Hubungan Karakteristik Responden terhadap Tekanan Darah

Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 n Rerata p Tekanan Darah Sistolik Laki-laki 33 119,09 0,348 Perempuan 29 112,58 Tekanan Darah Diastolik Laki-laki 33 80,91 0,142 Perempuan 29 78,28 Berdasarkan tabel 4.9 dengan hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai p 0,348 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara jenis kelamin terhadap tekanan darah sistolik. Diperoleh nilai p 0,142 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap tekanandarah diastolik. Gambar 1 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Sistolik Gambar 2 Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU Tabel 4.10 Hubungan Usia Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Usia r 0,825 0,522 p 0,0001 0,0001 n 62 62 Berdasarkan tabel 4.10 dengan hasil korelasi Spearman diperoleh nilai p 0,001 α 0,05 yang menunjukkan terdapat korelasi positif antara usia terhadap tekanan darah sistolik. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,825 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat. Tekanan darah diastolik diperoleh nilai p 0,0001 α 0,05 yang menunjukkan terdapat korelasi positif antara usia terhadap tekanan darah diastolik. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,522 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Gambar 3 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Sistolik Operator SPBU Gambar 4 Hubungan Usia terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU Tabel 4.11 Hubungan Masa Kerja Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Masa Kerja r 0,618 0,470 p 0,0001 0,0001 n 62 62 Bersadarkan tabel 4.11 dengan hasil korelasi Spearman diperoleh nilai p 0,0001 α 0,05 yang menunjukkan terdapat korelasi positif antara masa kerja terhadap tekanan darah sistolik. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,618 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Tekanan darah diastolik diperoleh nilai p 0,001 α 0,05 yang menunjukkan terdapat korelasi positif antara masa kerja terhadap tekanan darah diastolik. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,470 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Gambar 5 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Sistolik Operator SPBU Gambar 6 Hubungan Masa Kerja terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU Tabel 4.12 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 n Rerata p Tekanan Darah Sistolik Minum Kopi 32 118,75 0,464 Tidak Minum Kopi 30 117,00 Tekanan Darah Diastolik Minum Kopi 32 79,38 0,711 Tidak Minum Kopi 30 80,00 Bersadarkan tabel 4.12 dengan hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai p 0,464 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan minum kopi terhadap tekanan darah sistolik. Dan diperoleh nilai p 0,711 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan minum kopi terhadap tekanan darah diastolik. Gambar 7 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Sistolik Operator SPBU Gambar 8 Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 n Rerata p Tekanan Darah Sistolik Merokok 25 118,40 0,811 Tidak Merokok 37 117,57 Tekanan Darah Diastolik Merokok 25 80,43 0,509 Tidak Merokok 37 79,19 Bersadarkan tabel 4.13 dengan hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai p 0,811 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok terhadap tekanan darah sistolik. Dan diperoleh nilai p 0,509 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok terhadap tekanan darah diastolik. Gambar 9 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Sistolik Gambar 10 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU 4.3.2 Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Tabel 4.14 Hubungan Paparan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Operator SPBU di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015 Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Paparan Kebisingan r 0,226 0,121 p 0,078 0,350 n 62 62 Bersadarkan tabel 4.14 dengan hasil korelasi Spearman diperoleh nilai p 0,078 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paparan kebisingan terhadap tekanan darah sistolik. Dan diperoleh nilai p 0,350 α 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paparan kebisingan terhadap tekanan darah diastolik. Gambar 11 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah Sistolik Operator SPBU Gambar 12 Hubungan Paparan Kebisingan terhadap Tekanan Darah Diastolik Operator SPBU 85

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Paparan Kebisingan

Berdasarkan hasil penelitian, semua paparan kebisingan responden diatas baku mutu 70 dB dengan rata-rata tingkat kebisingan 74,14 dB . Hal ini telah melewati baku mutu kebisingan yang telah diijinkan jika dihubungkan dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 untuk kawasan perdagangan dan jasa yaitu 70 dB. SPBU termasuk dalam kawasan perdagangan dan jasa yang mana SPBU merupakan tempat jasa penjualan bahan bakar kendaraan bermotor. Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja occupational hazard saat keberadaanya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik maupun psikis Tambunan, 2005. Selain dapat merusak pendengaran, kebisingan juga mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi. Pengukuran paparan kebisingan di 9 SPBU dilakukan pada titik pengukuran dan dilaksanakan pada sore hari dimana kebisingan lalu lintas tertinggi terjadi pada jam sibuk berkisar pukul 16.00-18.00. Paparan kebisingan yang diterima operator SPBU beresiko terhadap kesehatan karena paparan kebingan ini dapat mengganggu kesehatan seperti gangguan pendengaran, gangguan psikologi seperti cemas, sakit kepala, dan gangguan lainnya serta mengganggu kenyamanan lingkungan akibat dari bising yang ditimbulkan. Kebisingan di atas 50 dBA sudah dapat dianggap sebagai kebisingan yang perlu diperhatikan Gunarwan, 1992. Dikarenakan kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap sistem jantung dan juga peredaran darah melalui mekanisme hormonal yang diproduksinya, yaitu hormon adrenalin yang dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah Chandra, 2005. Kebisingan yang melebihi NAB yang diperkenankan akan membentuk angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I - converting enzyme ACE. ACE memegang peran fisiologis yang penting dalam mengatur tekanan darah. Darah akan mengandung angiotensinogen yang diproduksi di dalam hati. Selanjutnya oleh hormon, renin diproduksi oleh ginjal akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh karena ACE yang ada di dalam paru – paru, angiotensin I selanjutnya diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang menjadi kunci penting dalam meningkatkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi yang pertama adalah meningkatkan sekresi ADH dan rasa haus. ADH diproduksi di dalam hipotalamus kelenjar pituitari dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Dengan meningkatnya ADH, urine yang diekskresikan ke luar tubuh antidiuresis sangat sedikit, sehingga osmolalitasnya menjadi pekat dan tinggi. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan dinaikkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat dan juga akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Apabila reaksi ini terjadi dalam tubuh seseorang, maka akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin, dimana itu akan menyebabkan meningkatnya