Penggorengan makanan ringan di industri pangan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode deep fat frying. Mekanisme masuknya minyak
ke dalam bahan pangan dalam metode deep fat frying terdiri dari tiga tahap yaitu surface wetting, capillary action, dan vacuum absorption Fellows,
2000. Bahan pangan mentah dimasukkan ke dalam penggorengan berisi minyak
panas dan terjadi interaksi dengan minyak di seluruh permukaan bahan yang dinamakan surface wetting. Setelah seluruh permukaan bahan pangan
terselimuti minyak, penggorengan memasuki tahap selanjutnya yaitu tahap capillary action
. Pada tahap tersebut minyak akan masuk secara kapiler ke dalam pori-pori bahan pangan tetapi belum meresap ke dalam bagian dalam
atau bagian tengah bahan pangan. Bahan pangan digoreng dengan pengatur suhu dan lamanya bervariasi tergantung jenis dan ukuran bahan pangan yang
digoreng. Setelah bahan pangan matang, bahan diangkat dan ditiriskan. Pada saat
inilah terjadi tahap vacuum absorption. Pada tahap ini, yaitu saat bahan pangan ditiriskan dari minyak dan diletakan di udara luar, tekanan udara di
dalam bahan pangan rendah sedangkan tekanan udara di lingkungan tinggi sehingga udara mengalir dari lingkungan ke dalam bahan pangan membawa
serta minyak yang ada di permukaan bahan sehingga seluruh minyak masuk ke dalam bahan pangan.
G. UMUR SIMPAN DENGAN METODE AKSELERASI
Institute of food Technologist di dalam Arpah 2001 mendefinisikan umur
simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-
sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Umur simpan menurut Floros 1993 adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu
kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.
Menurut Syarief dan Halid 1993, hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimia yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan
irreversible selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu, hasil reaksi
tersebut menyebabkan mutu pangan tidak dapat diterima konsumen. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak lagi
dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluwarsa. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan
tersebut telah kadaluwarsa, yaitu telah melampaui batas masa simpan optimumnya dan pada umumnya pangan tersebut menurun gizinya meskipun
penampakannya masih bagus. Pendugaan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati
produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan
mengamati perubahan yang terjadi pada produk pangan selama selang waktu tertentu. Syarief dan Halid 1993 menyatakan bahwa perubahan mutu pangan
terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut. Oleh karena itu dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran
terhadap atribut mutu produk tersebut. Menurut Syarief et al. 1989, faktor-faktor yang mempengaruhi umur
simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut: 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume. 3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban di mana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas,
dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat. Menurut Floros 1993, umur simpan produk pangan dapat diduga
kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies
ESS dan Accelerated Storage Studies ASS. ESS sering disebut juga metode konvensional, yaitu penetapan
kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal
sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya usable quality
hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang panjang dan analisa parameter mutu
yang relatif banyak. Dewasa ini, metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai waktu kadaluwarsa kurang dari 3 bulan Arpah, 2001.
Berbeda halnya dengan metode ESS, metode ASS membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi
yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat accelerated reaksi deteriorasi
penurunan mutu produk pangan sehingga kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol
semua lingkungan produk dan mengamati perubahan parameter yang berlangsung Arpah, 2001.
Metode akselerasi ini pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang
diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu: 1. Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu
cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktivitas air sebagai kriteria kadaluwarsa dan 2. Pendekatan
semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika di mana mekanisme reaksi yang
sesungguhnya maupun tahapan-tahapannya tidak menjadi fokus perhatian, namun yang ingin diketahui adalah laju reaksi yang berlangsung. Laju reaksi
pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan Arpah, 2001.
Pendekatan semi empiris dimulai dengan menganggap bahwa perubahan produk pangan akan mengikuti pola reaksi.
A produk intermediat B
Dalam kondisi ini konsentrasi mutlak A maupun B tidak dianalisa akan tetapi yang diukur adalah perubahan konsentrasi intermediet terhadap waktu.
Perubahan konsentrasi dianggap proporsional terhadap penurunan konsentrasi produk A maupun peningkatan konsentrasi produk B.
n
atau
n
Di mana: [A] = penurunan konsentrasi A yang dikorelasikan dengan mutu produk
[B] = peningkatan konsentrasi B yang dikorelasika dengan mutu produk t = waktu
k = laju reaksi n = ordo reaksi
Persamaan ini diterapkan pada penentuan umur simpan dilakukan dengan
menentukan konsentrasi kriteria A atau B di mana pengaruhnya terhadap mutu mencapai tingkat kerusakan yang tidak dapat diterima konsumen.
