Kabupaten Batang Hari Competing Power And Claim Legitimation On Forest Resources: Case Of Forest Restoration In Batang Hari District, Jambi Province

pemanfaatan hasil hutan baik kayu dan non kayu dengan luas ribuan hektar. Meski demikian, terdapat kawasan hutan untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, budaya dan wisata alam. Kawasan hutan yang tersedia untuk Tahura Senami seluas 15 830 ha yang berlolaksi di Kecamatan Bajubang, Muara Bulian, Muara Tembesi dan Kecamatan Batin XXIV. kemudian kawasan hutan taman wisata alam TWA Bukit Sari seluas 315 ha, berlokasi di Kecamatan Muaro Sebo Ulu, dan Cagar Alam Durian Luncuk seluas 41.37 ha di Kecamatan Batin XXIV. Terdapat pula produksi hasil hutan kayu dan non kayu dengan pola IUPHHK-HT dan IUPHHK-HTR di kawasan hutan HP Sungai Serengam Hilir seluas 7742 ha di Kecamatan Batin XXIV, hutan produksi Batang Tabir seluas 865 ha di Kecamatan Maro Sebo Ulu, hutan produksi Pasir Mayang Danau Bangko seluas 1650 ha di Kecamatan Pemayung dan hutan produksi terbatas Sengkati Kehidupan seluas 3535 ha di Kecamatan Muara Tembesi dan Mersam. Sedangkan hutan Integgrasi Sylvopastura Hutan dan Ternak pola IUPHHK-HA HP Sungai Serengam Hilir seluas 3383 ha di Kecamatan Batin XXIV Desa Olak Besar, Jeluti dan Hajran. Selain sektor kehutanan, di Kabupaten Batang Hari sektor perkebunan juga merupakan sektor paling dominan dan berperan besar dalam perekonomi daerah. Besarnya peran sektor perkebunan dilihat variabel ekonomi, yaitu kontribusinya terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja dan ketersediaan sumberdaya alam. Sektor perkebunan merupakan sektor yang tertinggi kontribusinya terhadap PDRB Batang Hari. Pada tahun 2006 kontribusi sektor perkebunan terhadap PDRB atas dasar Harga Konstan sebesar 16.73 , tahun 2007 sebesar 16.83 , tahun 2008 sebesar 16.55 dan pada tahun 2009 tetap sebesar 16.55 . Sekalipun adanya kecenderungan menurun, namun secara kuantitatif perkembangan sektor ini cukup signifikan. Pada tahun 2010, sekitar 64.09 dari total rumah tangga masyarakat Kabupaten Batang Hari yang hidup sebagai petani perkebunan. Sektor perkebunan di Kabupaten Batang Hari diwarnai dengan usaha perkebunan dua komoditas unggulan karet dan kelapa sawit. Pada akhir tahun 2010 tercatat luas tanaman karet di Kabupaten Batang Hari 111 619 ha dengan produktivitas 830 kghatahun. Dari luas tanaman 111 619 ha, yang terdiri dari tanaman mudabelum menghasilkan seluas 21 299 ha 19.08 . tanaman menghasilkan 75 347 ha 67.50 dan tanaman karet tua rusak 14 973 ha 13.41 . Sedangkan komoditi kelapa sawit pada akhir tahun 2010 angka sementara tercatat seluas 66 674.7 ha dengan produktivitas 3307 kg CPOhatahun yang terdiri atas tanaman mudabelum menghasilkan seluas 9 571.2 ha 14.32 , tanaman menghasilkan 53 615.5 ha 80.4 dan tanaman tua rusak 3 488 ha 5.23 . Dari luas 66 674.7 Ha tersebut meliputi perkebunan rakyat 32 003 ha 47.9 , Perkebunan BUMNPTP 2225 ha 3.35 , dan Perkebunan Besar Swasta Nasional PBSN seluas 32 435.1 Ha 48.6 . Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2001-2011 Gambar 5 Perkembangan perkebunan di Kabupaten Batang Hari Tahun 2001, penguasaan perkebunan banyak didominasi oleh perkebunan rakyat. Penguasaan terbesar kedua adalah perkebunan swasta yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. persentase luas lahan perkebunan berdasarkan jenis penguasaannya disajikan pada Gambar 6. Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2011 Gambar 6 Persentase luas perkebunan berdasarakan jenis penguasaan di Kabupaten Batang Hari Tahun 2011 Kabupaten Batang Hari sejak Tahun 1983 telah menjadikan wilayahnya sebagai wilayah tujuan transmigrasi. Pada tahun 2008, lahan sudah ditutup untuk penempatan transmigran mengingat banyaknya permasalahan lahan yang terjadi khususnya di Kabupaten Batang Hari. Permasalahan transmigrasi di Batang Hari pada umumnya adalah banyaknya transmigran memperoleh lahan yang tidak sesuai ketentuan sehingga menuntut diberikannya kompensasi sebesar 10 juta rupiah. Alasan memilih kompensasi berupa uang adalah agar para transmigran tidak menerima teror dari pihak yang mempersengketakan lahan transmigran, baik kelompok maupun perorangan. Setidaknya hingga tahun 2008 terdapat 19 wilayah transmigrasi yang tersebar di lima kecamatan. Hingga tahun 2008 jumlah transmigran di Kabupaten Batang Hari mencapai 6783 KK dengan jumlah 28 151 jiwa. Sementara 3500 KK diantaranya masuk sebagai transmigran sepuluh tahun pertama pada periode 1983 sampai 1993 yang kini sudah bisa dipastikan mengalami perkembangan. Dengan hadirnya masyarakat transmigran di Kabupaten Batang Hari, maka tekanan terhadap lahan pun semakin meningkat.

