I. PENGERINGAN 1. Teori Pengeringan
Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan
digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara
kering Pramono, 1993. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme
penyebab pembusukan, dan kegiatan enzim didalam bahan pangan menjadi terhambat atau terhenti sehingga bahan memiliki masa simpan
yang lebih lama Taib et al. 1988. Jumlah kandungan air pada bahan akan mempengaruhi daya tahan
bahan tersebut terhadap serangan mikroba, dan biasanya dinyatakan sebagai water activity a
w
. Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Besarnya nilai a
w
bahan harus diatur karena mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran nilai a
w
tertentu. Bahan yang mempunyai nilai a
w
di bawah 0.7 biasanya sudah dianggap cukup baik dan tahan dalam penyimpanan.
Berdasarkan proses penguapan air, terdapat tiga macam proses pengeringan. Pertama, panas diberikan karena kontak langsung dengan
udara panas pada tekanan atmosfer dan uap air. Kedua, vacuum drying, evaporasi air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah dan panas
diberikan oleh dinding logam secara konduksi dan radiasi. Ketiga, freeze drying
, air diuapkan dari bahan yang membeku dan panas diberikan secara radiasi dan konduksi.
Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas adalah air pada permukaan bahan, sedangkan air terikat adalah air dalam
bahan dan biasanya sulit keluar dibandingkan dengan air bebas. Bila air permukaan semua diuapkan, terjadi migrasi air dan uap air dari bagian
dalam ke permukaan secara difusi.
Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, kelembaban udara, dan kecepatan aliran
udara. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan.
Menurut Taib et al. 1988, semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas suhu udara pengering dengan bahan yang dikeringkan,
semakin cepat pula perpindahan panas ke dalam bahan sehingga penguapan air dari bahan yang dikeringkan akan lebih banyak dan cepat.
Suhu pengeringan bervariasi untuk setiap bahan yang dikeringkan. Kelembaban udara RH juga mempengaruhi proses pengeringan.
Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara, proses pengeringan waktu
pengeringan akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering,
maka semakin panas udara tersebut semakin cepat pengeringannya. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding terbalik dengan
waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat.
Pemotongan bahan yang akan dikeringkan akan menjadikan proses pengeringan berjalan lebih cepat. Hal ini dikarenakan pemotongan
atau pengirisan akan memperluas permukaan bahan sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang berhubungan dengan udara panas dan
mengurangi jarak gerak panas untuk sampai ke bahan yang akan dikeringkan.
2. Pengeringan Buah
Teknologi pengeringan bahan pertanian sebenarnya sederhana, yaitu hanya memberikan tambahan energi dalam bentuk panas ke produk
untuk menurunkan kandungan airnya. Sumber panas dapat diperoleh secara alami dari panas sinar matahari atau dari sumber panas buatan
listrik, kompor, atau sumber lainnya. Untuk mempercepat proses
pengeringan bahan-bahan pertanian, udara pengering disirkulasikan secara kontinyu melewati bahan yang dikeringkan Nuraeni, 2004.
Pada pengeringan buah-buahan sering terjadi perubahan tekstur yang disebut shrinkage dan case hardening. Shrinkage terjadi akibat
adanya perpindahan massa uap air secara drastis selama pengeringan. Perpindahan ini menimbulkan tekanan yang kuat pada dinding sel yang
akan menimbulkan kerusakan pada membran sel sehingga kehilangan permeabilitasnya.
Case hardening adalah suatu keadaan pada bahan yang bagian
permukaannya sangat kering sedangkan pada bagian dalam masih basah. Kondisi ini terjadi apabila penguapan air pada permukaan bahan jauh
lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam bahan ke luar permukaan. Lapisan permukaan bahan menjadi keras dan kenyal
sehingga uap air tidak dapat menembusnya walaupun pengeringan dilanjutkan.
Case hardening umumnya terjadi pada buah-buahan yang banyak
mengandung gula terlarut. Selama pengeringan, air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam potongan buah ke permukaan. Air akan
segera menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya akan tetap tertinggal di permukaan, lalu mengering dan mengeras sehingga air
dalam sel atau potongan bahan tidak dapat keluar atau menguap. Terjadinya case hardening dan shrinkage dapat dicegah dengan cara
menurunkan suhu pada permukaan bahan selama pengeringan Potter, 1980.
