Latar Belakang Masalah Analisis framing pemberitaan kasus gayus tambunan di Republika dan Media Indonesia periode November 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Popularitas Gayus Holomoan Tambunan sudah tidak terbantahkan lagi di masyarakat. Laki-laki yang lahir di Jakarta 19 Mei 1979 ini telah menghebohkan masyarakat karena kasus mafia pajak yang menjeratnya. Gayus adalah PNS golongan III di bagian Penelaan Keberatan Wajib Pajak Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia. Mencuatnya kasus Gayus Tambunan akibat dari pernyataan Komisaris Jenderal Polisi Susno Duaji, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Kabareskim Polri mengenai adanya praktek mafia hukum di lembaga kepolisian. Ada pegawai pajak, inspektur, dia bersama kelompoknya yang beranggotakan empat sampai enam orang mengawasi kewajiban pembayaran pajak di empat sampai enam perusahaan. Di rekening dia, berdasar hasil penelusuran sebuah instansi, masuk aliran dana mencurigakan senilai lebih kurang Rp 25 miliar, kisah Susno mengawali, saat ditemui Persda Network di kediamannya di Jakarta, Sabtu 1232010. ” 1 Sebelum munculnya pernyataan Susno tersebut, Kasus Gayus berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK pada Maret 2009. Dalam laporan itu disebutkan adanya dana mencurigakan dalam beberapa rekening Gayus senilai Rp. 25 Miliar. Hal tersebut menimbulkan kecurigaan 1 Kompas.com, “ Ungkap Makelar Kasus di Polri, Susno Tunjuk Tiga Nama Jenderal,” berita diakses pada 13 Mei 2011 pukul 11.40 WIB dari http:kesehatan.kompas.comread2010031400191956Ungkap.Makelar.Kasus.di.Polri.Susno.Tunju k.Tiga.Nama.Jenderal. bagaimana bisa seorang Gayus yang hanya pegawai golongan III di Ditjen Pajak memiliki rekening dengan uang sebanyak itu. Padahal gaji PNS golongan IIIA dengan masa jabatan 0 sampai 10 tahun hanya berkisar antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan. Namun angka ini belum memperhitungkan tunjangan menyusul adanya remunerasi di Ditjen pajak. Dari laporan tersebut akhirnya dialakukan penyelidikan terhadap rekening Gayus. Dalam penyelidikan, uang yang berhasil dibuktikan terkait tindak pidana oleh penyidik Polri hanya sebesar Rp 395 juta yang berasal dari dua transaksi, yaitu dari PT Megah Jaya Citra Garmindo dan Roberto Santonius yang merupakan konsultan pajak. Sementara sisanya yang besarnya sekitar Rp 24,6 Miliar, menurut para penyidik Polri diakui oleh seorang pengusaha garmen asal Batam bernama Andi Kosasih. Andi menitipkan uang itu untuk membeli tanah. Namun menurut Susno uang tersebut masuk ke kantong aparat kepolisian. Pihak Polri yang disebut-sebut sebagai mafia hukum adalah Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Raja Erizman. Edmond Ilyas dan Raja Erizman pernah menjabat sebagai Direktur II Ekonomi Khusus Bareskim dan menangani kasus penggelapan pajak dimana Gayus sebagai tersangkanya. Dalam kasus tersebut Edmon Ilyas dan Raja Erizman diduga terlibat dalam pembukaan rekening Gayus senilai 28 miliyar. Namun, saat disidangkan pada tanggal 12 Maret 2010 di Pengadilan Negeri Tangerang Gayus divonis bebas. Tentunya pernyataan Susno yang kini juga mendekam di tahanan membuat pihak internal Polri memanas. Merespon pernyataan Susno tersebut, Mabes Polri membantah adanya praktek mafia hukum di lembaga penegak hukum tersebut. Kasus Gayus Tambunan tidak hanya menimbulkan dugaan mafia hukum di instansi kepolisian, tetapi juga menyeret nama para pengusaha salah satunya adalah Abu Rizal Bakrie. Bakrie dengan tiga perusahaan besarnya yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Re sources diduga kuat menggunakan “jasa” Gayus untuk mengatasi masalah pajak. Terungkapnya keterlibatan Bakrie dalam kasus Gayus tersebut berdasarkan pengakuan Gayus di persidangan kasus mafia hukum dengan terdakwa Andi Kosasih di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 28 September 2010. “Gayus mengakui ketika dalam persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum Muhammad Rum menanyakan kepada Gayus soal sumber duit di rekeningnya sebesar Rp 28 miliar. Gayus pun menuturkan, kalau duit itu diperolehnya