4.3 Desa Bungku

Berdasarkan data potensi desa tahun 2011 Desa Bungku merupakan wilayah perdesaan yang status letaknya berada di tepisekitar kawasan hutan berjenis fungsi hutan produksi. Lokasi desa berada di hamparan dengan kemiringan lahan sedang 15 sampai 25 . Desa Bungku, secara administratif terletak di Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batang Hari. Secara geografis desa ini berada pada koordinat 103 o 10‟ BT – 103028‟ BT. Batas-batas Desa Bungku yaitu, sebelah selatan desa ini berbatasan dengan desa Sako Suban Propinsi Sumatera Selatan. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pompa Air dan Desa Ladang Peris Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari dan sebelah barat berbatasan desa Muara Jangga Kabupaten Batang Hari. Adapun, sebelah timur berbatasan dengan desa Bukit Subur Kabupaten Muaro Jambi. Sejak tahun 1984 desa Bungku telah menjadi desa definitif yang dikepalai seorang kepala desa yang semula dikepalai oleh pemimpin lokal desa benama Mangku. Luas Desa Bungku adalah dua kali luas total ketujuh desa lainnya di Kecamatan Bajubang. Luasan wilayah yang cukup besar tersebut dikarenakan di Desa Bungku terdapat beberapa perusahaan, baik perusahaan berbasis perkebunan maupun kehutanan. Perusahaan perkebunan sawit yang terdapat di Desa Bungku adalah PT AP, PT MPS, PT JMT, PT BP, dan PT HMS. Sementara perusahaan kehutanan adalah perusahaan restorasi serta HTI PT AAS dan HTI PT WN. Selain terdapat perusahaan, Desa Bungku tersebut juga dilintasi Hutan dengan fungsi hutan pelestarian alam berupa Taman Hutan Raya Tahura. Faktanya, kedekatan lokasi desa dengan perusahaan berbasis sumberdaya alam tersebut tidak menapikan terjadinya konflik tenurial. Bahkan konflik dengan pihak kehutanan. Wilayah sengketa lahan pun sangat luas. Jika mengikuti peta luasan perusahaan- perusahaan tersebut, maka wilayah desa menjadi sangat sempit. Lalu lintas antar desa ditempuh melalui jalur darat dengan jenis kondisi fisik permukaan jalan sudah beraspalbeton sejak sekitar tahun 1997 sehingga dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang tahun. Jarak desa ke Kantor Kecamatan adalah 30 km dan jarak desa ke kantor bupati adalah 45 km. Tidak ada keluarga yang berlangganan telepon kabel.

4.3.1 Karakteristik Sosial Desa Bungku

Jumlah penduduk Desa Bungku yang tercatat pada tahun 2008 adalah 8776 jiwa dengan jumlah 1591 kepala keluarga. Jumlah tersebut bisa lebih besar dibanding dengan jumlah sebenarnya di lapangan. Dinamika kependudukan menjadi tinggi mengingat banyak pendatang dari berabagai wilayah Indonesia yang sekedar mencari penghidupan untuk subsistensi maupun untuk mengakumulasikan kapital di Desa Bungku. Mayoritas penduduk Desa Bungku adalah laki-laki yang terdiri atas beragam etnisitas. Tabel 5 menunjukan