3. Metode Pengeringan
Berdasarkan sumber panas yang digunakan dikenal 2 jenis metode pengeringan yaitu pengeringan alami dengan sinar matahari dan
pengeringan buatan. a.
Pengeringan alami penjemuran Penjemuran memanfaatkan energi matahari untuk
mengurangi kadar air bahan. Penjemuran merupakan metode
pengeringan yang termurah tetapi resiko kerusakan akibat cuaca juga tinggi dan relatif sukar menjaga kondisi pengeringan yang higienis.
Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk radiasi surya. Radiasi surya memiliki ciri khas yaitu keberadaannya
yang selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, besarnya berubah sepanjang hari dengan titik
maksimumnya pada tengah hari. Sinar surya juga bergantung pada keadaan atmosfer. Besarnya radiasi akan berkurang jika langit
berawan. Selain itu lokasi suatu tempat perbedaan garis lintang, ketinggian dan musim juga berpengaruh terhadap besarnya radiasi
surya. Pemanfaatan sinar matahari secara langsung merupakan cara
yang umum dan sudah dipakai secara luas sejak lama, misalnya pada proses pengeringan hasil pertanian. Sebenarnya kondisi tersebut
akan menyebabkan komoditas menyerap uap air dari tanah selama pengeringan berlangsung.
Panas yang dihasilkan matahari berasal dari proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan
mengeluarkan panas dengan laju 10
24
kWhdetik. Jumlah panas yang diproduksi matahari yang jatuh ke wilayah Indonesia tersebut
mencapai 9 x 10
17
kJtahun atau setara dengan 28.35 x 10
8
MW energi listrik.
Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam benruk radiasi yang merupakan gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya
adalah sifat keberadaaannya yang selalu berubah-ubah, sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya
sepanjang hari berubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya
menembus atmosfer. b. Pengeringan
buatan Pada pengering buatan, kondisi saniter mudah dijaga, produk
akan lebih seragam mutunya, dan proses pengeringan tidak
bergantung pada keadaan cuaca. Akan tetapi, dibutuhkan biaya bahan bakar dan biaya investasi alat yang lebih besar Desrosier,
1988. Ada beberapa metode pengeringan buatan, diantaranya pengeringan kabinet, fluidized bed drier, dan pengeringan vakum.
Menurut Taib et al. 1988, melihat banyaknya pilihan mesin pengering yang dapat digunakan untuk berbagai jenis produk maka
pemilihan mesin pengering yang optimal didasari pada kapasitas mesin pengering, sifat fisik bahan umpan basah, spesifikasi hasil
yang diinginkan, operasi pengolahan hulu dan hilir, kadar air bahan umpan dan hasil pengeringan, kinetika pengeringan, parameter mutu,
aspek keamanan, nilai produk, kebutuhan akan kendali otomatis, sifat keracunan produk, rasio pengembalian modal, jenis dan biaya
bahan bakar, serta peraturan lingkungan. Suhu udara pengering yang terkontrol menjamin proses
pengeringan dilakukan secara benar dan energi yang digunakan efisien, sehingga kualitas bahan kering terjamin. Suhu yang
terkontrol pada kisaran tertentu berpengaruh pada laju perpindahan panas dari udara pengering ke bahan yang dikeringkan dan laju
penguapan air dari bahan ke udara pengering. Kedua hal ini berpengaruh pada laju perubahan fisik bahan yang dikeringkan, yaitu
tekstur, warna, dan daya awet. Pengeringan bahan hasil pertanian yang baik menggunakan aliran udara pengering dengan suhu
berkisar antara 45 C sampai 75C. Bila pengeringan dilakukan pada
suhu di bawah 45 C maka mikroba dan jamur yang merusak produk
masih hidup, sehingga daya awet produk rendah. Namun pengeringan pada suhu udara pengering di atas 75
C akan menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena
perpindahan panas dan massa air yang cepat akan berdampak pada perubahan struktur sel Nuraeni, 2004.
Aliran udara pengering yang melewati bahan harus dikontrol polanya, karena udara pengering berfungsi memindahkan panas ke
dalam sistem pengeringan dan memindahkan uap air ke luar sistem
pengeringan Uap air dari bahan menyebabkan kelembaban udara pengering meningkat. Hal ini menghambat laju pengeringan. Untuk
menghindari hal tersebut, udara pengering yang telah membawa uap air harus segera dialirkan ke luar sistem pengeringan dan digantikan
dengan udara segar Nuraeni, 2004.
II. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT