Waktu dan Lokasi Penelitian

3.3 Metode dan Strategi Penelitian

Konsekuensi dari paradigma penelitian konstruktivis adalah metode penelitian kualitatif. Denzin dan Lincoln 2009 menyatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai serangkaian praktik interpretatif tidak mengunggulkan satu metodologi pun. Lebih lanjut, Denzin dan Lincoln 2009 menyatakan bahwa sebagai wahana diskusi dan diskursus penelitian kualitatif sulit didefinisikan secara tegas, sehingga tak hanya konstruktivisme, beragam paradigma teoretis secara terbuka menggunakan metode dan penelitian kualitatif. Para peneliti kualitatif umumnya memanfaatkan semiotika, analisis naratif, wacana, arsip, dan fenomenis. Dalam hal ini narasi dan tindakan aktor dalam upaya klaim atas sumberdaya bersandar atas pemaknaanya terhadap situasi dan kondisi di sekitar ruang kehidupannya sehingga didalami melalui metode kualitatif. Adapun strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Sitorus 1998 menjelaskan bahwa penggunaan studi kasus sebagai strategi penelitian memungkinkan terjadinya dialog peneliti dan tineliti, sehingga kebenaran adalah kesepahaman bersama atas sebuah masalah berupa intersubyektifitas yang lahir akibat interaksi antara peneliti dan tineliti. Penelitian ini mengambil teladan kasus konflik di kawasan hutan restorasi sebagai wilayah yang pertama kali diimplementasikannya produk baru kebijakan pemanfaatan hutan, yaitu IUPHHK- RE. Penelitian ini ingin melihat struktur kuasa yang terbentuk diantara aktor yang terlibat konflik dalam penguasaan sumberdaya agraria, khususnya sumberdaya hutan. Stuktur kuasa diantara aktor tersebut dianalisis dalam kaitannya dengan pengaruh wacana lingkungan global terhadap pengelolaan hutan di Indonesia di tengah menguatnya gerakan-gerakan pembelaan terhadap kaum terpinggirkan masyarakat lemah yang dimotori sejumlah LSM.

3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah data kualitatif. Jenis data kualitatif umumnya diperoleh dari hasil pengamatan, pembicaraan, dan bahan tertulis Patton 1990 dalam Sitorus 1998 sehingga disebut sebagai data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan dua tehnik. Pertama, pengamatan observation yaitu interaksi antara peneliti dan subjek penelitiannya dalam lingkungan subjek penelitian itu sendiri, guna memperoleh data melalui teknis yang sistematis Agusta 2003. Kedua, wawancara mendalam indepth interview yaitu temu muka berluang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana tineliti ungkapkan dalam bahasanya sendiri Sitorus 1998. Adapun, data sekuder dikumpulkan dengan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap keseluruhan wilayah desa dan keseluruhan titik-titik konfliksengketa yang masuk di dalam wilayah desa tersebut. Pengamatan juga dilakukan di lokasi-lokasi yang meninggalkan jejak- jejak terjadinya konflik, seperti bangunan rumah yang terbakar, camp-camp pendudukan lahan, dan lain sebagainya. Selain pengamatan di lokasi-lokasi yang sudah „mati‟, pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi perkampungan di dalam hutan yang merupakan wilayah terjadinya sengketa. Peneliti mengamati bagaimana proses-proses pembangunan kampung yang dilakukan secara gotong royong dan swadaya oleh masyarakat. Proses pembangunan kampung di dalam hutan dilakukan masyarakat secepat mungkin untuk mendukung klaim mereka terhadap wilayah desa yang diperlukan sebagai tempat bernaung dan mendapatkan penghidupan. Di tengah keterbatasan program pembangunan, umumnya pembangunan kampung dilakukan melalui modal yang diperoleh dari dalam kampung itu sendiri. Sebagai contoh, jika ada anggota masyarakat yang ingin membangun rumah, proses membangun rumah dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat kampung sebagaimana konsep borongan. Upah dari borongan tersebut digunakan untuk membangun sarana-sarana umum, seperti tempat ibadah dan bangunan sekolah. Umumnya borongan dilakukan di malam hari karena siang hari masyarakat pergi mengurus ladang-ladangnya. Hasil pengamatan memperlihatkan betapa keras upaya masyarakat untuk membangun wilayah hidup yang aman dari gangguan pihak manapun. Pengamatan juga dilakukan terhadap aktivitas nafkah yang dilakukan masyarakat dalam rangka bertahan hidup di wilayah konflik. Aktivitas nafkah yang dilakukan masyarakat diantaranya adalah pemanenan buah sawit dan getah karet, memproduksi arang, gesek kayu, menanam tanaman palawija yang ditumpangsarikan dengan tanaman sawit yang baru ditanam, termasuk proses-proses transaksi dengan para tengkulak desa. Adapun wawancara mendalam dilakukan terhadap sejumlah informan dan responden. Informan penelitian ini diantaranya adalah anggota konsorsium organisasi bidang pelestarian burung di Indonesia, pihak perusahaan restorasi, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan tingkat Provinsi Jambi dan tingkat Kabupaten Batang Hari, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batang Hari, Pemerintah Daerah Pemda Batang Hari dan LSM nasional Serikat Tani Nasional STN, LSM lokal Jambi CAPPA, LSM lokal desa Forum Masyarakat Bungku Formasku, Camat dan staf Kecamatan Bajubang, Kepala Desa dan mantan Kepala Desa Bungku, sekretaris desa dan mantan sekrtetaris Desa Bungku, pegawai dan mantan pegawai perusahaan terutama perusahaan restorasi dan perusahaan perkebunan sawit, seluruh kepala dusun, tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat pendatang, masyarakat adat, tokoh-tokoh RT yang terlibat konflik, masyarakat yang terlibat konflik. Selain mewawancari informan, peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah responden subjek penelitian sebagai kasus yang diambil untuk mewakili kasus dalam menentukan tipologi masyarakat di Desa Bungku. Beberapa responden tersebut diantaranya adalah beberapa orang dari kelompok masyarakat SAD, migran awal yang datang ke Desa Bungku tahun 1970an, migran awal yang datang ke Desa Bungku tahun 1980an, migran „trans sosial‟ di ketiga wilayah pembukaan hutan yang dilakukan secara organisir, serta migran akhir yang datang hanya untuk menginvestasikan modal. Pertama kali peneliti melakukan pemetaan terhadap wilayah desa dengan seluruh pamong desa, yaitu kepala desa, sekretaris desa, BPD, dan seluruh kepala dusun yang ada di Desa Bungku. Peneliti selalu mengambil kesempatan terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemerintah desa, seperti rapat dan sebagainya. Rapat desa seringkali dihadiri oleh camat, petugas trantrib kecamatan, serta intel dari plosek Bajubang. Pembahasan rapat selalu terkait mengenai wilayah dan