biasa bersarang membuat lubang di pohon dan juga tempat bersarangnya lebah sosial yang dominan seperti Trigona sp.001, Apidae.004, A. cerana, Apidae.003,
Megachilidae.001, dan beberapa lalat bunga seperti golongan famili Syphidae. Spesies Trigona sp.001 merupakan spesies yang paling mendominasi di habitat
hutan tepian kawasan TNGHS, lebih dari separuh total kelimpahan serangga penyerbuk di habitat ini yaitu sebesar 57,89. Meskipun habitat hutan bukan
tempat bersarang yang baik bagi Colletidae.002, namun lokasi titik-titik pengamatan di tepi hutan yang masih dekat jaraknya dengan habitat ladang
memberi pengaruh terhadap komposisi spesies di habitat tepi hutan, sehingga hal ini menjadi alasan tingginya nilai dominansi Colletidae.002 di habitat tepi hutan
diatas spesies-spesies serangga penyerbuk yang biasa hidup di hutan seperti Apidae.004, A. cerana, Apidae.003, dan keenam spesies tidak dominan lainnya.
6. 4 Nilai Keanekaragaman Jenis Serangga Penyerbuk
Secara umum, nilai keanekaragaman jenis dapat berupa indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks kekayaan jenis. Ketiga indeks
tersebut merupakan penilaian yang berdasar pada jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan. Jumlah spesies serangga penyerbuk yang ditemukan di
seluruh 15 titik pengamatan ialah 32 spesies yang mencakup keseluruhan 747 ekor serangga. Spesies-spesies tersebut mewakili 7 famili dan 2 ordo, yaitu ordo
Hymenoptera dan Diptera.
6. 4 .1 Nilai Keanekaragaman Jenis Serangga Penyerbuk Pada Tiap-tiap Habitat
Jumlah spesies dan kelimpahan serangga penyerbuk tertinggi terdapat di habitat persawahan yaitu sebanyak 22 spesies dengan kelimpahan individu total
sebanyak 299 ekor serangga penyerbuk. Hal itu mungkin dikarenakan habitat ini memiliki 6 titik pengamatan, sedangkan habitat lainnya hanya memiliki 4 titik
pengamatan, dan pada habitat perumahan penduduk hanya terdapat 1 titik pengamatan. Bila berdasarkan nilai rata-ratannya, maka jumlah spesies dan
kelimpahan serangga penyerbuk tertinggi terdapat di habitat ladang yaitu dengan rata-rata 10,5 speseis dan kelimpahan individu rata-rata 65 ekor serangga Tabel
19. Dugaan penyebab tingginya rata-rata jumlah spesies di habitat ladang adalah
karena habitat ladang merupakan daerah ekoton dari perpaduan habitat hutan dan non-hutan. Hal ini dapat dihubungkan dengan melihat tabel persebaran spesies
yang menunjukan bahwa komunitas serangga penyerbuk di habitat ini tersusun atas spesies-spesies yang berasal dari habitat hutan dan habitat lahan terbuka
Tabel 14. Pada habitat ladang ini juga memiliki kelimpahan rata-rata serangga penyerbuk tertinggi diantara ketiga habitat lainnya. Penyebabnya adalah daerah
ekoton yang secara ekologi dikenal sebagai daerah yang memiliki kelimpahan individu yang lebih tinggi dari pada habitat asal, karena umumnya daerah ekoton
lebih banyak menyediakan relung bagi spesies-spesies, sehingga habitat ladang ini mendapat lebih banyak kunjungan serangga penyerbuk dari dua tipe habitat utama
yaitu habitat hutan dan non-hutan. Indeks kekayaan jenis Margalef merupakan salah satu dari berbagai
pendekatan sederhana untuk menduga nilai kekayaan spesies pada suatu lokasi yang tidak terlalu terpengaruh oleh banyaknya jumlah pengambilan petak contoh.
Indeks kekayaan spesies tertinggi adalah D
Mg
= 3,68 yaitu terdapat di habitat persawahan karena di habitat ini dapat ditemukan 22 spesies yang diantaranya
juga termasuk spesies-spesies hutan yang memiliki penyebaran yang luas. Indeks kekayaan spesies terendah adalah D
Mg
= 1,76 yaitu terdapat di habitat permukiman penduduk karena di habitat ini hanya dapat ditemukan 6 spesies. Rendahnya nilai
indeks kekakayaan jenis di habitat permukiman penduduk dikarenakan habitat ini tidak memiliki spesies asli, serta lokasinya yang terlalu jauh dari tepi hutan.
spesies-spesies di habitat ini berasal dari habitat persawahan yang tidak jauh dari habitat permukiman penduduk, serta beberapa spesies hutan yang diduga berasal
dari beberapa kelompok individu spesies lebah hutan yang bersarang di pepohonan perkebunan milik warga setempat yang tidak jauh dari permukiman
penduduk. Indeks kekayaan jenis pada habitat hutan lebih rendah dari habitat
persawahan, dan sedikit lebih tinggi dari habitat permukiman penduduk, yaitu sebesar D
Mg
= 1,94. Rendahnya indeks kekayaan jenis di habitat hutan dikarenakan komposisi spesies-spesiesnya sebagian besar tersusun atas spesies-spesies asli
atau spesies hutan. Karakter kondisi vegetasi di habitat hutan yang lebih tertutup kemungkinan besar membuat spesies-spesies non-hutan tidak tertarik untuk
mencari nektar ke dalam habitat hutan, meskipun terdapat beberapa spesies dari habitat non-hutan yang masih dapat ditemukan di titik-titik pengamatan di dalam
hutan, salah satunya adalah Colletidae.002 Tabel 19 Indeks kemerataan sangat erat kaitannya dengan nilai keanekaragaman
spesies, dan indeks kemerataan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai dominansi kelimpahan suatu spesies, karena bila jumlah spesies pada suatu lokasi tinggi
namun kemerataannya rendah maka akan menghasilkan indeks keanekaragaman jenis yang rendah pula Krebs 1978. Dalam hasil penelitian ini, indeks
kemerataan Heip yang terendah terdapat pada habitat persawahan dengan nilai E
Heip
= 0,18 dengan kata lain dapat dideskripsikan bahwa komposisi serangga penyerbuk di habitat sawah sangat tidak merata. Hal tersebut disebabkan oleh
tingginya kelimpahan individu dari morfospesies Colletidae.002 dengan nilai dominansi 63,88 atau sebanyak 191 ekor dari total kelimpahan 299 ekor pada
habitat tersebut, sedangkan sisa kedua puluh dua spesies lainnya memiliki jumlah individu yang sangat sedikit Lampiran 2.
