b.
Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan.
c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum.
d. Belajar, pendidikan diri sendiri.
e. Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan.
2. Identitas Pribadi
a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi.
b. Menemukan model perilaku.
c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain dalam media.
d. Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri.
3. Integrasi dan Interaksi Sosial
a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial.
b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dengan meningkatkan rasa
memiliki. c.
Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. d.
Memperoleh teman selain dari manusia.
18
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar t.tp; t.pn; t.t, h.72.
e. Membantu menjalankan peran sosial.
f. Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga,
teman dan masyarakat. 4.
Hiburan a.
Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan. b.
Bersantai. c.
Memperoleh kenikmatan jiwa, estetis. d.
Mengisi waktu. e.
Penyaluran emosi. f.
Membangkitkan gairah seksual.
B. Berita
1. Definisi berita
Secara etimologis dalam Bahasa Inggris, berita news berasal dan kata new baru. Jadi berita adalah peristiwa-peristiwa atau hal yang baru. Sedangkan
dikalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari : north utara, east timur, west barat, dan south selatan. Mereka mengartikan berita
sebagai laporan dari keempat penjuru angin tersebut, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat di dunia
19
. Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya “Reporting” mendefinisikan berita sebagai berikut :
“News is the timely reports of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a considerable number of people” Berita adalah
19
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003, h. 130.
laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar
penduduk .”
20
Dr. Willard G. Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca, dan berita yang terbaik adalah
berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar Wonohito, 1960:2.
21
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua
hal, yaitu peristiwa dan jalan cerita. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita.
22
Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan menyortir memilah- milih dan menentukan peristiwa dan tema dalam satu kategori tertentu.
23
Ada fator- faktor yang menentukan bagaimana berita tersebut diproduksi. Faktor-faktor tersebut
adalah:
24
1. Rutinitas Organisasi,
Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang dijalankan
setiap hari.
20
Ibid,h.131.
21
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik : Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik Bandung : Penerbit Nuansa, 2004, h. 103.
22
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru Jakarta : Penerbit Kalam Indonesia, 2005 h. 55
23
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media Yogyakarta: LkiS, 2002 , h.102
24
Ibid, h. 103-112
2. Nilai Berita
Nilai berita bukan hanya menentukan peristiwa apa yang akan diberitakan, tetapi juga bagaimana berita dikemas. Peristiwa tidak lantas dapat disebut
sebagai berita tetapi ia harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut memenuhi criteria nilai berita.
3. Kategori Berita
Kategori dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita
4. Ideologi ProfesionalObjektivitas
Objektivitas dalam produksi berita digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Objektivitas merupakan
standar professional yang berhubungan dengan jaminan bahwa apa yang disajikan adalah suatu kebenaran. Menurut Michael Bugeja Objectivity is
seeing the world as it is, not how you wish it were. objektivitas adalah
melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan semestinya.
25
25
Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2007, h. 44.
2. Nilai Berita:
Nilai berita menjadi suatu ukuran berita atau yang bisa diterapkan yang dapat menentukan berita itu layak untuk diterbitkan atau tidak . Nilai Berita tersebut antara
lain:
26
a. Immediacy, atau kerap diistilahkan dengan timelines, artinya terkait
dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi.
b. Proximity, ialah keterdekatan peristiwa dengan pembaca atau pemirsa
dalam keseharian hidup mereka. Orang-orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut kehidupan mereka.
c. Consequence, berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita
yang mengandung nilai konsekuensi. d.
Conflict, peristiiwa perang, demonstrasi, atau criminal merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan.
e. Oddity, peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan
diperhatikan segera oleh masyarakat. f.
Sex, Seks kerap menjadi elemen utama dari sebuah pemberitaan, tapi sering pula seks menjadi elemen tambahan bagi pemeberitaan tertentu,
seperti pada berita sports, selebritis, dan kriminal.
26
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 18-20.
g. Emotion, Elemen emotion ini kadang dinamakan elemen human interest.
Elemen ini menyangkut kisah-kisah yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, atau humor.
h. Prominence, elemen ini adalah unsur yang menjadi dasar istilah “names
make news”, nama membuat berita. Unsur keterkenalan selalu menjadi incaran pembuat berita.
i. Suspense, elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu,
terhadap sebuah peristiwa oleh masyarakat. Kisah berita yang menyampaikan fakta tetap merupakan hal yang penting. Kejelasan fakta
dituntut masyarakat. j.
Progress, elemen ini merupakan elemen “perkembangan” peristiwa yang ditunggu masyarakat.
3. Kategori Berita
Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut kategori berita. Secara umum, seperti dicatat Gaye Tuchman dalam
Eriyanto, wartawan memakai lima ketagori berita : hard news, soft news, spot news, developing news,
dan continuing news. Kategori tersebut dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
27
1. Hard news. Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori
berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori berita
27
Eriyanto, Analisis Framing, h. 109-110
ini adalah dari susut kecepatannya diberitakan. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news ini bisa peristiwa yang direncanakan, bisa juga
peristiwa yang tidak direncanakan. 2.
