II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN HOTONG
Tanaman hotong Setaria italica L. Beauv. merupakan tanaman serealia sejenis padi atau alang-alang. Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang
biasanya tumbuh dalam bentuk rumpun dengan tinggi tanaman 60-150 cm Dassanayake, 1994. Menurut Doust et al. 2009 tanaman hotong memiliki
perawakan yang kecil dengan tinggi tanaman antara 20-215 cm. Tanaman ini berbentuk batang dengan sedikit cabang dan sistem perakaran yang dalam.
Umur panennya adalah 8-15 minggu setelah tanam, dengan waktu berbunga antara 5-8 minggu setelah tanam. Tanaman hotong memiliki beberapa nama
lain diantaranya foxtail millet, Italian millet, dan giant millet. Morfologi tanaman hotong disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi tanaman hotong
Menurut Baker 2003 dan Krishiworld 2005, tanaman hotong dapat tumbuh pada daerah beriklim tropis maupun subtropis dengan curah hujan
yang tidak terlalu besar. Tanaman hotong dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan dataran tinggi pada semua jenis lahan Herodian et al., 2008.
Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian antara 0-2000 meter dari permukaan laut di wilayah tropis dan subtropis. Tanaman hotong
dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur. Hal ini disebabkan tanaman ini memiliki karakter dinding sel tebal, distribusi akar yang padat, dan daun
Keterangan: 1.
bagian atas tanaman 2.
mulut sarung pedang 3.
bulir bunga berbulu 4.
bulir biji
yang sempit sehingga efisien dalam penggunaan air Zhang et al., 2007 dan Li, 1997. Oleh sebab itu, tanaman ini sering ditanam pada musim kering atau
kemarau. Selain itu, tanaman hotong juga memiliki toleransi terhadap kadar garam yang tinggi Zhang et al., 2007 dan Veeranagamallaiah et al., 2008.
Waktu penanaman terbaik adalah pada bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus pada daerah-daerah beriklim tropis, misalnya di wilayah India bagian
selatan Khrisiworld, 2005. Tanaman hotong termasuk dalam kelas Monocotyledone, famili Poaceae
Dassanayake, 1994. Botani tanaman buru hotong dapat dilihat sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Division : Magnoliophyta Angiospermae
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Family : Poaceae Graminae
Genus : Setaria Beauv.
Species : Setaria italica L. Beauv.
Menurut Sreenivasulu et al. 2004 dan Bai et al. 2009, hotong merupakan komoditas pertanian penting yang ditanam di India, China, dan
Jepang. Hotong sering ditanam di lahan kering dan kadar garam tinggi. Selain itu, tanaman hotong juga ditanam di Australia, Afrika Utara, dan Amerika
Selatan. Di Indonesia, tanaman hotong ditanam dan dibudidayakan secara terbatas di Pulau Buru Maluku. Budidaya tanaman buru hotong tidak
memerlukan pemeliharaan yang intensif sebagaimana tanaman padi, sehingga memungkinkan untuk dijadikan tanaman pangan alternatif pengganti beras
Herodian et al., 2008. Karena pembudidayaanya hanya terbatas di Pulau Buru, hotong di Indonesia sering disebut buru hotong.
Tanaman buru hotong memiliki batang yang liat, semakin kering batang tanaman hotong setelah dikeringkan akan semakin berkurang sifat liatnya.
Malai sebenarnya merupakan lanjutan dari batang, hanya saja tumbuh cabang- cabang yang semakin ke ujung posisinya semakin kompak. Cabang terdiri dari
koloni kulit ari yang berisi biji hotong. Panjang malai hotong rata-rata 15.2 cm dengan diameter 1.2 mm dan memiliki berat rata-rata 5.7 gram per malai. Biji
hotong memiliki panjang 1.7 mm, lebar 1.3 mm, dan ketebalan 1.1 mm Kharisun, 2003. Tanaman buru hotong beserta bijinya disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. a Tanaman buru hotong, dan b biji hotong
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman buru hotong adalah tanah, varietas tanaman, iklim, dan tindakan budidaya
Prakoso, 2006. Krishiworld 2005 melaporkan bahwa di India, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah alluvial, bahkan pada tanah liat.
