Seperti diketahui hotong tidak memiliki protein gluten seperti layaknya terigu. Padahal untuk membentuk lembatan mi yang elastis diperlukan
adanya gluten. Untuk itu diperlukan substitusi tepung terigu yang cukup banyak untuk membentuk gluten dan menghasilkan tekstur mi yang baik.
Pada tingkat substitusi terigu sebesar 30 sudah menghasilakan teksur mi yang cukup baik. Hal ini karena adanya cukup gluten yang terbentuk
selama proses pengadonan. Namun, pada tingkat substitusi terigu sebesar 60 justru adonan mi
menjadi sangat lengket dan lembek. Hal ini menunjukkan tingkat substitusi sebesar itu sudah berlebihan. Tekstur yang lengket disebabkan
interaksi gluten dengan air. Menurut Syamsir et. al. 2008, air berfungsi melarutkan garam dan membentuk gluten. Air yang berlebih justru akan
merusak pembentukan gluten sehingga tekstur mi justru menjadi lengket dan liat.
Berdasarkan pengamatan terhadap lembaran dan untaian mi, maka dipilih tiga macam formula mi hotong instan dengan substitusi tepung
terigu yaitu tingkat substitusi sebesar 30, 40, dan 50 yang selanjutnya disebut formula A, B, dan C. Formula tersebut adalah formula
mi hotong instan dengan substitusi tepung terigu yang akan dilakukan analisis lanjutan berupa uji organoleptik untuk menentukan produk yang
paling disukai oleh konsumen.
3. Proses Pembuatan Mi Hotong Instan
Proses pembuatan mi hotong instan dengan substitusi tepung terigu mengacu pada proses pembuatan mi instan terigu pada umumnya yaitu
meliputi pencampuran, pembentukan adonan dan lembaran, pencetakan mi dan pemotongan, penggorengan dan pendinginan. Pencampuran bahan
bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan membentuk adonan. Pembentukan adonan dan
lembaran menggunakan roll press dengan jalan melewatkan adonan secara berulang-ulang di antara dua roll logam sehingga adonan semakin
menyatu dan kompak satu sama lain. Lembaran dibuat bertahap dari yang
tebal sampai ke tipis dengan cara mengatur jarak roll. Berdasarkan percobaan diketahui bahwa jarak anatara dua roll yang baik adalah sebesar
1.8 mm. Jarak ini menghasilkan lembaran mi dengan ketebalan sekitar 1.8 mm yang cukup elastis dan tidak terlalu mudah sobek ketika dilakukan
slitting .
Pencetakan mi atau slitting merupakan tahapan di mana lembaran adonan dipotong dan disisir menjadi untaian mi. Untaian mi dipotong
sesuai panjang yang didinginkan dan menghasilkan mi basah. Untaian mi basah yang baik adalah dengan karakter mudah disisir dan tidak saling
lengket satu dengan yang lain. Mi basah terigu pada umumnya mengalami pengukusan menggunakan
uap panas untuk mematangkan mi. Percobaan pengukusan dilakukan terhadap tiga macam mi basah dari hasil adonan terpilih yaitu mi hotong
dengan substitusi terigu 30, 40, dan 50. Hasil percobaan pengukusan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil percobaan pengukusan mi basah dengan waktu yang berbeda terhadap tiga macam mi basah dari adonan terpilih
Suhu C
Waktu menit Hasil
100 Warna mi normal
100 5
Warna mi menjadi gelap 100
10 Warna mi menjadi gelap
100 15
Warna mi menjadi gelap
Berdasarkan hasil pengamatan percobaan pengukusan Tabel 12, pada proses pembuatan mi hotong instan dengan substitusi terigu tidak
dilakukan proses pengukusan. Apabila dilakukan pengukusan, mi hotong instan substitusi tepung terigu akan menjadi berwarna gelap dan ketika
dilakukan penggorengan menjadi menyerap minyak berlebihan. Hal ini disebabkan selama pengukusan reaksi pencoklatan karena adanya panas.