Indeks kemerataan tertinggi pada hasil penelitian ini adalah E
Heip
= 0,52 yaitu pada habitat permukiman penduduk. Penyebab lebih tingginya kemerataan
individu spesies di habitat ini adalah sedikitnya kelimpahan serangga penyerbuk yang ditemukan selama pengamatan yaitu hanya 17 ekor dari 6 spesies, sehingga
peluang ketimpangan jumlah individu antar spesies tidak terlalu besar. Meskipun begitu, pada habitat ini juga didominansi oleh Colletidae.002 dengan nilai
dominansi yang sangat besar yaitu 52,82 atau sebanyak 10 ekor dari total 17 ekor serangga penyerbuk, sehingga indeks kemerataan E
Heip
= 0,52 hanya dikategorikan sebagai kemerataan yang sedang, meskipun merupakan nilai indeks
kemerataan tertinggi di seluruh keempat tipe habitat yang ada. Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tertinggi terdapat pada
habitat ladang H’=1,84 sedangkan indeks yang terendah terdapat pada habitat permukiman H’=1,28. Hal yang sama juga ditunjukan oleh indeks
keanekaragaman Hill dimana habitat ladang memiliki nilai indeks tertinggi N
1
=6,29 kemudian habitat permukiman memiliki nilai indeks terendah N
1
=3,61. Faktor utama yang menyebabkan habitat ladang memiliki nilai tertinggi pada dua indeks keanekaragaman ialah faktor kondisi ladang yang dalam
penelitian ini menjadi daerah ekoton atau dareah peraduan dua tipe habitat yang berbeda, yaitu habitat terbuka non-hutan dan habitat hutan.
Serangga penyerbuk lebih mudah ditemukan pada daerah yang banyak terpapar oleh sinar matahari, hal ini sangat erat kaitannya dengan banyaknya
besarnya cahaya yang dapat dipantulkan oleh mahkota bunga untuk menarik serangga, disamping faktor jenis dan warna bunga itu sendiri Atmowidi 2008.
Dalam penelitian ini terdapat 2 habitat yang banyak terpapar cahaya matahari yaitu habitat ladang dan sawah. Namun, nilai kedua indeks keanekaragaman di
habitat sawah H’=1,56; N
1
=4,77 memiliki nilai yang lebih rendah daripada nilai kedua indeks keanekaragaman di habitat ladang H’=1,84; N
1
=6,29. Penyebab nilai keanekaragaman di habitat sawah yang lebih rendah daripada habitat ladang
diduga terpengaruh oleh faktor jarak dari tepi hutan. Titik-titik pengamatan yang terdapat di sawah memiliki jarak dari tepi hutan 400 – 940 meter yang lebih jauh
dibandingkan titik-titik pengamatan di habitat ladang 110 – 380 meter. Hal tersebut membuktikan bahwa faktor jarak dari hutan memberi pengaruh terhadap
indeks keanekaragaman jenis serangga penyerbuk, karena keanekaragaman serangga penyerbuk di dalam hutan akan memperngaruhi keanekaragaman
serangga penyerbuk di ekosistem pinggir hutan, terutama karena berkaitan dengan aktifitas foraging Steffan-Duwenter et al. 2002
Selain faktor jarak dari hutan, faktor banyaknya paparan cahaya matahari lebih memberi pengaruh terhadap indeks keanekaragaman jenis serangga
penyerbuk. Hal tersebut dapat ditunjukan dari perbandingan nilai kedua indeks keanekaragaman jenis di habitat ladang H’=1,84 dan N
1
=6,29 dengan habitat tepi hutan H’=1,37 dan N
1
=3,95. Habitat tepi hutan yang tidak hanya berlokasi paling dekat, namun sekaligus menjadi bagian dari habitat hutan ternyata tidak
memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis yang lebih besar dari indeks keanekaragaman di habitat ladang. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi vegetasi
di sekitar titik-titik pengamatan di habitat tepi hutan yang keseluruhannya dikelilingi oleh tumbuhan bawah dan sedikit atau banyak ternaungi oleh tajuk-
tajuk pohon di sekitarnya, sehingga kemampuan bunga caisin pada titik-titik pengamatan di habitat tepi hutan ini, dalam fungsinya untuk menarik serangga-
serangga penyerbuk menjadi tidak sebaik bila dibandingkan dengan titik-titik
pengamatan di habitat sawah dan ladang. Hal ini turut memperkuat hasil-hasil penelitian yang telah menunjukan adanya pengaruh banyaknya paparan cahaya
terhadap keanekaragaman jenis serangga penyerbuk pada suatu lokasi Atmowidi 2008.
6. 4. 2 Nilai Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Jarak Yang Berbeda Dari Hutan