dipanen. Sementara itu, sistem bagi hasil untuk upah buruh karet sistem 1:1 dari setiap karet yang dipanenangkit. Setelah cukup mengumpulkan uang kemudian
membeli lahan. Selain menjadi buruh, para pendatang tanpa modal juga memproduksi arang atau membalok kayu limbah bagi mereka yang memiliki
kemampuan membalok. Aktivitas ekonomi membalok dilakukan dengan tujuan mengumpulkan uang untuk membeli lahan dan menanaminya dengan komoditas
sawitkaret.
Sementara itu, mayoritas masyarakat SAD Bathin Sembilan di Desa Bungku mengembangkan sistem nafkah dengan memanen sawit di lahan-lahan
yang masih bersengketa dengan perusahaan. Keberadaan perusahaan memaksa mereka merubah pola nafkah dari pertanian dengan sistem rotasi ke pertanian
komoditas industri global. Sementara itu masyarakat SAD yang tidak memiliki dudukan lahan bergantung pada sumber nafkah yang beragam. Diantaranya
memnacing ikan dan berburu labi-labi, berburu getah jernang, dan menyadap karet di sisa-sisa lahan kebun yang mereka miliki yang luasnya tidak seberapa.
4.3.3 Dinamika Penguasaan Ruang Wilayah Desa Bungku
Pada Tahun 1970, sekitar 38 KK SAD Bathin Sembilan yang hidup terpencar-pencar dimukimkan oleh pemerintah melalui program rumah-rumah
sosial SAD, termasuk masyarakat asli yang sudah menetap di Dusun Lama. Desa kemudian ditetapkan secara definitif pada tahun 1983. Tahun 1986 masuk PT
BDU yang telah berganti nama menjadi PT AP. Saat PT BDU masuk, masyarakat pun mencari hutan lain sebagai ruang jelajah hidup. Salah satunya, masyarakat
pergi ke lahan tahura yang menurut cerita warga saat itu masih hutan dengan status HPH yang banyak menebang kayu. Bahkan mayoritas pendatang di Desa
Bungku saat ini merupakan bekas pekerja logging di HPH tersebut, selain bekas pekerja-pekerja PT AP yang membeli lahan yang sudah terbuka kemudian tinggal
menetap. Selain bekerja di perusahaan, masyarakat pendatang juga mengikuti budaya pelarian masyarakat asli, yaitu budaya membuka hutan untuk
berladangberkebun sampai akhirnya membeli lahan tersebut.
Tahun 1997 Desa Bungku mulai berkembang dengan terbentuknya Dusun Johor Baru. Johor Baru merupakan wilayah eks HPH TJ yang juga menjadi
wilayah jelajah hidup SAD. Masyarakat pendatang di Johor pun umumnya mendapatkan lahan dari membeli kepada SAD. Sekitar tahun 2003 saat banyak
lahan-lahan dipindahtangankan dari SAD ke pendatang, diketahui bahwa wilayah Johor sebagaian masuk ke dalam wilayah pencadangan PT MPS dan PT JMT,
anak perusahaan PT AP.
Tahun 2000 wilayah pemukiman desa menjadi meluas dengan terbentuknya pemukiman baru Rantau Rasau. Pertama kali, sebanyak 20 KK dari
Tanjung Jabung Timur yang mendapatkan legitimasi dari kepala Desa membuka lahan yang masih masuk ke dalam lahan pencadangan PT MPS. Hingga penelitian
ini berlangsung, Rantau Rasau menjadi pusat pemerintahan Dusun Johor Baru 2 dengan luas wilayah sekitar 2.000 Ha yang terdiri dari pemukiman dan kebun-
kebun sawit masyarakat.
Tahun 2002 mulai terjadi gelombang pembukaan hutan secara terorganisir yang menjadi asal-usul Dusun Kunangan Jaya yang terdefinitif tahun 2010.
Selang dua tahun kemudian, dilakukan adanya pemekaran terhadap dusun tersebut dengan menjadi Dusun Kunangan Jaya 1 dan Kunangan Jaya 2 pada tahun 2011
mengingat pesatnya perkembangan dusun, baik secara fisik maupun kependudukan.
Secara administratif, sejak tahun 2012 Desa Bungku dibagi menjadi 5 wilayah Dusun dengan 32 Wilayah Rukun Tetangga. Setiap DusunRT memiliki
sejarah pembentukan yang khas lihat Tabel 7. Sebagian besar wilayah RTDusun terbentuk disertai dengan konflik. Terdapat wilayah-wilayah yang
sudah mengalami masa sengketa yang panjang dan sudah aman dikuasai, ada beberapa wilayah yang masih dalam sengketa.
Matriks 3 Asal muasal terbentuknya dusun-dusun di Desa Bungku
No Dusun
Asal-Usul Wilayah
1 Bungku Indah
Tahura Eks HPH, Lahan Percontohan PT Log, Dusun Lama, dan Wilayah dibangunnya rumah-rumah sosial
2 Johor Baru 1
Eks Perusahaan Kayu Johor, Lahan Pencadangan PT MPS dan PT JMT, Dusun Asli Pinang Tinggi, Padang Salak, dan Tanah Menang
yang sempat tergusur oleh PT AP 3
Kunangan Jaya 1 Eks PT Log yang kemudian menjadi Lahan Pencadangan PT MPS
dan JMT, Lahan Pencadatang HTI PT WN 4
Johor Baru 2 Lahan Pencadangan PT MPS, Eks HPH PT Log, Tahura Eks HPH
5 Kunangan Jaya 2
Eks PT Log, Lahan Pencadangan PTMPS, HTI PT WNAAS Sumber: data penelitian 2013 diolah
Pada daerah yang sarat akan sengketa ini, keberadaan pamong desa RTDusunSekdes menjadi sangat fungsional. Aparat desa aktif mengurus
pengakuan akan keberadaan masyarakat yang datang ke Desa Bungku. Adanya kesadaran kolektif antara masyarakat dan aparat desa bahwa setiap masyarakat
memerlukan ruang penghidupan sehingga siapa saja yang masuk diterima di Desa Bungku dan setelah 6 bulan diberikan hak-hak kependudukan.
a.
Dusun Bungku Indah Dusun merupakan dusun tertua di Desa Bungku. Wilayahnya berada
diantara Hutan Konservasi Tahura dan Perusahaan Perkebunan PT AP. Tahura dan PT AP dipisahkan oleh jalan raya desa beraspal. Hanya sekitar 800 m jarak
pinggir aspal ke kebun milik PT AP. Rumah-rumah penduduk berjajar memanjang di kanan-kiri jalan raya tersebut. Satu deretan memanjang masuk ke
dalam wilayah yang ditetapkan sebagai Tahura. Satu deretan panjang lainnya wilayah pinggiran PT AP. Terdapat juga rumah-rumah yang berkelompok yang
berlokasi masuk lebih dalam di dalam kawasan Tahura. Kelompok-kelompok rumah tersebut membentuk beberapa RT. Sementara rumah-rumah yang berderet
memanjang bergabung menjadi RT bersama rumah-rumah yang ada di sebrang jalan.
Diantara rumah yang terbangun, teradapat rumah-rumah sosial SAD yang dibangunkan oleh Depsos pada sekitar tahun 1970-an. Namun, rumah-rumah
sosial tersebut kini tampak lebih permanen dengan konstruksi bangunan dari semen dengan sekali-kali terlihat mobil dan motor terparkir di depannya. Berbeda
dengan kondisi awal dimana konsturksi bangunan berwujud kayu. Rumah-rumah