dari tiga perusahaan. “Dari KPC sekitar awal 2008, saya diberi US 500 ribu. Pekerjaan kedua membuat surat bantahan dan banding PT BR. Satu lagi membuat sunset policy SPT KPC dan Arutmin,” kata Gayus. Gayus mengungkapkan, dari pekerjaan kedua, ia mendapat US 500 j uta. Sedangkan dari pekerjaan ketiga, US 2 juta yang ia terima. “Kira-kira Rp 30 miliar,” kata dia saat ditanya Rum mengenai total yang diterimanya dari Bakrie Group. ” 2 Uang yang diperoleh Gayus dari perusahaan Bakrie didapatnya karena telah mensukseskan penerbitan surat ketetapan pajak 2001-2005 PT KPC dan membantu mengurus surat pemberitahuan pajak pembetulan untuk pengurusan Sun Set Policy PT KPC dan PT Arutmin. Adnan Buyung Nasution sebagai pengacara Gayus, meminta pengadilan untuk meminta kesaksian dari ketiga perusahaan tersebut untuk mengetahui darimana saja rekening Gayus tersebut bersumber. 2 http:www.tempointeraktif.comhghukum20100928brk,20100928-281140,id.html diakses pada 15 Mei 2011 pukul 01.11 WIB Kasus Gayus semakin mencuat dengan beredarnya foto laki-laki yang mirip Gayus sedang menonton pertandingan tenis Bank Commonwealth di Nusa Dua, Bali, sampai tiga hari berturut-turut: tanggal 4- 6 November 2010. Foto tersebut merupakan hasil bidikan kamera wartawan Kompas Agus Susanto. Foto tersebut akhirnya dipastikan keasliannya berdasarkan penyelidikan oleh kepolisian. Media mensinyalir bahwa kegiatan Gayus di pertandingan tenis tersebut tidak serta merta karena keinginannya untuk menonton pertandingan tenis, olahraga yang menurut pengakuannya tidak disukainya. Media mencurigai bahwa kehadirannya di sana adalah untuk bertemu dengan seseorang. Seseorang yang dicurigai tersebut adalah Abu Rizal Bakrie. Kecurigaan tersebut dilandaskan karena dalam pertandingan tersebut, tepatnya di tanggal 6 November 2010 hadir juga Abu Rizal Bakrie. Namun dugaan pertemuan tersebut dibantah oleh Ical, sapaan akrab Abu Rizal Bakrie dan menganggap itu hanya intrik politik. Saya melihat ada serangan ke tiga arah di mana Gayus hanya dipakai. Pertama, serangan ke arah Presiden SBY. Kedua, serangan ke polisi. Ketiga, serangan kepada saya dan Golkar, kata Ical. 3 Terungkapnya foto tersebut memunculkan kasus baru yakni bagaimana bisa Gayus yang seharusnya berada di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, berada di Bali. Hal tersebut akhirnya mengungkapkan adanya penyuapan yang dilakukan oleh Gayus kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Komisaris Iwan Siswanto dan delapan polisi petugas jaga untuk meloloskannya keluar penjara. Kasus Gayus, baik kasus mafia pajak ataupun kasus keluarnya ia dari rutan mencoreng instansi 3 http:www.tempointeraktif.comhghukum20101122brk,20101122-293617,id.html diakses pada 15 Mei 2011 pukul 01.58 WIB penegak hukum di Indonesia. Walau sudah banyak fakta yang terungkap, namun kasus ini masih belum menunjukkan kejelasannya. Banyak pihak yang menduga kasus ini telah dipolitisasi. Sebagaian besar masyarakat memandang ini sebagai suatu keironisan, di satu sisi secara persuasif rakyat diimbau untuk taat membayar pajak, tapi di sisi lain justru aparat pajak sendiri yang menyelewengkan pajak, masyarakat menduga masih banyak “gayus-gayus” lain di negara ini. Kemudian muncul juga pertanyaan, apakah mungkin dalam kasus praktek mafia hukum yang melibatkan uang miliyaran rupiah ini dilakukan oleh Gayus seorang diri, tentunya ada sistem penyimpangan yang terstruktur yang melibatkan pihak-pihak lain. Anggota Komisi Hukum DPR, Didi Irawadi Syamsuddini mengatakan penghilangan barang bukti itu sangat mungkin terjadi. “Di balik kasus Gayus d iduga ada kekuatan besar mafia pajak,” kata dia. 4 Realitas-realitas berkenaan dengan kasus Gayus tersebut dapat diketahui masyarakat karena pemberitaan media massa. Tentunya kegiatan jurnalistik yang menjadi bagian cara kerja media massa tidak dapat dipisahkan dari proses mengolah fakta menjadi informasi. Media massa menginformasikan realitas yang berlangsung di suatu tempat, namun realitas tersebut sesungguhnya sudah dibentuk, dibingkai dan dipoles sedemikian rupa oleh media tersebut. Media melakukan tindakan