menjadi tinggi mengingat banyak pendatang dari berabagai wilayah Indonesia yang sekedar mencari penghidupan untuk subsistensi maupun untuk
mengakumulasikan kapital di Desa Bungku. Mayoritas penduduk Desa Bungku adalah laki-laki yang terdiri atas beragam etnisitas. Tabel 5 menunjukan
komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 5 Komposisi jumlah penduduk Desa Bungku
Komposisi Jumlah jiwa
Persentase
Laki-laki 3 303
37.64 Perempuan
5 473 62.36
Total 8 776
100.00
Sumber: Profil Desa Bungku 2008
Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas masyarakat Desa Bungku adalah perempuan dengan angka mencapai hingga 62.36 . Namun, berdasarkan
etnisitas, masyarakat asli Desa Bungku adalah masyarakat etnis Bathin Sembilan. Dengan banyaknya pendatang di Desa Bungku, etnisitas masyarakat Desa Bungku
pun menjadi beragam. Namun, berdasarkan data Profil Desa Bungku Tahun 2009, SAD Bathin Sembilan sebagai masyarakat asli Desa Bungku masih menjadi etnis
yang dominan di Desa Bungku, yaitu sebesar 35 . Etnis terbanyak kedua adalah etnis Jawa dengan persentase mencapai 25 . Selain berasal dari etnis jawa, etnis
pendatang yang banyak masuk ke Desa Bungku juga berasal dari Palembang dan Batak. Sebaran etnisitas masyarakat Desa Bungku ditunjukan pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran etsnis masyarakat Desa Bungku tahun 2008
SukuEtnis ∑ KK
Persentase
MelayuBatin IX 557
35.0 Jawa
398 25.0
Palembang 317
19.9 Batak
159 10.0
Aceh 80
5.0 Bali
80 5.0
Jumlah 1 591 100.0
Sumber: Profil Desa Bungku 2008
Pendataan jumlah kependudukan diakui oleh para aparat desa mengalami
kesulitan mengingat mobilitas penduduk yang tinggi. Banyak migran masuk, setelah mengurus KK dan KTP kemudian menjadi migran keluar. Selain mobilitas
eksternal, terdapat juga mobilitas internal yang banyak dilakukan masyarakat asli SAD Bathin Sembilan yang tinggal berpindah-pindah dari satu wilayah RT ke
wilayah RT lainnya. Jumlah lahan garapan yang menyebar dan banyak meskipun sedikit-sedikit membuat masyarakat SAD Bathin Sembilan tersebut hidup
berpindah-pindah. Perpindahan tak hanya antar wilayah RT namun juga antar wilayah dusun.
“Setiap bulan selalu ada peningkatan. 4 sampai 5 peningkatan setiap bulan per satu dusun. Jika belum 6 bulan belum dicatat sebagai warga
Bungku. Jika ada surat pindah warga yang datang akan dianggap sebagai warga bungku. Kalo tidak melapor tidak terakui sebagai warga
Bungku. Pendataan
dilakukan 6 bulan sekali”
Kepala Dusun Bungku Indah Desa Bungku
“Pendataan jumlah kependudukan mengalami kesulitan mengingat mobilitas penduduk yang tinggi. Banyak pendatang yang masuk, setelah
mengurus KK dan KTP pendatang tersebut kemudian pergi lagi. Ada juga warga asli SAD yang tinggal berpindah-pindah dari satu RT ke RT
lainnya. Jumlah lahan garapan yang menyebar dan banyak meskipun sedikit-sedikit yang membuat SAD tersebut berpindah-pindah.
Perpindahan tak hanya antar RT namun juga antar Dusun. Kadang Tinggal di Dusun Johor, kadang tinggal di Kunagan Jaya. Jadi kalo ada
pembagian raskin mereka juga kadang dapat dua kali. Di sini dapat di sana dapat. Kepala Dusun Johor Baru 1 Desa Bungku
4.3.2 Karakteristik Ekonomi-Politik Desa Bungku
Sumber penghasilan utama Desa Bungku adalah sektor pertanian dengan jenis komiditi utama adalah perkebunan Podes 2011. Komoditas utama adalah
karet dan sawit. Hampir tidak ditemukan lahan pangan kecuali pada perkebunan- perkebunan yang baru mulai ditanam hingga memasuki tahun ketiga. Kegiatan
ekstraksi sumberdaya alam masih mencolok terjadi di Desa Bungku. Kegiatan ekstraksi menjadi strategi nafkah alternatif yang sangat menguntungkan selama
menunggu masa panen sawit dan karet dalam kurun waktu 4 sampai 6 tahun. Kegiatan ekstraktif sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat adalah
memproduksi arang dari limbah kayu sisa penebangan. Penebangan kayu hutan biasanya dilakukan dalam rangka membuka lahan untuk perkebunna dan kayunya
digunakan untuk membuat pondok rumah. Kayu sisa yang dibalok untuk membangun pondok tersebut yang kemudian dijadikan arang. Arang dijual kepada
pengumpul untuk disalurkan ke industri karbon dan sejumlah rumah makan baik di Provinsi Jambi maupun di luar Provinsi Jambi. Selain membuat arang, kegiatan
ekstraksi sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat adalah memproduksi balok kayu. Balok kayu yang diproduksi bukan berasal dari pohon-pohon kayu
yang utuh, namun berasal dari limbah kayu sisa penebangan dari perusahaan HPH sebelumnya yang masih bisa dibentuk menjadi balok kemudian dijual ke luar desa
melalui oknum, atau dijual di dalam desa atau digunakan untuk membangun rumah milik sendiri.
