Kemampuan Pengembangan Granula Pati Swelling Power

menunjukkan sifat birefringent dan pendaran warna biru-kuning yang menjadi ciri khas pati alami, meskipun intensitasnya melemah pada pati dengan kadar air 25. Hal yang berbeda terjadi pada pati yang dimodifikasi dengan kadar air 30. Sebagian dari granula patinya telah kehilangan sifat birefringent dan mengalami kerusakan granula karena terjadi proses gelatinisasi akibat kadar air yang berlebih. Secara umum, berdasarkan data ukuran rata-rata granula pada Lampiran 1 pati hasil modifikasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air dan lama waktu modifikasinya. Namun, pati ganyong alami yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran yang tidak seragam. Ketidakhomogenan ini dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada perlakuan yang diterapkan. Kondisi ini juga berdampak pada ukuran granula pati hasil modifikasi yang menjadi tidak homogen. Oleh karena itu, ukuran granula pati hasil modifikasi sangat sulit dijadikan parameter untuk menunjukkan perubahan yang terjadi akibat proses modifikasi. Gambar granula pati alami dan hasil modifikasinya disajikan dalam Lampiran 7.

2. Kemampuan Pengembangan Granula Pati Swelling Power

Swelling power merupakan analisis yang digunakan untuk melihat kemampuan pati dalam menyerap air dengan mengukur banyaknya air yang diserap oleh setiap gram sampel kering. Analisis swelling power dilakukan pada tiga level suhu yang berbeda yaitu pada suhu 30 C dan 60 C yang berada di bawah suhu gelatinisasi, dan suhu 90 C yang berada di atas suhu gelatinisasi. Menurut Adebowale et al. 2005, kemampuan pengembangan granula pati akan meningkat seiring dengan meningkatnya pemanasan. Pada suhu 30 C dan 60 C, pati HMT menunjukkan nilai pengembangan granula yang lebih tinggi dari pati alami dan nilanya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air pati, sedangkan pada suhu 90 C nilai pengembangan granula pati HMT lebih rendah dibandingkan pati alami dan nilainya berbanding terbalik dengan kadar air patinya. Nilai pengembangan granula pati alami pada suhu 30 C dan 60 C adalah 0.77 dan 0.67 gml, sedangkan pada pati HMT bernilai 0.95 - 1.93 gml dan 0.96 - 2.03 gml. Pada suhu 90 C pati alami memiliki nilai pengembangan granula sebesar 9.97 gml, sedangkan pada pati HMT nilai pengembangannya adalah 6.68 - 8.56 gml. Perbedaan ini disebabkan karena pada suhu 30 C dan 60 C penyerapan air yang terjadi masih bersifat reversible dan sangat dipengaruhi oleh kadar air keseimbangannya sehingga pati dengan kadar air awal yang lebih besar akan menyerap lebih banyak air. Hal yang berbeda terjadi pada analisis swelling power suhu 90 C karena penyerapan air sudah bersifat irreversible. Menurut Hormdok dan Noomhorm 2007, perlakuan hidrotermal dapat menyebabkan pengaturan kembali molekul pati yang berakibat pada menurunnya kemampuan pengembangan granula pati. Interaksi amilosa- amilosa dan amilosa-amilopektin yang terbentuk selama HMT dapat membatasi penetrasi air ke dalam granula pati sehingga kemampuan pengembangan pati menurun. Pengujian data analisis nilai pengembangan granula pati dilakukan pada data suhu 90 C karena dianggap paling relevan dengan kondisi proses pembuatan produk yang akan dihasilkan yang melibatkan proses gelatinisasi. Karakteristik yang diinginkan pada pati termodifikasi HMT adalah pati yang memiliki kemampuan pengembangan yang rendah. Hal ini bertujuan untuk mencegah pengembangan berlebihan pada sohun yang dihasilkan sehingga tidak mudah hancur saat pemasakan. Pengujian dengan ANOVA yang disajikan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi suhu-waktu-kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan pati. Oleh karena itu, dilihat interaksi lainnya yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pengembangan pati p 0.05 yaitu interaksi antara faktor suhu-kadar air dan interaksi waktu-kadar air kemudian dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui pengaruh dua interaksi tersebut. Pada Gambar 12 terlihat bahwa kemampuan pengembangan tertinggi dihasilkan oleh pati HMT dengan perlakuan pemanasan 100 C dan 110 C dengan kadar air awal 20, sedangkan kemampuan pengembangan terendah dihasilkan oleh pati HMT dengan perlakuan pemanasan 100 C dan 110 C dengan kadar air awal 30. Gambar 11. Diagram pengaruh interaksi suhu-waktu-kadar air terhadap swelling power Gambar 12. Diagram pengaruh interaksi suhu-kadar air terhadap swelling power Pada Gambar 13 terlihat bahwa interaksi perlakuan 4 jam 20 menghasilkan pati HMT yang memiliki nilai pengembangan granula tertinggi, sedangkan interaksi perlakuan 16 jam 30 menghasilkan pati HMT yang memiliki kemampuan pengembangan terendah. Perlakuan HMT memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan pengembangan pati yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan pengaturan molekul polimer pati. Namun, dari dua interaksi tersebut terlihat bahwa pengembangan terbesar dihasilkan oleh interaksi perlakuan yang melibatkan kadar air yang lebih rendah, waktu modifikasi yang lebih singkat, dan suhu pemanasan yang lebih rendah, sedangkan pengembangan terbatas ditunjukkan oleh interaksi perlakuan yang melibatkan kadar air yang lebih tinggi, waktu modifikasi yang lebih lama, dan suhu pemanasan yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadinya pengaturan kembali molekul di dalam granula pati yang efeknya akan semakin besar dengan kadar air, suhu, dan waktu modifikasi yang juga semakin besar. Hal lain yang bisa terjadi adalah adanya sebagian granula yang mengalami kerusakan karena terjadi proses gelatinisasi jika dipanaskan pada kadar air dan suhu yang tinggi serta pada waktu yang lebih lama sehingga membatasi pengembangannya. Gambar 13. Diagram pengaruh interaksi waktu-kadar air terhadap swelling power

3. Profil Amilografi Pati