Menurut Syarief dan Halid 1993, untuk menganalisis penurunan mutu dengan metode akselerasi diperlukan beberapa pengamatan, yaitu harus ada
parameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan kadaan mutu produk yang diamati. Parameter tersebut dapat
berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, atau uji mikrobiologi, seperti daya serap O
2
, kadar peroksida, kadar vitamin C, skor uji cita rasa, tekstur, warna, total mikroba, dan sebagaimya. Jenis parameter yang diuji
tergantung pada jenis produknya. Untuk produk berlemak, parameternya biasanya ketengikan. Produk yang disimpan dalam bentuk beku atau dalam
kondisi dingin parameternya berupa pertumbuhan mikroba. Produk berbentuk bubuk atau kering yang diukur adalah kadar airnya. Untuk suatu produk, yang
diukur tidak semua parameter, melainkan salah satunya saja, yakni parameter yang paling cepat mempengaruhi penerimaan konsumen.
Metode akselerasi model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan akhir pada minimal tiga suhu. Kemudian
tabulasi data dari penurunan mutu berdasarkan parameter mutu tertentu tersebut dimasukkan dalan persamaan Arrhenius sehingga dari persamaan
tersebut dapat ditentukan nilai k konstanta penurunan mutu dan umur simpan masing-masing produk pangan pada berbagai suhu penyimpanan. Pada model
Arrhenius, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap parameter produk pangan. Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi laju reaksi berbagai
senyawa kimia yang akan semakin mempercepat pula penurunan mutu produk Haryadi et al., 2006.
Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius menurut Syarief dan Halid 1993 adalah:
1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja.
2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.
3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-
proses yang terjadi sebelumnya. 4.
Suhu selama penyimpanann tetap atau dianggap tetap. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model
Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubukformula, produk chipsnack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan
produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi berpotensi terjadinya oksidasi lemak atau yang mengandung gula pereduksi dan protein berpotensi
terjadinya reaksi kecoklatan Kusnandar, 2006. Umur simpan pada suhu tertentu dapat ditentukan dengan menghubungkan
nilai k dan nilai temperatur yang telah diketahui. Nilai k dihubungkan dengan temperatur menggunakan persamaan Arrhenius:
k = k
o
e
-EaRT
atau dalam bentuk logaritma ln k = ln k
o
– {EaR}1T atau dalam bentuk persamaan linear
y = b +ax
di mana y = ln k; x = 1T
1. Reaksi Ordo Nol
Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi perubahan kadar air, reaksi kerusakan enzimatis, oksidasi lemak
ketengikan pada snacks dan dry food, pencoklatan enzimatis dan non enzimatis Labuza, 1982 dan Haryadi et al., 2006. Persamaan ordo nol
yaitu: Arpah, 2001
Keterangan: dA
= perubahan parameter mutu dt
= waktu penyimpanan k
= konstanta Jika persamaan di atas diintegrasikan, maka:
A
t
= A
o
– k.t Sehingga waktu kadaluwarsa akan sama dengan:
t = A
– Atk
Keterangan: t
= umur simpan hari A
o
= nilai mutu awalkonsentrasi mula-mula A
t
= nilai mutu akhirkonsentrasi pada titik batas kadaluwarsa titik kritis
k = konstanta
2. Reaksi Ordo Satu Penurunan mutu yang mengikuti ordo reksi satu meliputi ketengikan
pada minyak sayur, pertumbuhan mikroba, off flavor oleh mikroba pada daging dan ikan, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein Labuza,
1982 dan Haryadi et al., 2006. Persamaan ordo satu yaitu: Arpah, 2001
= k [ A] Keterangan:
[ A] = konsentrasi A Jika persamaan di atas diintegrasikan maka:
atau ln A
t
= ln A
o
– k.t sehingga waktu kadaluwarsa akan sama dengan:
3. Reaksi Ordo Lain
Hanya sedikit penurunan mutu makanan yang mengikuti orde ini, misalnya degradasi vitamin C yang mengikuti reaksi ordo dua Haryadi et
al ., 2006. Contoh persamaan reaksi ordo dua yaitu: Arpah, 2001
= k [ A]
2
Jika persamaan di atas diintegrasikan maka:
Sehingga waktu kadaluwarsa akan sama dengan:
III. METODOLOGI PENELITIAN