Sumber-sumber agraria yang melimpah di Desa Bungku menjadikan Bungku menjadi banyak dimintai masyarakat luar. Dalam hal ini, lahan menjadi
tujuan utama masyarakat luar datang ke Bungku baik dengan dan tanpa modal. Masyarakat yang datang dengan modal besar membeli lahan langsung kepada
masyarakat Desa Bungku, terutama masyarakat SAD Bathin Sembilan. Masyarakat yang datang tanpa modal, umumnya berstrategi menjadi buruh panen
dan tinggal di desa dengan cara menumpang di pondok atau rumah kerabat. Upah buruh panen kelapa sawit adalah Rp 100ribu untuk setiap 1 ton sawit yang
dipanen. Sementara itu, sistem bagi hasil untuk upah buruh karet sistem 1:1 dari setiap karet yang dipanenangkit. Setelah cukup mengumpulkan uang kemudian
membeli lahan. Selain menjadi buruh, para pendatang tanpa modal juga memproduksi arang atau membalok kayu limbah bagi mereka yang memiliki
kemampuan membalok. Aktivitas ekonomi membalok dilakukan dengan tujuan mengumpulkan uang untuk membeli lahan dan menanaminya dengan komoditas
sawitkaret.
Sementara itu, mayoritas masyarakat SAD Bathin Sembilan di Desa Bungku mengembangkan sistem nafkah dengan memanen sawit di lahan-lahan
yang masih bersengketa dengan perusahaan. Keberadaan perusahaan memaksa mereka merubah pola nafkah dari pertanian dengan sistem rotasi ke pertanian
komoditas industri global. Sementara itu masyarakat SAD yang tidak memiliki dudukan lahan bergantung pada sumber nafkah yang beragam. Diantaranya
memnacing ikan dan berburu labi-labi, berburu getah jernang, dan menyadap karet di sisa-sisa lahan kebun yang mereka miliki yang luasnya tidak seberapa.
4.3.3 Dinamika Penguasaan Ruang Wilayah Desa Bungku
Pada Tahun 1970, sekitar 38 KK SAD Bathin Sembilan yang hidup terpencar-pencar dimukimkan oleh pemerintah melalui program rumah-rumah
sosial SAD, termasuk masyarakat asli yang sudah menetap di Dusun Lama. Desa kemudian ditetapkan secara definitif pada tahun 1983. Tahun 1986 masuk PT
BDU yang telah berganti nama menjadi PT AP. Saat PT BDU masuk, masyarakat pun mencari hutan lain sebagai ruang jelajah hidup. Salah satunya, masyarakat
pergi ke lahan tahura yang menurut cerita warga saat itu masih hutan dengan status HPH yang banyak menebang kayu. Bahkan mayoritas pendatang di Desa
Bungku saat ini merupakan bekas pekerja logging di HPH tersebut, selain bekas pekerja-pekerja PT AP yang membeli lahan yang sudah terbuka kemudian tinggal
menetap. Selain bekerja di perusahaan, masyarakat pendatang juga mengikuti budaya pelarian masyarakat asli, yaitu budaya membuka hutan untuk
berladangberkebun sampai akhirnya membeli lahan tersebut.
Tahun 1997 Desa Bungku mulai berkembang dengan terbentuknya Dusun Johor Baru. Johor Baru merupakan wilayah eks HPH TJ yang juga menjadi
wilayah jelajah hidup SAD. Masyarakat pendatang di Johor pun umumnya mendapatkan lahan dari membeli kepada SAD. Sekitar tahun 2003 saat banyak
lahan-lahan dipindahtangankan dari SAD ke pendatang, diketahui bahwa wilayah Johor sebagaian masuk ke dalam wilayah pencadangan PT MPS dan PT JMT,
anak perusahaan PT AP.
Tahun 2000 wilayah pemukiman desa menjadi meluas dengan terbentuknya pemukiman baru Rantau Rasau. Pertama kali, sebanyak 20 KK dari
Tanjung Jabung Timur yang mendapatkan legitimasi dari kepala Desa membuka lahan yang masih masuk ke dalam lahan pencadangan PT MPS. Hingga penelitian
ini berlangsung, Rantau Rasau menjadi pusat pemerintahan Dusun Johor Baru 2 dengan luas wilayah sekitar 2.000 Ha yang terdiri dari pemukiman dan kebun-
kebun sawit masyarakat.
Tahun 2002 mulai terjadi gelombang pembukaan hutan secara terorganisir yang menjadi asal-usul Dusun Kunangan Jaya yang terdefinitif tahun 2010.
Selang dua tahun kemudian, dilakukan adanya pemekaran terhadap dusun tersebut dengan menjadi Dusun Kunangan Jaya 1 dan Kunangan Jaya 2 pada tahun 2011