Budidaya tanaman hotong pada tanah dengan komposisi liat yang tinggi harus mendapatkan pengolahan tanah yang baik agar dapat mendukung perakaran
dan meningkatkan perlokasi air tanah, karena tanaman hotong memerlukan drainase yang baik Prakoso, 2006. Tanaman hotong dapat tumbuh pada
tanah yang kurang subur, namun tanah ini harus bereaksi positif terhadap fosfor P dan nitrogen N, sehingga tanah dengan kandungan fosfor dan
nitrogen yang cukup akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Varietas tanaman hotong yang dibudidayakan saat ini lebih dari satu
spesies. Tiga spesies hotong yang banyak dibudidayakan adalah: Setaria italica
L. Beauv, Setaria italica Var. Metzgeri, dan Setaria italica Var. Stramiofructa Dassanayake, 1994. Varietas tanaman yang paling banyak
dibudidayakan adalah Setaria italica L. Beauv. a
b
Buru hotong bukan hal baru di kalangan masyarakat Pulau Buru, sebab selama ini tanaman buru hotong telah dibudidayakan oleh para petani untuk
dijadikan sebagai tanaman sela. Buru hotong dapat segera dimanfaatkan setelah dipanen. Penanganan buru hotong setelah pemanenan adalah melalui
tahap pengeringan malai, perontokan, pembersihan, penyosohan, penepungan, dan penyimpanan. Kegiatan pemanenan dilakukan ketika buru hotong sudah
cukup tua. Panen dilakukan pada saat malai mulai berwarna kecoklatan dengan keseragaman warna mencapai 90 Sutanto, 2006.
Setelah dipanen, buru hotong dirontokkan dari malainya. Perontokan biji dari malai biasanya sebelum dikeringkan. Perontokan buru hotong dilakukan
dengan cara manual dan semi-mekanis. Biji-biji yang sudah dirontokkan dibersihkan dari tangkai, jerami, biji hampa dan pengotor-pengotor lainnya
Sutanto, 2006. Setelah melewati proses pembersihan, buru hotong dikeringkan dengan pengering buatan maupun sinar matahari. Pengeringan
dilakukan hingga kadar air mencapai 13. Apabila menggunakan sinar matahari, waktu rata-rata yang diperlukan agar biji sampai kering adalah 3-4
hari tergantung kondisi cuaca. Proses setelah pengeringan adalah penyosohan. Penyosohan bertujuan
memisahkan kulit sekam dari bulir biji dengan tingkat kerusakan minimum atau menghasilkan biji pecah kulit maksimum Sutanto, 2006. Menurut
Kalabadi 2007, proses penyosohan biji buru hotong sudah termasuk di dalam proses pengupasan biji buru hotong pemisahan sekam. Hal ini disebabkan
biji hotong sangat kecil dan pericarpnya mudah dilepaskan dari biji McDonough and Rooney, 2000
. Setelah itu dapat dilakukan penepungan biji
hotong Sutanto, 2006. Proses pengolahan biji buru hotong kulitnya berwarna coklat tua sampai
tahap siap dimasak tidak sama dengan padi. Proses pengupasan kulit biji hotong tidak menggunakan alat pengupas biasa yang dipakai untuk mengupas
padi, karena biji buru hotong lebih kecil dibandingkan padi. Penangan pasca panen buru hotong belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia dan
pengolahannya juga masih terbatas Wibowo, 2008. Proses penanganan pasca panen di masyarakat hanya sampai diperoleh biji terkupas tersosoh.
Menurut Antony et al. 1996, hotong dapat dikonsumsi dalam bentuk whole grain
atau diolah secara manual. Biji hotong dapat dimanfaatkan sebagai pangganti beras dan sebagai bahan untuk produk pangan lain seperti
wajik dan bubur Herodian et al., 2008. Biji hotong yang diolah secara manual dibuat menjadi bubur dan roti Antony et al., 1996. Hotong memiliki
nutrisi yang lebih baik daripada beras dan gandum. Semua komponen gizi dalam hotong menjadikan hotong memiliki kegunaan yang tepat sebagai
bahan baku produk pangan seperti makanan bayi, snack, makanan untuk diet, dan lain lain baik biji maupun tepungnya Hadimani et al., 2001 dan
Subramanian dan Viswanathan, 2007 .
Komponen utama dalam hotong adalah karbohidrat protein dan lemak Gu dan Li, 1986, namun terdapat juga gula bebas dan pilosakarida non
karbohidrat Malleshi et al., 1986; Kato et al., 1989 .
Rokhani et al. 2003 melaporkan bahwa biji buru hotong memiliki kandungan lemak dan protein
yang cukup tinggi, sedangkan kandungan karbohidratnya hampir sama dengan kandungan karbohidrat pada biji hermada Sorghum bicolour L. Moench.
