Tabel 18. Perbandingan nilai DSA dan KPAP antara mi hotong instan tanpa substitusi, mi hotong instan substitusi terigu 40, dan
mi instan terigu
Produk DSA
KPAP
Mi hotong instan tanpa substitusi
160.02 19.38
Mi hotong instan substitusi terigu 40
157.60 10.26
Mi instan terigu 138.60
10.14
Sumber: Wibowo 2008
Indriani 2005
Berdasarkan Tabel 18, nilai DSA mi hotong instan substitusi terigu lebih rendah daripada mi hotong instan tanpa substitusi, namun masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan mi instan terigu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan waktu rehidrasi antara ketiga jenis mi
tersebut. Mi hotong instan tanpa substitusi, mi hotong instan substitusi terigu, dan mi instan terigu memiliki waktu rehidrasi secara berturt-
turut adalah 6.5 menit, 6 menit, dan 4 menit. Ini menunjukkan semakin lama waktu rehidrasi maka semakin banyak air yang terserap masuk ke
dalam mi. Nilai KPAP mi hotong instan substitusi terigu juga berada di antara
nilai KPAP mi hotong instan tanpa substitusi dan mi instan terigu Tabel 18. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan bahan baku.
Bahan dasar mi berupa terigu memiliki kandungan gluten yang mampu merekatkan tekstur mi sehingga tidak mudah terlepas ketika dilakukan
pemasakan rehidrasi. Sedangkan mi hotong instan hanya memiliki bahan pengikat berupa pati tergelatinisasi yang mudah terlepas ke
dalam air perebusan ketika dilakukan rehidrasi, sehingga padatan yang terlarut semakin banyak.
e. Waktu Pemasakan
Waktu optimum pemasakan merupakan waktu yang dibutuhkan mi untuk kembali menyerap air sehingga teksturnya menjadi kenyal dan
elastis. Penentuan waktu optimum pemasakan dilakukan dengan
memasak mi dalam air mendidih, dan menghitung waktu sampai mi benar-benar matang dan siap untuk dikonsumsi. Penentuan waktu
optimum pemasakan penting dilakukan untuk menghindari mi mengalami overcooked maupaun undercooked. Pada saat overcooked,
mi menjadi terlewat matang sehingga teksturnya menjadi lengket bahkan hancur, sedangkan jika undercooked mi masih keras saat
dimakan. Hasil pengujian terhadap panelis menunjukkan produk mi hotong instan substitusi terigu 40 memiliki waktu optimum
pemasakan antara 4.5 sampai 6.5 menit.
C. PENDUGAAAN UMUR SIMPAN MI HOTONG INSTAN DENGAN
METODE AKSELERASI MODEL ARRHENIUS
Umur simpan produk pangan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk pangan untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak
dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan. Umur simpan produk pangan diartikan sebagai selang waktu antara saat produksi
hingga saat konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizinya Arpah,
2001. Sebelum dilakukan, perlu ditentukan terlebih dahulu atribut mutu yang
digunakan sebagai faktor kritis penentu umur simpan mi hotong instan. Penentuan dilakukan dengan mengamati perubahan mutu yang paling cepat
mengalami kerusakan dan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Penentuan atribut ini dilakukan melalui pengamatan sampel mi hotong setiap
hari disimpan pada suhu tinggi 80⁰C dengan uji sensori. Berdasarkan hasil penelitian Wibowo 2008, mutu yang paling cepat
mengalami parubahan pada mi hotong instan adalah timbulnya off flavor ketengikan. Hal ini didukung dengan pernyataan Kusnandar 2006 bahwa
bila produk terdapat kandungan lemak nabati missal minyak sawit, maka produk berpotensial mengalami reaksi oksidasi lemak dan menyebabkan
terjadinya ketengikan. Kusnandar 2006 juga menambahkan bila penolakan disebabkan oleh faktor ketengikan, maka atribut mutu yang dapat dipilih