Ghazoul 2005. Namun di daerah tropis, serangga merupakan agen penyerbuk utama di berbagai dan beragam jenis tanaman Bawa 1990.
Penyerbukan memerlukan dua pihak yaitu tumbuhan yang diserbuk dan binatang yang menyerbuk, yang mana hubungan tersebut terjalin berkat suatu
proses yang disebut koevolusi Adisoemarto 1994; Buchori Sartiami 1994 yaitu proses perkembangan yang menghasilkan sifat baru yang terjadi pada dua
jenis atau dua kombinasi antara tumbuhan, hewan, dan jasad renik. Serangga berkunjung ke bunga bukan untuk menyerbuk, karena sebagian besar serangga
melakukan kunjungan ke bunga untuk mencari nektar Adisoemarto 1994 dan juga nutrisi lain seperti polen Potts et al. 2004, sehingga kefisienan penyerbukan
juga tergantung pada desain bunga Adisoemarto 1994; Boulter et al. 2005
2. 2 Pengaruh Jarak Hutan Terhadap Keanekaragaman Serangga
Klein et al. 2003 menemukan bahwa di daerah tropis, jarak terdekat dengan hutan diketahui memberi dampak kepada keragaman penyerbuk.
Keanekaragaman serangga penyerbuk di dalam hutan akan memperngaruhi keanekaragaman serangga penyerbuk di ekosistem pinggir hutan, yang berkaitan
dengan aktifitas foraging. Hal ini seperti yang dilaporkan oleh Steffan-Duwenter et al.
2002, bahwa Bumble bees sebagai penyerbuk tanaman sawi mustrad dan radish
mempunyai keanekaragaman
yang semakin
menurun dengan
meningkatnya jarak dari habitat alami. Semakin tinggi keanekaragaman serangga penyerbuk maka semakin besar
pula jasa penyerbukan yang dapat diberikan dari ekosistem tersebut. Kremen et al.
2002. Jumlah spesies lebah sosial berkurang seiring dengan jarak dari hutan, dimana jumlah jenis lebah sosial meningkat seiring dengan intensitas cahaya
sedikit naungan dan tempat dengan kuantitas bunga mekar yang lebih besar. Selain itu, kepadatan yang lebih tinggi juga ditemukan pada lebah sosial yang
berada lebih dekat dengan hutan daripada yang lebih besar jaraknya dari hutan, hal ini diperkirakan karena hutan memberikan tempat bersarang yang sehat untuk
coloni lebah Klein et al. 2003 Namun dalam kontrasnya, beberapa lebah soliter ditemukan membangun
sarang diluar lebatnya hutan, lebih memilih sedikit naungan, dan sedikit humus seperti yang ditawarkan oleh area terbuka kepada banyak spesies yang bersarang
di tanah Klein et al. 2003. Naungan juga mempengaruhi populasi hama bagi serangga, pengaruh dari penyakit, dan alang-alang Perfecto et al. 1996.
Intensitas cahaya sering dikorelasikan dengan jumlah tanaman berbunga, sehingga kebanyakan lebah soliter lebih manyukai habitat terbuka Klein et al. 2003.
2. 3 Fragmentasi Habitat dan Teori Island Biogeography
Teori island biogeography merupakan sebuah model yang menawarkan prediksi tentang jumlah spesies yang ditemui pada suatu pulau MacArthur
Wilson 1967. Teori tersebut menyatakan bahwa pulau-pulau yang dekat dengan daratan utama cenderung memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dari pulau-
pulau yang terletak jauh dari daratan utama. Kedekatan pulau dengan daratan utama menularkan tingkat imigrasi secara besar-besaran. Selanjutnya, pulau-pulau
yang dekat dengan daratan utama akan menerima kolonis lebih banyak dengan lompatan yang menyebar dari pada pulau-pulau yang lebih jauh dari daratan
utama. Berdasarkan hipotesis ini, pulau-pulau yang disituasikan lebih jauh dari daratan utama cenderung memiliki kekayaan jenis yang lebih rendah.
Pada habitat teresterial, hipotesis islands biogeography diadaptasi kedalam konsep pulau-pulau ekologi, dimana habitat alami merupakan sumber source
bagi banyak spesies kemudian lahan pertanian yang disituasikan di tepi sumber tersebut merupakan kolam sink. Modifikasi dari hipotesis islands biogeography
memberikan dasar untuk memprediksi efek pada komunitas jenis akibat meningkatnya isolasi habitat alami yang berlokasi diantara lansekap pertanian.
Klein et al. 2002 menyatakan dalam 5 tahun terakhir, beberapa penelitian tentang efek isolasi terhadap spesies serangga telah dilakukan di berbagai
lansekap tropis. Secara umum, agroekosistem menyebabkan mosaik lansekap yang kompleks dan terdiri dari banyak habitat pertanian pangan maupun
perkebunan non-pangan Sahari 2004. Isolasi agroekosistem dari habitat alami memberi dampak pada kekayaan jenis dan struktur komunitas. Klein et al. 2003
melaporkan bahwa jumlah lebah sosial mengalami penurunan secara signifikan seiring jaraknya dari hutan terdekat. Pada sebuah percobaan tentang isolasi
terhadap dua tanaman tahunan yang tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, Steffan-Dewenter Tscharntke 1999 menemukan bahwa pembuahan menurun
dengan seiring meningkatnya jarak dari habitat alami yang tersisa.
Fragmentasi dan kerusakan habitat bisa jadi penyebab yang mengganggu interaksi tanaman dengan penyerbuk Steffan-Dewenter et al. 2002. Praktik
pertanian dapat menyebabkan hilangnya atau punahnya suatu jenis, berkurangnya habitat alami, dan meningkatnya fragmentasi dan isolasi habitat Rosenzweig
1995. Kerusakan dan fragmentasi habitat merupakan penyebab utama menurunnya keanekaragaman hayati Quinn Harrison 1998. Fragmentasi
habitat tidak hanya berpengaruh terhadap kekayaan jenis penyerbuk, tetapi juga berpengaruh terhadap perilaku foraging dan ukuran tubuh Rathcke Jules
1993. Kerusakan habitat yang cepat juga menjadi penyebab kepunahan beberapa jenis serangga terutama bagi beberapa grup Hymenoptera yang sensitive terhadap
gagngguan lingkungan Sahari 2004
2. 4 Struktur Komunitas, habitat, dan Keragaman Serangga