sosial.
52
Proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh stuktur
dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala
internal bagi kesadaran. Melalui proses internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
53
Internalisasi memiliki fungsi mentransmisikan institusi sebagai realitas yang berdiri sendiri terutama kepada anggota masyarakat baru agar institusi tersebut
tetap dipertahankan dari waktu ke waktu agar status objektifitas sebuah institusi dalam kesadaran mereka tetap kukuh.
54
Dengan demikian menurut Berger dan Luckman realitas itu tidak dibentuk secara alamiah tetapi sebagai sesuatu yang dibentuk dan dikonstruksi. Dalam konteks
media massa, memungkinkan realitas memiliki makna ganda. Setiap orang memiliki konstruksi yang berbeda terhadap suatu realitas.
2. Konstruksi Sosial Media Massa
Konstruksi sosial media massa diambil dari pendekatan teori konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckmann dengan melihat fenomena media massa
dalam proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap
52
Ibid, h.19.
53
Eriyanto, Analisis Framing, h.15.
54
Geger Riyanto, Peter L Berger : Perspektif Metateori Jakarta : Pustaka LP3ES, 2009, h.111.
menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; dan tahap konfirmasi.
55
Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1.
Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan
semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2.
Tahap sebaran konstruksi : sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial
media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media,
menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. 3.
Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: 1 konstruksi realitas pembenaran; 2 kedua
kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; 3 sebagai pilihan konsumtif. 4.
Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.
56
55
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat
, Jakarta : Kencana, 2007, hlm. 205-212
56
Ibid, hlm. 14
Gambar 2.3 Proses Konstruksi Sosial Media Massa
57
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statis yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu
proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis.
Pendekatan konstruktisionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna
individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang
57
Ibid , hlm. 204
Objektivasi
Internalisasi P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n
M E
D I
A Eksternalisasi
Source Message Channel Receiver Effect - Objektif
- Subjetif - Inter Subjektif
Realitas Terkonstruksi: -
Lebih Cepat -
Lebih Luas -
Sebaran Merata -
Membentuk Opini Massa -
Massa Cenderung Terkonstruksi
- Opini Massa Cenderung Apriori
menyampaikan citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Seorang komunikator dengan realitas yang ada akan
menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri.
58
Pada konteks media cetak ada tiga tindakan dalam mengkonstruksi realitas, yang hasil akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan citra suatu realitas. Pertama
adalah pemilihan kata atau simbol. Sekalipun media cetak hanya melaporkan, tetapi jika pemilihan kata istilah atau simbol yang secara konvensional memiliki arti
tertentu di tengah masyarakat, tentu akan mengusik perhatian masyarakat tersebut. Kedua
adalah pembingkaian suatu peristiwa. Pada media cetak selalu terdapat tuntutan teknis, seperti keterbatasan kolom dan halaman atas nama kaidah jurnalistik,
berita selalu disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian atau framing. Ketiga adalah penyediaan ruang. Semakin besar ruang yang diberikan maka akan semakin
besar pula perhatian yang akan diberikan oleh khalayak.
59
Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur terpenting. Bahasa merupakan pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi
dan alat narasi.
60
Isi media massa sesungguhnya adalah bahasa, baik verbal lisan dan tulisan, maupun non verbal gambar, foto, gerak-gerik, angka, tabel, dan lain-lain.
Benjamin Lee Whorf 1952 dalam Severin mengatakan:
58
Eriyanto, Analisis Framing, h.40-41.
59
Agus Sudibyo, Politik Media,
h.
2-4
60
Ibnu Hamad, Konstruksi realitas Politik di Media Massa sebuah Study Critical Discourse Analysis
Jakarta: Granit, 2004, h. 12.
“…setiap bahasa adalah …berbeda dari yang lain..budaya menentukan
bentuk-bentuk dengan
kategori yang
dengannya seseorang..berkomunikasi ..menganalisis sifat, mengetahui atau mengabaikan
jenis-jenis hubungan dan fenomena, mengaitkan penalarannya, dan membangun rumah kesadarannya. Setiap bahasa melakukan penamaan
artificial terhadap realita dengan cara berbeda hlm.173.”
61
Menurut pandangan konstruktivisme, dalam media massa bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk menggambarkan realitas objektif semata dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta
hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipakai, diatur,
dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna.
62
Terdapat berbagai cara media massa mempengaruhi bahasa dan makna ini: mengembangkan kata-kata baru beserta makna assosiatifnya; memperluas makna dari
istilah-istilah yang ada; mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru; memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa.
63
Konstruksi sosial menurut, Berger dan Luckman tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan.
64
Proses konstruksi yang berlangsung di media massa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi salah satunya adalah kebijakan redaksional. Setiap
61
Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, h.111.
62
Elvinaro Ardianto, Filsafat Ilmu Komunikasi h.151.
63
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik, hal. 12.
64
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 91.
media massa memiliki kebijakan redaksionalnya masing-masing. Kebijakan redaksional merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk
menyiarkan atau tidaknya suatu berita
65
. Warren Breed dalam artikel “social control
in the newsroom” mengamati bahwa penerbit surat kabar, sebagai pemilik atau representasi pemilik, memiliki hak untuk menetapkan dan memberlakukan kebijakan
surta kabar. Yang dimaksud Breed sebagai kebijakan adalah orientasi yang diperlihatkan oleh surat kabar dalam editorialnya, kolom beritanya, dan berita
utamanya berkenaan dengan kejadian atau permasalahan tertentu. Pandangan surat kabar tak akan menimbulkan pembohongan, melainkan “penghilangan, pemilihan
diferensial, dan penempatan preferensial, seperti „menampilkan di halaman depan‟
berita yang pro- kebijakan, „mengubur‟ berita yang anti-kebijakan, dan sebagainya.
66
Sedangkan faktor eksternalnya meliputi tekanan pembaca, sistem politik yang berlaku serta kekuatan-kekuatan lainnya. faktor-faktor inilah yang memungkinkan media
massa tidak lagi menjadi media yang objektif. Informasi yang disampaikan bukan lagi refleksi dari sebuah realitas, melainkan fakta-fakta yang dikonstruksi. Akibatnya
setiap media massa memberitakan sebuah peristiwa sama secara berbeda karena masing-masing media memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri.
Dapat disimpulkan, menurut pandang kaum konstruksionis: 1.
Faktaperistiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa
65
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 150.
66
Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi, h.401 402
berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.
2. Media adalah agen konstruksi. Disini media dipandang sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya..
3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia bukan menggambarkan realitas,
tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berita dengan peristiwa.
4. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas dimana pekerjaannya
bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.
5. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian
yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral
serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian.
6. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Kaum
konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton
ataupun didengar.
E. Analisis Framing