konstruktif berdasarkan ideologi yang menjadi landasan media tersebut. Pada akhirnya realitas sosial tersebut dianggap sebagai “fakta”, terlepas benar atau tidaknya isi pemberitaan 4 http:www.korantempo.comkorantempokoran20101114headlinekrn.20101114.218023.i d.html diakses pada 15 Mei 2011 01.13 WIB tersebut. Sebuah keniscayaan, hampir semua media akan menyeleksi, menonjolkan isu yang ada dan menyembunyikan atau mengabaikan isu lain, menonjolkan aspek tertentu yang terdapat isu tertentu dan aspek lainnya disembunyikan bahkan dibuang. Cara pandang atau perspektif itulah pada akhirnya menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. 5 Proses konstruksi realitas tersebut didasarkan pada adanya kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing media tersebut. Tentunya sebuah kebijakan tidak serta merta sinergi dengan realitas sosial yang ada, bahkan terkadang bertolak belakang sama sekali. Nilai-nilai yang terdapat pada sebuah pemberitaan merepresentasikan karakter media itu sendiri, kepentingan pemilik medianya, sasaran atau target pasar, yang kemudian membentuk sebuah kebijakan media. Adanya kepentingan itulah memunculkan anggapan bahwa fakta yang disampaikan dalam sebuah berita bukanlah fakta yang objektif, melainkan fakta yang sudah dikonstruksi. Kaum konstruksionis memandang bahwa berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses kontruksi mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak. 6 Sebuah teks, kata Aart van Zoest, tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Menurut Eriyanto, 5 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media Yogyakarta: LkiS, 2002 , h.68. 6 Ibid, h.26. teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan ideologi tertentu. 7 Kasus Gayus Tambunan menjadi perhatian menarik bagi media massa untuk membahasnya, tidak terkecuali bagi Media Indonesia dan Republika. Kasus ini menjadi perhatian karena kasus tersebut merupakan isu besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak, merugikan negara, berpola pada suatu konspirasi yang sistemik yang melibatkan banyak pihak, baik aparatur pemerintahan maupun swasta, baik secara institusi maupun perorangan. Landasan penulis memilih Media Indonesia dan Republika sebagai objek penelitian ini adalah karena kedua media tersebut adalah koran nasional yang mapan dalam segi ekonominya, dan memiliki jumlah pembaca yang banyak yang menyebar hampir merata ke seluruh bagian di Indonesia. Selain itu penulis juga melihat aspek kepemilikan dari kedua media tersebut, mengingat subjek penelitian penulis adalah berita mengenai kasus Gayus Tambunan dimana muncul dugaan adanya keterlibatan Abu Rizal Bakrie di dalamnya. Media Indonesia dimiliki oleh Surya Paloh, yang sebagian besar publik menyatakan bahwa beliau merupakan “saingan politik” Abu Rizal Bakrie. Sedangkan Republika sendiri menurut asumsi penulis memiliki kedekatan dengan Abu Rizal Bakrie karena pendiri Republika yakni Erick Tohir, pernah menjadi komisaris TV 1 yang pemiliknya adalah grup Bakrie dan adanya keterkaitan antara Republika, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI, dan Abu Rizal Bakrie. 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006 , h. 61. Penulis menganalisa pemberitaan mengenai kasus Gayus di Media Indonesia dan Republika dengan menggunakan analisis framing. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. 8 Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. 9 Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Model Framing yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model framing Robert N. Entman. Entman mendefinisikan framing sebagai seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi, dalam khalayak hal itu berarti menyajikan secara khusus definisi masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah itu digambarkan. 10 Berdasarkan pemaparan di atas penulis mengangkat judul penelitian ini “Analisis Framing Pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pada Republika dan Media Indonesia Edisi Novem ber 2010” 8 Ibid, h.162. 9 Ibid , h.161. 10 Ibid. h. 172.

B. Batasan dan Rumusan Masalah