Konsep ideologi dan diskursus telah diaplikasikan dalam menganalisis masalah koservasi alam di negara-negara tropis Wittmer dan Birner 2007.
Ideologi dianggap sebagai dasar suatu representasi sosial yang dipahami atau dipertukarkan dalam suatu kelompok masyarakat Dijk 1998 dalam Wittmer dan
Birner 2007, yang kemudian membuat orang mengorganisir dan membentuk keyakinan atau prinsip sosial dan menentukan baik atau buruk, salah atau benar.
Ideologi dianggap faktor yang dapat mengatasi masalah-
masalah yang „liar‟ dan mengurangi biaya transaksi dari sejumlah aksi. Wittmer mengutip Foucault
dengan menjelaskan bahwa „kepentingan‟ bukan sesuatu yang begitu saja ada, namun dibangun melalui pemikirandiscourse. Diskursus dapat didefinisikan
sebagai ide-ide, konsep dan bentuk-bentuk kategorisasi yang dihasilkan, diproduksi kembali, dan ditransformasikan dalam dunia nyata sebagai kenyataan
sosial. Untuk memperjuangkan diskursus yang dianut oleh seorang aktor atau kelompok tertentu tergantung dari tiga faktor yaitu kredibilitas, akseptabilitas,
kepercayaan.
Terdapat dua diskursus yang dominan dalam pertarungan klaim atas sumberdaya hutan, yaitu diskursus restorasi ekosistem dan diskursus keadilan
agraria. Kedua diskursus ini memiliki kepentingan yang bertolak belakang dalam pemanfaatan sumberdaya hutan sehingga memiliki dasar argumentasi dan
rasionalitas yang berbeda dalam melegitimasi klaim hak atas lahan. Setiap diskursus memiliki narasi masing-masing untuk melegitimasi penguasaan atas
hutan dan akses terhadap hutan. Narasi dibangun kemudian disebarluaskan sehingga membentuk satu set pengetahuan yang disebarkan untuk melegitimasi
hak akses atas sumberdaya hutan.
1. Diskursus Restorasi Ekosistem Diskursus RE
a. Aktor dan Jaringan-jaring Kekuasaan dalam Diskursus RE
Kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi IUPHHK-RE merupakan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan. Inisiatif
kebijakan ini banyak dimotori oleh Burung Indonesia sebagai salah satu anggota konsorsium tiga organisasi yaitu Burung Indonesia itu sendiri, Birdlife
international dan RSPB. Ketiga anggota konsorsium ini mendirikan Yayasan KEHI yang pada akhirnya membentuk satu badan usaha bernama perusahaan
restorasi agar dapat menjadi pemegang konsesi izin restorasi di hutan produksi pertama di Indonesia. Proses produksi kebijakan ini pun melipatkan sejumlah
pakar, terutama kalangan intelektual perguruan tinggi yang konsen kepada isu konservasi.
Himpuan LSM yang konsen merupakan yang konsen di bidang pelestarian burung, perusahaan restorasi merupakan badan usaha yang sumberdananya
berasal dari donor internasional, diantaranya adalah Danida, KWF, dan Nabu. Donor tersebut berasal dari Jerman, Inggris, dan Denmark. Karena mendapatkan
pendanaan yang bersumber dari donor internasonal, perusahaan restorasi sering disebut sebagai perusahaan non provit yang bergerak di bidang isu konservasi.
Sebagai kebijakan yang muncul ditengah menguatnya wacana global, restorasi ekosistem juga menjadi bagian dari rencana strategis kehutanan tahun
2010 sampai 2014. Disebutkan bahwa terdapat target implementasi restorasi hutan alam dan hutan alam produksi seluas 2,5 juta hektar. Kondisi saat ini juga
mengindikasikan bahwa luas kawasan hutan produksi yang tidak dibebani hak
mencapai 30 juta hektar Zuhri 2012 dalam Burung Indonesia 2012. Restorasi Ekosistem juga telah diidentifikasi dalam Dokumen Strategi Nasional REDD+
sebagai upaya yang dapat berkontribusi mengatasi deforestasi dan degradasi hutan selain juga memberikan manfaat co-benefits dari ekosistem hutan UKP-PPP
2011 dalam Burung Indonesia 2012.
Kementrian Kehutanan mengeluarkan produk kebijakan berupa IUPHHK- RE untuk mengakomodir setiap perusahaan yang ingin melakukan kegiatan
restorasi ekosistem di hutan produksi. Kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pemegang izin konsensi IUPHHK-RE dapat mengambil berbagai
bentuk tujuan, diantaranya jasa lingkungan, stok karbon, penangkaran atau penyelamatan spesies langka yang terancam punah, dan berbagai bentuk kegiatan
pemanfaatan hutan lainnya yang tak semata berorientasi pemanfaatan hasil hutan berupa kayu.
Pihak perusahaan restorasi menyadari betul bahwa areal izin konsesi yang diberikan kementrian kehutanan dihadapkan pada tumpang tindih klaim atas lahan
tersebut. PT RE mengakui sebelum masuk, sudah ada masyarakat yang menguasai hutan yang sebelumnya sudah memenangkan perkara pidana dengan PT Log
sebagai pemegang konsesi sebelumnya. Bahkan terdapat suku batin sembilan yang merupakan masyarakat asli yang lebih berhak memiliki lahan hutan.
b. Alur Cerita Diskursus Restorasi Ekosistem
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem IUPHHK-RE adalah kebijakan baru sebagai sebuah produk diskursus
penyelamatan hutan dan penekanan terhadap laju deforestasi. Fokus utama alur- cerita diskursus ini adalah menyelamatkan hutan dataran rendah sumatera satu-
satunya yang terdegradasi. Hutan dataran sumatera yang kaya akan biodiversitas. Jika hutan tersebut rusak akan mengancam hilangnya bergam spesies langka. Oleh
karena itu hutan dataran rendah sumatera perlu untuk di-restore dalam arti hutan dikembalikan kepada kondisi seperti semula hutan itu ada sebagai habitat dari
beragam spesies langka hingga tercapai keseimbangan ekologi.
Secara aplikatif, IUPHKK-RE berbeda dengan IUPHKK-HA dan atau IUPHKK HT yang hanya berorentasi pada pemanfaatan kayu semata. Gagasan
yang terkontruksi dari munculnya kebijakan izin usaha restorasi ekosistem RE
17
adalah sebagai berikut: 1.
Restorasi Ekosistem berhadapan dengan hutan produksi yang rusak, harus ada keberanian untuk memulihkan kondisi hutan
2. Restorasi ekosistem bukan merupakan aktivitas konservasi dalam arti
konvensional. Namun konservasi yang lebih mutakhir yang didalamnya ada proses pemanfaatan, bukan sekedar perlindungan poetic interest.
3. IUPHHK-RE merupakan izin usaha pemanfaatan hasil hutan yang mencakup 3
jenis IUPHH sekaligus, yaitu pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan non kayu dan pemanfataan hasil hutan jasa lingkungan dalam satu unit
hutan produksi.
17
Sebagaimana yang disampaikan Prof. Dudung Darusman pada Seri Diskusi bertajuk “Konsep,
Kebijakan, dan Implementasi Restorasi Ekosistem RE: Lesson Learned, Prospek dan Tantangan”. Institu Pertanian Bogor, 07 Mei 2013. Kerjasama Burung Indonesia dan Institut
Pertanian Bogor.