Soft news. Ketegori berita ini berhubungan dengan kisah manusiawi human interest. Jika dalam hard news, peristiwa yang diberitakan adalah
peristiwa yang terjadi saat itu dan dibatasi oleh waktu, maka soft news tidak. la bisa diberitakan kapan saja karena yang menjadi ukurannya
adalah apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak.
3. Spot news. Spot news adalah subklasifikasi dari berita yang berkategori
hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa
direncanakan. Peristiwa kebakaran, pembunuhan, kecelakaan, gempa bumi adalah jenis-jenis peristiwa yang tidak bisa diprediksikan.
4. Developing news. Developing news adalah subklasifikasi dari hard news.
Baik spot news maupun developing news umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi dalam developing news dimasukan
elemen lain, peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya.
5. Continuing news. Continuing news adalah subklasifikasi lain dari hard
news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksikan dan
direncanakan.
4. Proses Penulisan Berita
Selain dibentuk dalam berbagai jenis, berita pun disajikan dengan konstruksi tertentu. Adapun unsur-unsur yang menjadi konstruksi berita adalah :
28
1. Headline judul berita
Headline dibuat dalam satu atau dua kalimat pendek, tapi cukup
memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakannya. 2.
Lead teras berita Lead
merupakan laporan singkat yang bersifat klimaks dari peristiwa yang dilaporkannya.
3. Body kelengkapan atau penjelas berita
Body adalah keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta
memperjelas fakta atau data yang disuguhkan dalam lead tadi. Setiap wartawan menulis berita dengan gaya yang berbeda-beda. Namun pada
umumnya wartawan menguunakan gaya piramida terbalik.
28
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik, h. 115-130
Gambar 1 Piramida Terbalik
Sumber : internet
29
Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap berita selalu diawali dengan ringkasan atau klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih
lanjut dalam alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Alinea berikutnya yang
memuat rincian dinamakan „tubuh berita‟body. Sedangkan alinea pertama yang
memuat ringkasan disebut „teras berita‟ lead.
Ada alasan khusus mengapa pola berita berbentuk piramida terbalik. Pertama hal itu relevan dengan naluri manusia dalam menyampaikan berita, yaitu agar berita
dengan cepat dapat ditangkap. Kedua, memuaskan rasa penasaran pembaca dengan segera. Ketiga, memudahkan redaktur membuat judul berita. Keempat,
29
http:programatujuh.files.wordpress.com201007piramida-terbalik.jpg diakses pada 12
Mei 2011 pukul 23.10 WIB
memungkinkan bagian tata letak memotong uraian berita dan menyesuaikannya dengan kolom yang ada.
30
Selain itu, gaya piramida terbalik diperlukan agar khalayak yang biasa sibuk tetap bisa mengetahui peristiwa yang terjadi. Gaya piramida terbalik juga untuk
memudahkan para redaktur, produser, atau penyunting untuk memotong bagian berita yang kurang penting yang terletak pada bagian bawah. Ini terutama berlaku bagi
media cetak, seperti majalah dan surat kabar.
31
Dalam piramida terbalik harus memiliki kelengkapan informasi yang mencakup unsur-unsur pemberitaan 5W+1H what, who, when, where, why dan how.
Apa yang terjadi, Siapa yang terlibat, Kapan peristiwa itu terjadi, Di mana fakta itu berlangsung, Mengapa peristiwa itu bisa terjadi dan Bagaimana proses terjadinya.
Unsur-unsur tersebut membuat kisah berita menjadi jelas, terang, dan langsung dipahami masyarakat.
32
C. Gatekeeper
Media massa itu tidak berdiri sendiri. Di dalamnya ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan informasi sebelum informasi itu sampai kepada
khalayaknya. Mereka yang bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper. Jadi, informasi yang diterima audien dalam komunikasi massa sebenarnya sudah diolah
oleh gatekeeper dan disesuaikan dengan misi, visi, media yang bersangkutan,
30
Harahap. Krisna, Rambu-Rambu di Sekitar Profesi Wartawan Jakarta: Grafitri Budi Utama, 1996, h. 19
31
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 57.
32
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h.23
khalayak sasaran dan orientasi bisnis atau ideal yang menyertainya. Bahkan, sering pula disesuaikan dengan kepentingan penanaman modal atau aparat pemerintah yang
tidak jarang ikut campur tangan dalam sebuah penerbitan.
33
Breed dalam Severin mengatakan:
“Pola budaya di ruang berita menciptakan hasil yang tidak mencukupi untuk kebutuhan demokratis yang lebih luas. Setiap perubahan penting kearah
“pers yang lebih bebas dan bertanggungjawab” harus berasal dari berbagai tekanan di pihak penerbit, yang memegang peran pengoordinasi dan pembuat
kebijakan. ”
34
Berita bukanlah apa yang disepakati oleh seluruh wartawan, melainkan apa yang disiarkan oleh pemegang fungsi utama dalam pers, yakni “penjaga gawang”
seperti reporter yang berpengaruh, editor berita dan editor kawat, atau berita adalah apa yang dikira oleh wartawan menarik khalayak yang dibayangkan mereka.