Selain itu juga karena terjadi penyerapan air ke dalam mi, sehingga ketika proses penggorengan terjadi penyerapan minyak yang banyak ke dalam
mi. Menurut Kim 1999, selama penggorengan terjadi penghilangan air
dalam jumlah yang besar dan penyerapan minyak ke dalam mi, serta memberikan proses gelatinisasi pada pati. Penggorengan mi instan terigu
dilakukan pada suhu 145-150°C selama 60-70 detik. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Tujuan dari proses penggorengan diantaranya : 1 melakukan proses pemanasan
pada bahan pangan; 2 pemasakan; dan 3 pengeringan pada bahan pangan yang digoreng Dewi, 2009. Optimasi proses penggorengan perlu
dilakukan untuk mengetahui waktu dan suhu yang tepat untuk mendapatkan produk dengan nilai organoleptik yang baik. Produk
digoreng dengan menggunakan deep fat fryer. Produk yang dibuat dalam basis 100 gram bahan baku digoreng dalam 6 liter minyak goreng agar
seluruh bagian produk terendam dalam minyak. Percobaan penggorengan dilakukan terhadap tiga macam mi basah dari hasil adonan terpilih yaitu
mi hotong dengan substitusi terigu 30, 40, dan 50. Hasil percobaan penggorengan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik produk mi hotong instan hasil penggorengan dengan waktu yang berbeda terhadap tiga macam mi basah
dari adonan terpilih
Suhu C Waktu detik
Hasil
160 30
Warna kekuningan, belum matang 160
60 Warna kekuningan, belum matang
160 90
Warna kekuningan, belum matang
160 120
Bagian dalam matang, warna kuning kecoklatan
160 150
Matang, warna terlalu kecoklatan
Berdasarkan hasil Tabel 13, penggorengan mi hotong instan substitusi terigu dilakukan pada suhu 160°C selama 120 detik 2 menit. Ketiga mi
basah dari tiga adonan terpilih yakni, substitusi terigu 30, 40, dan 50 menggunakan waktu penggorengan yang sama. Dalam hal ini, digunakan
suhu dan waktu yang lebih tinggi daripada suhu penggorengan mi instan
terigu karena jumlah air yang ditambahkan lebih banyak yaitu 50. Penggorengan yang lebih singkat menyebabkan mi hotong kurang matang,
sedangkan jika terlalu lama warna mi akan semakin kecoklatan gelap. Ilustrasi proses penggorengan dengan alat deep fat fryer disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10. Proses penggorengan dengan alat deep fat fryer
Tahap terakhir yaitu pendinginan yang disertai penirisan minyak pada mi setelah penggorengan. Pendinginan dilakukan dengan cara
mengeringanginkan mi sebelum dikemas. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pengembunan uap panas akibat penggorengan. Menurut
Astawan 1999, apabila pendinginan tidak sempurna, uap air panas yang tersisa mengembun dan menempel pada permukaan mi sehingga memicu
tumbuhnya jamur. Menurut Kim 1996, pendinginan dapat mencegah oksidasi minyak karena suhu tinggi dan mengeluarkan minyak pada mi.
1.
Berdasarkan penelitian maka diperoleh proses pembuatan mi hotong instan dengan substitusi terigu adalah mula-mula bahan kering dilakukan
proses pencampuran hingga homogen kemudian ditambahkan larutan garam dan baking powder dan dilakukan mixing hingga diperoleh adonan
berbentuk bulatan. Adonan selanjutnya dibuat menjadi lembaran dengan cara melewatkan pada roll pengepres hingga terbentuk lembaran dengan
ketebalan 1.8 mm. Lembaran adonan selanjutnya dipotong dengan mesin pemotong, sehingga lembaran menjadi bentuk mi basah. Mi basah
kemudian dibentuk dan dilakukan penggorengan selama 2 menit dengan suhu 160⁰C. Setelah digoreng mi instan ditiriskan dan didinginkan
Gambar 11.
Gambar 11. Diagram alir proses pembuatan mi hotong instan substitusi terigu
4. Penentuan Produk Mi hotong Instan Terbaik