yang panjang. Hasil pecahan berupa rantai-rantai pendek dengan 25 unit glukosa yang kemudian bergabung membentuk struktur yang berantai banyak.
Proses kristalisasi amilopektin berbeda dengan amilosa. Pada amilopektin, kristalisasi terhalang oleh rantai cabang polimer. Hal ini dikarenakan
kristalisasi dipengaruhi oleh keteraturan dan bentuk polimer. Menurut Hart dan Schemets 1972, dua jenis fraksi molekul pati tersebut,
yaitu amilosa dan amilopektin yang memiliki sifat berbeda. Amilosa yang merupakan polimer linear dengan ikatan α-1,4-D-glukosa memiliki sifat
larut dalam air panas. Amilopektin yang merupakan polimer bercabang dengan ikatan β-1,6-D-glukosa tidak larut dalam air panas. Derajat
polimerisasi amilosa dan amilopektin pun berbeda. Derajat polimerisasi amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa. Amilosa memberikan
kompleks warna biru sewaktu bereaksi dengan iodin, sedangkan amilopektin memberikan kompleks warna ungu sewaktu berinteraksi dengan iodin
Baianu, 1992. Perbandingan sifat-sifat komponen amilosa dan amilopektin disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan sifat-sifat komponen amilosa dan amilopektin
Sifat komponen Amilosa
Amilopektin
Struktur Tidak bercabang
Bercabang Panjang rantai rata-rata
10
3
20-25 Derajat polimerisasi
10
3
10
4
-10
5
Stabilitas dalam larutan Tidak stabilretrogradasi Stabil
Pewarnnaan Iod Biru tua
Ungu Konversi menjadi maltose
• Alfa amylase
• Beta amylase
• Debranching
enzyme ,
kemudian alfa amilase
110 70
100 90
55 75
Sumber: Pomeranz 1971
C. GELATINISASI PATI
Gelatinisasi pati merupakan aspek yang sangat penting dalam pembuatan mi hotong instan. Pati tergelatinisasi digunakan sebagai pembentuk struktur
sekaligus sebagai bahan pengikat. Pati yang tergelatinisasi merupakan bahan pengikat matriks adonan yang cukup baik. Beberapa prinsip dasar gelatinisasi
yaitu konsep dan mekanisme gelatinisasi pati, suhu gelatinisasi, serta sifat birefringence
.
Konsep dan mekanisme gelatinisasi pati
Gelatinisasi pati adalah proses kompleks bersifat irreversible. Pada saat gelatinisasi pati granula pati membengkak secara irreversible Winarno,
1997. Gelatinisasi pati ditandai dengan menghilangnya garis polarisasi birefringence, peningkatan transmitan optis dan peningkatan viskositas
Swinkels, 1985. Menurut Harper 1981, mekanisme gelatinisasi dimulai ketika pati diberi
air. Pemberian air pada pati akan memisahkan kristalinitas amilosa dan menggangu struktur heliksnya. Granula pati kemudian mengembang dan
volumenya menjadi 20-30 kalinya. Apabila panas dan air diberikan terus maka amilosa mulai keluar dari granula. Apabila proses gelatinisasi terus
berlangsung maka granula menjadi pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal.
Menurut Swinkels 1985, mekanisme gelatinisasi pati terjadi dalam tiga tahap antara lain: 1 granula pati menyerap air sampai batas hampir
mengembang di mana air secara perlahan-lahan berimbibisi ke dalam granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul-molekul granula;
2 granula mengembang secara cepat karena menyerap air sampai kehilangan sifat birefringencenya; 3 jika cukup air dan suhu terus naik maka granula
pecah sehingga molekul amilosa keluar dari granula. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan
menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan kemampuan membengkaknya terbatas. Air yang dapat diserap hanya
sampai mencapai 30. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air dengan suhu 55⁰C-65⁰C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya,
dan setelah pembengkakan ini granula pati tidak dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat
kembali lagi pada kondisi semula irreversible. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi Winarno, 1997.
Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi mengalami pengembangan volume jika suspensi air-pati dipanaskan Hodge dan Osman, 1976.
Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik irreversible
jika telah mencapai suhu gelatinisasi Greenwood dan Munro, 1979. Selanjutnya pemanasan akan lebih merenggangkan misela, sehingga air akan
lebih banyak terperangkap dalam granula. Setelah itu granula semakin membesar hingga pati kehilangan struktrur kristalnya sama sekali Hodge dan
Osman, 1976. Selain fenomena gelatinisasi, pati juga dapat mengalami retrogradasi dan
sineresis. Apabila pati yang telah tergelatinisasi tidak mengalami pemanasan lebih lanjut, maka pati tersebut akan mengalami pengkristalan. Pengkristalan
tersebut terus meluas dan menyebabkan pengerasan struktur gel Osman, 1972. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi
disebut retrogradasi. Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali, sebagian air masih berada di bagian luar granula yang membengkak. Bila gel
dibiarkan selama beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari bahan. Keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel pati disebut sineresis
Osman, 1972 dan Winarno, 1997.
Perubahan-perubahan selama gelatinisasi pati
Perubahan yang terjadi selama proses gelatinisasi yaitu granula pati mengalami hidrasi dan pengembangan, molekul amilosa larut, kekuatan ikatan
di dalam granula pati akan berkurang dengan diikuti semakin kuatnya ikatan antar granula. Kekentalanviskositas semakin meningkat dan kejernihan pasta
juga akan menigkat Collison, 1968.
