Pada kamus Dewan Bahasa Dan Pustaka 1989:1305 strategi juga didefenisikan sebagai berikut: “ ...aturan atau rancangan yang digunakan setelah memperhitungkan berbagi
faktor untuk mencapai satu metlumat atau kerjaya. Dari bebera tinjauan di atas, dalam kata strategi terdapat beberapa makna utama seperti: metode, operasi, prosedur, seni merancang,
dan aturan untuk mencapai suatu pesan yang terkandung M. Husnan Lubis: 1426:20.
2.3.2 Klasifikasi Strategi Penerjemahan
Manna’ al-Qattan 1393 H. dalam Ismail Lubis 2001:60 mengklasifikasikan Strategi penerjemahan dalam dunia Arab terbagi kepada dua jenis yaitu secara harfiyah dan
tafsiriyah. 1 Terjemah harfiyah ialah pengalihan bahasa yang dilakukan sesuai urutan- urutan kata bahasa sumber. Menurut az-Zarqani 1399 H, terjemahan seperti ini tak ubahnya
dengan kegiatan mencari padanan kata. Maka terjemahan seperti ini disebut juga terjemahan lafziah atau musawiyah. 2 Adapun terjemah tafsiriyah atau maknawiah ialah alih bahasa
tanpa terikat dengan urutan-urutan kata atau susunan kalimat bahasa sumber. Terjemahan seperti ini mengutamakan ketepatan makna dan maksud secara sempurna dengan konsekuensi
terjadi perubahan urutan-urutan kata atau susunan kalimat. Oleh sebab itu terjemahan semacam ini disebut juga terjemahan maknawiah, karena mengutamakan kejelasan makna.
Kemudian daripada itu, dalam literatur Barat strategi penerjemahan dikaji dan klasifikasikan lebih jelas dan rinci. Newmark 1988 dalam Sihabuddin 2002:64-66,
misalnya, memandang bahwa strategi penerjemahan dapat ditilik dari segi: 1 penekanan terjemahan terhadap bahasa sumber, dan 2 penekanan terjemahannya pada bahasa sasaran.
1 Penerjemahan yang BerorientasiPada Bahasa Sumber:
a Penerjemahan Kata Demi Kata
Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna
dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk
menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Pada strategi ini tidak digunakan dalam terjemahan al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
b Penerjemahan Harfiah
Terjemahan ini juga disebut terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran,
sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi.
contoh:
Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-ma
ṣīr
Hai nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan munafiq dan keraslah terhadap mereka dan tempat mereka dalam neraka jahanam. itulah tempat kembali yang jahat, H. Mahmud
Yunus: 1984
Kata jāhidi merupakan kata perintah dari Allah kepada nabi Muhammad SAW. Kata
tersebut diterjemahan secara harfiyah, ini dibuktikan dengan adanya proses pengambilan padanan secara langsung dari kamus oleh penerjemah tanpa dan memperhatikan konteks
kata, dan juga diberikannya padanan dari bahasa sumber kepada bahasa sasaran berupa bentuk translitrasi saja.
c Penerjemahan Setia
Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud
bahasa sumber sehingga terkesan kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan.
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’w āhum jahannam wa bi’sa l-ma
ṣīr
Wahai nabi, perangilah oleh mu orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersifat kasarlah engkau atas mereka. dan tempat mereka adalah neraka jahanam. dan itulah sejelek-
jelek tempat kembali.
Seperti apa yang menjadi tujuan strategi penerjemahan setia, bahwa starategi ini berusaha mengeluarkan makna yang dimaksudkan kata tersebut. Kata
jāhididalam ayat ini
diterjemahkan perangilah oleh mu, terjemahannya terkesan kaku, namun sudah dapat
mewakilimakna yang terkandung dalam kata tersebut.
d Penerjemahan Semantis
Terjemahan semantis berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, dan kreatif dalam batas kewajaran.
Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. seperti pada Q.S At-tahrim: 9
Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-ma
ṣīr
Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat
kembali.
Strategi penerjemahan ini dapat dikatakan penerjemahan semantis, karena kata padanan yang diberikan telah sesuai dengan konteks kalimat dan tetap mengikut struktur
bahasa sumber.
2 Penerjemahan yang Berorientasi Pada Bahasa Sasaran:
a Penerjemahan Adaptasi
Terjemahan inilah yang dianggap paling bebas dan paling dekat kepada bahasa sasaran, terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema, karakter dan alur biasanya
dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan, sedangkan contoh dikurangi atau ditiadakan. Maka dari itu, seperti yang dijelaskan di atas bahwa bentuk penerjemahan
Universitas Sumatera Utara
yang ini merupakan penerjemahan yang banyak digunakan hanya untuk nas-nas yang sifatnya kurang formal. Al-Qur’an adalah nas agama pedoman bagi seluruh manusia terutama umat
Islam yang di dalamnya berisikan aturan-aturan, baik perintah maupun larangan tentunya
kurang tepat digunakan dalam menerjemahkan al-Quran. Ternyata dalam al-Qur’an dan tejemahnya oleh Depag RI. peneliti belum menemukan contoh terjemahan sejenis ini.
b Penerjemahan Bebas
Penerjemahan mereproduksi masalah yang dikemukakan dalam bahasa sumber tanpa menggunakan cara tertentu. Isi bahasa sumber ditampilkan dalam bentuk bahasa penerima
yang benar-benar berbeda. Metode ini bersifat parafrastik, yaitu mengungkapkan amanat yang terkandung dalam bahasa sumber diungkapkan dengan ungkapan penerjemah sendiri di
dalam bahasa penerima sehingga terjemahan bisa menajadi lebih panjang daripada aslinya.
Terjemahan jenis ini juga tidak ada ditemukan oleh peneliti. Dalam menerjemahkan nas
agama seperti al-Qur’an tidaklah sembarangan, oleh karena itu dalam mengambil maknanya mestilah menyesuaikan terjemahan dengan konteks keadaan suatu kata atau kalimat.
c Penerjemahan Idiomatik
Penerjemahan dilakukan dengan mereproduksi pesan bahasa sumber, tetapi cenderung mengubah nuansa makna karena penerjemah menyajikan kolokasi dan idiom-idiom yang
tidak terdapat dalam nas sumber. Dalam al-Quran terjemah kata jihad tidak ada ditemukan dalam terjamahannya yang menggunakan metode ini.
d Penerjemahan Komunikatif
Terjemahan ini hampir serupa dengan terjemahan tafsiriyah, yang berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan
bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal.
Contoh: QS: at-Tahrim: 9
Universitas Sumatera Utara
Yā ayyuha n-nabiyyu jāhidi l-kuffāra wa l-munāfiqīna wa gluẓ ʻalaihim wa ma’wāhum jahannam wa bi’sa l-ma
ṣīr
Wahai nabi, berjuanglahmelawan orang-orang kafir yang melanggar perjanjian damai dengan senjata dan orang-orang munafiq dengan hujah dan ancaman
Terjemahan ini terkesan lebih panjang dan penerjemah berusaha menyampaikan makna konteks yang ada dalam bahasa sumber.
. lakukanlah tindakan keras kepada kaum kafir dan munafiq. Tempat tinggal mereka adalah neraka jahanam, dan
itulah seburuk-buruk tempat tinggal, Muhammad Thalib: 2012.
Newmark 1981 dalam Husnan Lubis 2008:20 juga menguatkan dan menggariskan dua strategi terjemahan yang dapat digunakan unutk mencapai makna yang tepat, yaitu:
terjemahan semantik dan terjemahan komunikatif. Firth dan Malinowski sebagaimana yang disebutkan dalam Palmer 1989
mengatakan bahwa dalam menerjemah dipandang perlu memperhatikan konteks keperihalan keadaan. Menurut beliau untuk menginterpretasikan sesuatu maksud atau makna, perlu dilihat
dan diperhatian konteks keperihalan keadaan budaya dan aspek praktikal kehidupan seharian. Dengan demikian makna suatu kata ucapan erat kaitannya dengan suatu masalah yang
dimaksudkan melalui ucapan tersebut. Dalam hal ini penterjemah semestinya menimbangkan kesan perkataan terhadap kesemua kata dan seluruh teks untuk memastikan penyelewengan
makna tidak terjadi, M. Husnan Lubis, 2008:11 Secara etimologi, kata konteks berasal dari kata benda bahasa Inggris yaitu context
yang di-Indonesiakan dengan kata ”konteks”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia- Luring: 2008 kata ini setidaknya memiliki dua arti:1 Bagian suatu uraian atau kalimat yang
dapat mendukung atau menambah kejelasan makna.2 Situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian, sehingga dapat dipahami bahwa kontekstual adalah menarik suatu bagian atau
situasi yang ada kaitannya dengan suatu katakalimat sehingga dapat menambah dan mendukung makna kata atau kalimat tersebut.
Kridalaksana, 1984:120 mengatakan makna kontekstual atau situasional ialah hubungan ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai. Dengan kata lain, makna kontekstual
ialah makna suatu kata yang dikaitkan dengan situasi penggunaan bahasa. M. Rudalf Nababan, 2003:49.
Dari beberapa teori yang telah dipaparkan di atas, teori strategi penterjemahan yang digariskan Newmark yang telah diringkaskan Syihabudin 2002 dan teori strategi
penerjemahan yang paparkan Manna’ al-Qatan 2009 edisi terjemah, akan digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini yang objeknya untuk kata jihad yang terdapat dapat dalam al-Quran terjemahan Depag RI, karena diyakini teori ini mampu menangani penerjemahan dalam kajian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB III VARIASI KATA JIHAD DAN TERJEMAHANNYA
3.1 Pengantar