Hubungan Semangat Kerja dengan Kinerja
Dalam hal ini semangat kerja karyawan baik secara individu maupun kelompok mempengaruhi kinerja atau produktifitas perusahaan. Manajemen perusahaan
perlu mengelola masalah semangat kerja ini agar organisasi mampu meraih kinerja yang baik, anara lain dengan menciptakan sistem peningkatan semangat
kerja melalui penilaian kinerja. Oleh karena itu penilaian terhadap kinerja karyawan prlu dilakukan. Penilaian kinerja pada saat sekarang ini sangat
kompetitif yang merupakan salah satu kegiatan utama bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan semangat kerja karyawan yang bermuara kepada
peningkatan kinerja perusahaan. Menurut Brush 2007, semangat kerja morale adalah perasaan seorang
individu seseorang terhaap karyawanan dan organisasinya. Mengukur semangat kerja berarti mengukur sikap atau perilaku yang cenderung kualitatif berupa
indikasi. Misalnya, indikasi turunnya semangat kerja yang dapat dilihat dari tolak ukur sebagai berikut:
a. Turunnya produktifitas kerja atau kinerja b. Tingkat absensi yang tinggi
c. Labour turnover yang tinggi d. Tingkat kerusakan bahan yang tinggi
e. Kegelisahan di setiap unit kerja f. Pihak karyawan yang sering menuntu
g. Sering mogok kerja Semangat kerja merupakan daya dorong bagi seseorang untuk berkinerja,
sehingga dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan turunan langsung dari
semangat kerja. Hal ini dikarenakan naik turunnya kinerja tidak terlepas dari naik turunnya semangat kerja. Dengan demikian penilaian semangat kerja dapat juga
dilakukan melalui penilaian kinerja Sistem penilaian kinerja dalam suatu organisasi atau perusahaan mencakup
beberapa elemen. Elemen pokok sistem penilaian kinerja mencakup kriteria yang ada hubungannya dngan pelaksanaan kerja, ukuran-ukuran kriteria, dan pemberian
umpan balik kepada karyawan dan top manajemen personalia. Meskipun top manajemen personalia merancang sistem penilaian kerja, tetapi yang melakukan
penilaian kerja umumnya adalah atasan langsung karyawan yang bersangkutan. Di dalam sistem penilaian, di samping faktor penilai, ukuran-ukuran
penilaian ikut menentukan obyektivitas penilaian. Ukuran-ukuran tersebut tentunya yang dapat diandalkan, sehingga secara keseluruhan dapat membentuk
suatu sistem penilaian yang seobyektif mungkin. Untuk mencappai obyektivitias penilaian tersebut, sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan karyawan
job related, praktis dan mempunyai standar pelaksanaan kerja menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang dapat diandalkan.
Bernandin dan Russel 1995, mengemukakan 6 kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja karyawan diantanranya:
1. Quality Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan yang
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. 2. Quantitiy
Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit,
jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. 3. Tiemliness
Merupakan lamanya kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang tersedia untuk
kegiatan yang lain. 4. Cost effectiveness
Besarnya penggunaan sumber daya organisasi guna mncapai hasil yang maksimal atau pengurangan kerugian dari setiap unti penggunaan sumber
daya. 5. Need for supervision
Kemampuan seorang karyawan untuk melaksanakan suatu fungsi karyawanan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk
mencegah tindakan yang kurang diinginkan. 6. Interpersonal impact
Kemampuan seorang karyawan untuk memelihara harga diri, nama baik dan kemampuan bekerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
Sedangkan menurut Mangkunegara 2001, bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui
9
: 1. Ketepatan waktu dalam menyelesaiakan tugas yaitu kesanggupan karyawan
menyelesaikan karyawanan tepat waktu. 2. Penyelesaian karyawanan melebihi target yaitu apabila karyawan
menylesaikan karyawanan melebihi target yang ditentukan oleh organisasi.
9
Dharma, Agus, Manajemen Prestasi Kerja Pegawai. Jakarta : Rajawali, 1992, hal 38.
3. Bekerja tanpa kesalahan yaitu tidak berbuat kesalahan terhadap karyawanan merupakan tuntutan bagi setiap karyawan.
Berdasarkan pendapat diatas, diperlukan adanya suatu ukuran standar yang ditetapkan terlebih dahulu untuk membandingkan apakah prestasi kerja telah
sesuai dengan keinginan yang diharapkan, sekaligus untuk melihat besarnya penyimpangan yang terjadi dengan membandingkan antara hasil kerja karyawan
secara aktual dengan ukuran standarnya. Dalam program Quality of Work Life penilaian cenderung bersifat terbuka
dan apa adanya fair untuk menggugah karyawan menggali lebih dalam potensi yang ada pada dirinya untuk berkembang dan berperstasi lebih baik secara fair.
Dengan penilaian dan pemberian reward consequencies yang sesuai dengan kinerja diharapkan akan mendorong karyawan untuk lebih bersemangat dan
bersedia mengeluarkan segala kreativitas dan inovasi yang dimiliki.