Konsep Quality of Work Life QWL

yang mencakup cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan menciptakan karyawanan yang lebih baik . Berbagai faktor perlu dipenuhi dalam menciptakan program Quality of Work Life, antara lain restrukturisasi kerja, partisipasi, lingkungan kerja, partisipasi karyawan, kebanggaan, pengembangan karier, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, dan lain sebagainya. Quality of Work Life mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan para karyawan, tidak dibatasi pada perubahan konteks suatu karyawanan tapi juga termasuk memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan Harvey Brown, 1992 dalam Arifin, 1999. Dalam kaitan dengan penciptaan martabat manusia, Quality of Work Life menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang memanusiakan manusia, sehingga manusia lebih dilihat pada harkat dan martabat kemanusiaannya, bukan hanya sebagai alat. Inilah yang merupakan peran penting dalam penciptaan Quality of Work Life. Randall Vandra 1981 dalam Arifin 1999, menyatakan bahwa pada dasarnya Quality of Work Life merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan . Banyak karyawan saat ini menginginkan suatu tingkat keterlibatan yang tinggi dalam karyawanan- karyawanan mereka. Mereka mengharapkan mendapat kesempatan untuk memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap organisasi. Keinginan untuk dapat berperan lebih besar ini semestinya dipandang sebagai peluang bagi perusahaan untuk memperluas kesempatan pengembangan karyawan restrukturisasi kerja secara proporsional, bersamaan dengan pengaturan partisipasi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.Pada saat ini, Quality of Work Life berkembang sedemikian rupa. Tatkala masyarakat menjadi lebih makmur, prosentase yang meningkat dari angkatan kerja mengharapkan bukan saja suatu karyawanan, tetapi karyawanan yang berkualitas kehidupan kerja termasuk karir yang memberi harapan lebih baik. Pada waktu yang sama masyarakat yang makmur tadi menawarkan pada para karyawan suatu jaminan keamanan dalam bentuk kesehatan dan kesejahteraan kerja, asuransi hari tua, dan jasa-jasa lainnya yang dibuat untuk menjamin penghidupan, yang pada dasarnya semua itu merupakan faktor-faktor Quality of Work Life. Perubahan-perubahan social menciptakan penekanan-penekanan untuk adanya suatu kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Keberhasilan beberapa perusahaan besar seperti General Motors, Ford, IBM dan Hewlett Packard juga diawali dengan penerapan program Quality of Work Life untuk memelihara tingkat semangat kerja karyawan yang tinggi Kasali, 2008. Di samping itu program Quality of Work Life telah dipandang sebagai suatu cara untuk meningkatkan semangat kerja serta meningkatkan kualitas output melalui partisipsi serta keterlibatan involvement karyawan dalam proses pembuatan kebijakan. Quality of Work Life mendapat respon sangat positif dari berbagai organisasi terutama untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja meski kemudian perkembangannya berjalan lambat karena sifatnya yang banyak menuntut dan menekankan pada hasil jangka pendek. Menurut Nawawi 2001 bahwa setiap organisasi atau perusahaan harus mampu menciptakan kualitas kehidupan kerja Quality of Work Life dalam perusahaan, agar sumber daya manusia di lingkungannya menjadi kompetitif. Dengan terciptanya lingkungan kerja yang kompetitif maka secara keseluruhan organisasi akan menjadi kompetitif pula dalam mewujudkan eksistensinya. Fokus usaha-usaha Quality of Work Life bukan hanya pada bagaimana orang dapat melakukan karyawan dengan lebih baik dalam arti peningkatan produktivitas belaka, melainkan juga bagaimana karyawan dapat menyebabkan karyawan menjadi lebih baik dalam hal pemenuhan kesejateraan maupun martabat mereka. Aspek Quality of Work Life lain yang juga penting adalah keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam proses pembuatan berbagai keputusan organisasional secara proporsional, tetapi tidak berarti semua karyawan harus dilibatkan dalam pembuatan semua kebijakan. Quality of Work Life secara operasional menggambarkan aktivitas yang dapat dirasakan kebersamaannya oleh karyawan sebagai usaha-usaha yang mengarah pada terciptanya kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Program Quality of Work Life juga mempunyai potensi meningkatkan komunikasi internal dan kelompok, meningkatkan koordinasi, motivasi dan capabilitas karyawan. Peningkatan-peningkatan potensi tersebut dapat diubah ke dalam peningkatan semangat kerja seperti yang tergambar dalam gambar 3.2. berikut: Program QWL Meningkatkan Komunikasi Internal dan Kelompok Meningakatkan Koordinasi Meningkatkan Komunikasi Meningkatkan Kapabilitas Menignkatkan Semangat Kerja Gambar 3.1. Hubungan QWL dengan Semangat Kerja Konsep Quality of Work Life mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting program Quality of Work Life adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi dapat membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Peningkatan kualitas kehidupan kerja ini diperlukan untuk menciptakan kepuasan kerja sebagai pemicu semangat kerja. Menurut Kossen dan Hasibuan 2000 syarat-syarat untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja adalah sebagai berikut: 1. Kompensasi yang memadai dan wajar 2. Kondisi kerja yang aman dan sehat 3. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan manusia 4. Kesempatan untuk pertumbuhan berlanjut dan ketentraman 5. Ikut merasa mamiliki dan bertanggung jawab termasuk dalam suatu kelompok 6. Hak-hak karyawan tidak terabaikan 7. Kerja dan ruang kerja keseluruhan memadai 8. Relevansi sosial kehidupan kerja David dan Edward 1983 dalam Arifin 1999 mengemukakan kegiatan Quality of Work Life sebagai berikut: 1. Berpartisipasi dalam pemecahan masalah 2. Restrukturisasi kerja 3. Sistem imbalan yang inovatif 4. Memperbaiki lingkungan kerja Selanjutnya, Nawawi 2001 mengemukakan 3 aspek kualitas kehidupan kerja sebagai berikut: 1. Restrukturisasi 2. Partisipasi 3. Lingkungan kerja

3.1.5. Hubungan QWL dengan Semangat Kerja

7 Program Quality of Work Life dimaksudkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan semangat kerja para karyawan. Dalam proses pengambilan kebijakan organisasi selalu diperhitungkan berbagai Quality of Work Life supaya tidak terjadi kontra produktif akibat menurunnya semangat kerja. Kasus kontra produktif akibat menurunnya semangat kerja dapat saja terjadi apabila diterapkannya suatu kebijakan baru untuk karyawan, oleh karena hal tersebut karyawan merasa terkurangi haknya atau berkurang kesempatan untuk 7 Nawawi, Hajari H , Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1997, hal 32-38. berkembang, berprestasi, berpartisipasi, aspek imbalan dan kenyamanan lingkungan kerja. Sebaliknya program Quality of Work Life dimaksudkan agar dilakukan perbaikan terus menerus untuk membangkitkan semangat kerja, misalnya dengan memberi kesempatan yang lebih baik dalam berpartisipasi, tantangan, harapan, kesejahteraan, dan lingkungan kerja yang lebih menjanjikan. Program Quality of Work Life mendapat respon positif pada saat sekarang ini karena dipandang sebagai suatu cara yang berpengaruh positif terhadap semangat kerja yang bermuara pada pningkatan kinerja perusahaan sekaligus peningkatan kesejahteraan dan kehidupan sosial karyawan.

3.1.6. Hubungan Semangat Kerja dengan Kinerja

8 Menurut Simamora 1995 beliau berpendapat bahwa kinerja merupakan suatu pencapaian persyaratan karyawanan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari keluaran yang dihasilkan. Menurut Noe 1994 menyatakan bahwa kinerja karyawan sebagai suatu tujuan akhir dan merupakan cara seorang top manajemen untuk memastikan bahwa aktivitas karyawan dan output yang dihasilkan sama dengan tujuan organisasi. Kinerja karyawan dapat disebut juga dengan produktifitas kerja ataupun prestasi kerja yang merupakan aspek penting dalam usaha peningkatan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan sangat bergantung pada kinerja karyawan sebagai pelaku kegiatan, dan kinerja karyawan tersebut dipengaruhi oleh semangat kerja. 8 Rivai, Veithzal, Performance Appraisal Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005, hal 16.