Kandungan lemak biji hotong sebesar 2.4 sedangkan kandungan protein sebesar 11.2. Komposisi kimia biji buru hotong, biji hermada, dan beras
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia biji hotong dibandingkan dengan hermada dan beras
Komponen Hermada
a
Hotong
a
Beras
b
Karbohidrat 72
73.4 78.9 + 0.70
Protein 11.3
11.2 8.37 + 0.60
Lemak 5.2
2.4 1.04 + 0.04
Serat kasar 8.5
- 6.60 + 0.00
Abu 3.3
1.3 0.80 + 0.20
Sumber: a Rokhani et al. 2003 b Junhua et al. 2005
Sutanto 2006 menyatakan bahwa kandungan gizi buru hotong cukup bagus sebagai bahan pangan karena memiliki kandungan protein dan
karbohidrat yang cukup tinggi. Setiap bagian dari malai buru hotong, bijinya
memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda, antara bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung malai. Komposisi kimia biji bagian-bagian malai
buru hotong disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia biji bagian-bagian malai buru hotong
Komponen Pangkal
Tengah Ujung
Kadar air 11.85 + 0.04
11.82 + 0.05 11.84 + 0.10
Kadar protein 13.18 + 0.14
13.36 + 0.28 13.36 + 0.11
Kadar lemak 3.72 + 0.23
3.84 + 0.32 4.04 + 0.11
Kadar karbohidrat 67.59 + 0.28
67.91 + 0.09 67.49 + 0.21
Kadar abu 3.68 + 0.13
3.08 + 0.07 3.28 + 0.08
Sumber: Sutanto 2006
Herodian et al. 2008 menyatakan bahwa hotong termasuk ke dalam komoditas berkadar amilosa sedang, bila diolah akan menghasilkan produk
dengan tingkat kepulenan sedang. Selain itu, daya cerna pati in vitro biji sebesar 53.60 dan tepung hotong 50.78 lebih rendah dibandingkan dengan
daya cerna beras 62-81. Hal ini menunjukkan tingkat kecernaan hotong lebih rendah dibandingkan beras, dan memberi harapan bahwa produk-produk
berbasis tepung hotong akan menghasilkan indeks glikemik yang cenderung rendah. Tabel 3 berikut menunjukkan kandungan kimia buru hotong.
Tabel 3. Kandungan kimia buru hotong
Komponen Biji
Tepung
Amilosa 23.17
24.72 Daya cerna pati
53.60 50.78
Serat pangan tidak larut 7.44
6.69 Serat pangan larut
3.63 2.99
Total serat pangan 11.06
9.68 Tanin
0.22 0.06
Vitamin E 44.5
50.90 IG
56.42 nasi hotong 55.30 bubur hotong
Penelitian Wibowo, 2008, mengolah biji hotong menjadi produk mi instan. Formula mi instan hotong tersebut terdiri atas 100 tepung hotong, air
30, garam 1, CMC 1, dan baking powder 0.3 dengan basis 300 gram tepung hotong. Karakteristik mi instan yang dihasilkan cukup baik, seperti
disajikan pada Tabel 4.
Tebel 4. Karakteristik mi instan hotong
Parameter Nilai
Proksimat Kadar air
2.33 bb -
Kadar abu 1.86 bb 1.90 bk
Kadar protein 9.83 bb 10.06 bk
Kadar lemak 14.66 bb 15.01 bk
Kadar karbohidrat 71.33 bb 73.03 bk
Fisik Warna
merah-kuning Kekerasan
1641.33 gram force Kelengketan
473.49 gram force Waktu rehidrasi
6.5 menit Daya serap air
160.02 Kehilangan padatan akibat
pemasakan 19.38
Umur simpan
Ketengikan 99.86 hari
Bilangan TBA 109.77 hari
Sumber: Wibowo 2008
Prasetyo 2008 melaporkan bahwa produk olahan buru hotong kukis, mi instan, dan snack tergolong pangan dengan indeks glikemik yang rendah,
sedangkan bubur instan tergolong ke dalam pangan dengan indeks glikemik sedang. Karena nilai indeks glikemiknya yang rendah, kukis, mi instan, dan
snack dapat diaplikasikan sebagai pangan alternatif untuk tujuan diet, terutama
untuk penderita diabetes millitus. Bubur instan hotong yang memiliki nilai indeks glikemik sedang cocok dikonsumsi sebagai makanan pokok penghasil
energitenaga. Nilai indeks glikemik beberapa produk olahan hotong disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai indeks glikemik produk olahan buru hotong
Produk olahan buru hotong Indeks glikemik
Kukis hotong 47.25
Mi instan hotong 48.45
Bubur instan hotong 59.57
Snack hotong
45.32
Sumber : Prasetyo 2008
B. PATI