Pada proses gelatinisasi terjadi perubahan struktur granula yaitu perusakan ikatan hidrogen yang berfungsi mempertahankan struktur dan integrites
granula pati. Kerusakan intergritas granula pati menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium
air. Sesudah perusakan granula selesai viskositaskekentalan pati menurun. Kenaikan dan penurunan viskositas selama pemanasan dapat dideteksi dengan
Brabender amilograph berupa kurva amilografi Greenwood dan Munro, 1979
dan Hood, 1980. Ketika suhu naik, granula mengembang dan saling bersinggungan satu
dengan yang lain, sehingga viskositaskekentalan pasta granula pati meningkat. Proses ini berlangsung terus hingga viskositas maksimum tercapai.
Pada kondisi ini daya kohesif struktur asli granula pati terlalu lemah. Kemudian dilanjutkan dengan struktur pasta dan viskositas yang menurun,
karena kehilangan integritas granula pati. Menurut McCready 1970, dengan semakin naiknya suhu suspensi pati
dalam air maka pengembangan granula semakin besar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin
secara fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif
atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Suhu suspensi yang semakin meningkat akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah, sedangkan di
sisi lain molekul-molekul air memiliki energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula. Pada akhirnya jika
suhu suspensi masih tetap naik, maka granula akan pecah sehingga molekul- molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya perubahan kekentalan. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama
terjadi gelatinisasi pati dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis
pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air
menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik antarmolekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang
menyebabkan bengkaknya granula tersebut. Indeks refraksi pati yang membengkak itu mendekati indeks refraksi air dan hal inilah yang
menyebabkan sifat translusen Winarno, 1997.
Apabila proses gelatinisasi pati diamati pada variasi suhu untuk setiap jenis pati maka akan terlihat beberapa perubahan. Perubahan tersebut adalah
terbentuknya larutan bening dari larutan keruh. Terjadinya pengembangan butir granula pati bersamaan dengan berubahnya kekeruhan tersebut.
Berubahnya ukuran granula di dalam air panas mula-mula terjadi dengan tiba- tiba. Pada awalnya, perubahan ini sangat cepat kemudian terjadi peningkatan
kekentalan larutan. Hal ini dapat dipergunakan untuk mengetahui suhu
gelatinisasi pati Winarno, 1997.
Suhu gelatinisasi pati
Suhu gelatinisasi pati adalah titik suhu saat sifat birefringence pati mulai menghilang Fennema, 1996. Menurut Winarno 1997, suhu gelatinisasi pati
adalah suhu pada saat granula pati pecah. Menurut Damardjati 1986, dalam suatu larutan pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran.
Menurut Winarno 1997, suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu
tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Selain konsentrasi, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh pH larutan. Menurut
Winarno 1997, apabila pH terlalu tinggi, pembentuan gel semakin cepat tercapai, namun akan cepat turun kembali. Apabila pH terlalu rendah
terbentuknya gel lambat dan apabila pemanasan diteruskan, viskositas akan turun kembali.
Winarno 1997 menambahkan, penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini
disebabkan gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula
menyebabkan gel lebih tahan lama terhadap kerusakan mekanik. Gelatinisasi juga dipengaruhi oleh kehadiran lemak. Lemak dapat membentuk kompleks
dengan pati sehingga memperlambat gelatinisasi. Tidak adanya lemak pada pati mengakibatkan peningkatan pembengkakan pati Kar et al., 2005. Suhu
gelatinisasi dapat ditentukan dengan menggunakan viscometer. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized microscop Winarno,
1997. Suhu gelatinisai tidak memiliki hubungan yang jelas dengan kandungan amilosa pati. Tetapi setelah mencapai suhu gelatinisasi sifat pati
tergelatinisasi tergantung pada fraksi pati yaitu amilosa dan amilopektin Juliano, 1985.
Suhu gelatinisasi pati tidak sama pada berbagai jenis pati Fennema, 1996. Dalam suatu larutan pati, suhu gelatinisasi pati berupa kisaran. Hal ini
disebabkan karena populasi granula pati yang bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Granula-granula dari
jenis pati yang sama mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi sehingga energi yang diperlukan untuk pembengkakan granula juga berbeda. Suhu
gelatinisasi beberapa jenis pati disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Suhu gelatinisasi beberapa jenis sumber pati
Sumber pati Suhu gelatinisasi ⁰C
Beras 65-73
Ubi jalar 82-83
Tapioka 59-70
Jagung 61-72
Gandum 53-64
Tepung ketan gilingkomersial 68-78
Kentang 58-68
Buru hotong foxtail millet 62.5-75.1
Sumber: Fennema 1996 Ridwan et al. 1996
Sugiyono 2004 Fujita et al. 1996
Sifat birefringence pati
Sifat birefringence pati yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kontras gelap-terang hitam-putih atau biru-kuning dengan
pengamatan mikroskop terpolarisasi. Sifat birefringence dapat diketahui dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop polarisasi polarized
microscope . Intensitas birefringence pati sangat tergantung dari derajat
kristal. Pada pati mentah dan belum mendapat perlakuan akan didapati pola birefringence
yang jelas daerah gelap dan terangnya. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringencenya lebih lemah jika
dibandingkan pati dengan kadar amilopektin tinggi. Jika pati dapanaskan
bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang Hoseney, 1998. Pada waktu granula mulai pecah, sifat birefringence ini akan menghilang
Winarno, 1997.
D. MI