35
Istilah gatekeeper pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin dalam bukunya “Human Relations” 1974. Istilah ini kemudian dikembangkan tidak hanya
menunjuk orang atau organisasi yang member izin suatu kegiatan, tetapi mempengaruhi keluar masuknya “sesuatu”. Di dalam komunikasi massa dengan salah
satu elemennya adalah informasi, mereka yang bertugas untuk memengaruhi informasi itu dalam media massa bisa disebut gatekeeper. Bisa dikatakan
gatekeeper yang member izin tersebarnya sebuah berita. John R. Bittner 1996
33
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, h.7
34
Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi. h 405.
35
Dan Nimmo , Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan Media, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1993, hal. 216.
mengistilahkan gatekeeper sebagai “individu-individu atau kelompok yang memantau
arus informasi dalam saluran komunikasi massa”
36
Gambar 2.2 Gatekeeper
Sumber : internet
37
Dari gambar di atas menjelaskan pesan-pesan N
1,
N
2,
N
3,
N
4
dari sumber informasi N diterima oleh gatekeeper. Dari gambar tersebut menunjukkan adanya
pemilahan seleksi informasi. Dari hasil seleksi tersebut Informasi N
1
dan N
4
dibuang dan terpilihlah informasi yang akan disampaikan ke audience yakni informasi N
2 1
dan N
3 1
. Namun informasi N
2
dan N
3
diseleksi berdasarkan frame masing-masing media yang ditentukan oleh gatekeeper.
Jelas berarti gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semau informasi yang disebarkan
lebih mudah dipahami. Gatekeeper juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan,
36
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, h. 118-119
37
https:courses.ischool.berkeley.edui296a-3f07wikigatekeeping.html diakses pada 12
Mei 2011 pukul 23.04 WIB
menganalisis, menambah atau mengurangi pesan-pesannya. Intinya gatekeeper adalah pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Bahkan
bisa dikatakan, gatekeeper sangat menetukan berkualitas tidaknya informasi yang akan disebarkan. Oleh karena itu, gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya
dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya.
38
Jadi penting untuk diingat bahwa gatekeeper adalah bagian dari institusi media massa, dan hasil kerjanya
memiliki efek yang positif pada kualitas pesan dan berita yang disampaikan kepada publik Hiebert, Ungurait, dan Bohn, 1975:109.
39
Dengan demikian, paling tidak gatekeeper mempunyai fungsi sebagai berikut: 1 menyiarkan informasi; 2 membatasi informasi dengan mengeditnya sebelum
disebarkan; 3 memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan pandangan lain; dan 4 untuk menginterpretasikan informasi John R.Bittner,
1996.
40
Di dalam newsroom, berita diseleksi dan pada akhirnya terkumpul sejumlah berita yang akan memenuhi kolom surat kabar. Berbagai berita datang melalui
berbagai cara dan dalam wujud yang beragam pula. Isi berita tersebut mungkin saja diperoleh dengan cara dicari, dipesan sebelumnya, atau penemuannya direncanakan
secara sistematis. Kadang- kadang berita itu harus “diolah” atau dibentuk oleh redaksi.
Pembentukan berita semacam itu tidak dilakukan secara acak dan bersifat subjektif. Pembuatannya disesuaikan dengan pola interpretasi dan relevansinya dengan
38
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, h.32
39
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa, h. 39
40
Nurudin,Pengantar Komunikasi Massa, h.125.
berbagai institusi birokratis yang menjadi sumber berita atau yang menangani peristiwa tersebut. Menurut Fishman 1982 “apa yang diketahui atau dapat diketahui
oleh media tergantung pada kemampuan mengumpulkan informasi dan sumber- sumber informasi” dari agen-agen pencari berita media tersebut.
41
Gatekeeper mengambil keputusan tentang apa yang harus lebih ditonjolkan.
Gatekeeper punya tanggungjawab besar karena membentuk pesan yang sampai
kekita.
42
Tidak ada bahan objektif yang didapatkan oleh reporter. Semua yang ditulis reporter dipengaruhi oleh orientasi, misi, visi, dan kebijakan media yang
bersangkutan, emosi reporter. Dengan kata lain, “warna” setiap media ditentukan oleh kecenderungan personal, konteks sosial, dan budaya yang melingkupi gatekeeper.
Bentuk dari pelaksanaan gatekeeper adalah kebijakan redaksional.
43
Jadi dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, pertama, penapisan informasi bersifat subjektif dan personal. Kedua, penapisan informasi membatasi apa yang
ingin diketahui pembaca. Ketiga, penapisan informasi menjadi aktivitas yang tidak bisa dihindari oleh media Hiebert, Ungurait, dan Bohn, 1985.
44
D. Konstruksi Sosial