menurunkan kualitas buah, dengan rasa yang asam dan sepat, warnanya tidak menarik, dan jika dibiarkan masak dalam penyimpanan akan menyebabkan
buah keriput dan pucat. Ciri buah yang siap panen adalah ukurannya besar maksimal, telah
matang dan warnanya berubah dari hijau menjadi kuning atau merah, tergantung pada varietasnya. Selain itu ciri buah belimbing siap panen dapat
dilihat dari kulitnya yang mengkilap dan daging pada siripnya belimbingan sudah tampak penuh.
C. NANAS
Menurut Mulyohardjo 1984, tanaman nanas sudah lama dikenal di Indonesia, namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini
berasal dari Amerika Selatan dan Hindia Barat. Tanaman nanas merupakan tanaman berbentuk semak yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30 –
50 cm, berdaun tepi panjang dengan tepi berduri atau runcing. Buah nanas sesungguhnya merupakan buah majemuk. Buah yang tampak merupakan
gabungan buah-buah kecil yang berjumlah 100 – 200 buah yang ditutupi daun-daun buah kecil. Buah-buah kecil tersebut dihubungkan dengan hati
buah yaitu kelanjutan dari tangkai buah yang berserat. Buah nanas yang biasa ditanam hanyalah dua jenis, yaitu nanas yang mempunyai mata menonjol dan
rata. Varietas Ananas comosus yang penting :
1. Spanish berdaging putih. Jenis ini mempunyai daun yang panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat bermata pipih dan besar. Jenis ini
cocok untuk dikalengkan atau dikonumsi segar. Contoh : Red spanish, Sugar loaf, Singapore spanish, Ananas vermelo,
dan monte livio. 2. Queen berdaging kuning. Jenis ini mempunyai daun yang pendek dan
berduri tajam membengkok kebelakang, buah berbentk krucut, mata buah menonjol, beraroma menarik, dan rasanya manis. Buah nanas Palembang
dan nanas Bogor termasuk jenis ini.
3. Cayenne. Jenis ini memiliki buah yang berbentuk silindris dengan berat 2.3 – 3.6 kg, penampilan bagus dan bermata datar. Nanas ini baik untuk
dikalengkan atau diawetkan.
D. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MANISAN SEMI BASAH
Pembuatan manisan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pencucian, pemotongan, perendaman dalam larutan garam, perendaman
dalam larutan kapur CaCl
2
, blansir, perendaman dalam larutan gula disertai penambahan potasium sorbat dan asam askorbat, penirisan, dan pengeringan.
Pangan semi basah atau intermediate moisture food IMF merupakan bahan pangan yang mempunyai kadar air antara 10 – 40 dan aktifitas air
a
w
antara 0.65 – 0.90 Karel, 1976. Purnomo mendeskripsikan pangan semi basah sebagai bahan pangan yang memiliki kadar air sekitar 15 – 40 dan
memiliki aktifitas air antara 0.65 – 0.90. Pada tingkat a
w
tersebut, pertumbuhan bakteri dan khamir menjadi tertekan. Pangan semi basah
termasuk pangan yang stabil terhadap pertumbuhan mikroba, tahan disimpan tanpa memerlukan proses pengawetan yang lain seperti pendinginan,
sterilisasi ataupun pengeringan. Pangan semi basah merupakan makanan dengan kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan dengan makanan kering dan dapat dimakan tanpa rehidrasi Taoukis et. Al. 1999. Pangan semi basah mempunyai prinsip
pengolahan dengan menurunkan a
w
sampai tingkat dimana mikroba patogen dan pembusuk tidak dapat tumbuh, tetapi kandungan airnya masih cukup
tinggi sehingga dapat dimakan tanpa rehidrasi terlebih dahulu dan cukup kering hingga stabil dalam penyimpanan Leisner dan Rodel, 1976.
Karel 1976 menyatakan bahwa cara pengolahan IMF dibedakan atas tiga cara yaitu cara pencelupan basah, cara pencelupan kering dan cara
pencampuran. Pencampuran secara basah moist infution dimana potongan- potongan bahan dicampur menjadi satu dan dimasukkan dalam larutan
tertentu sehingga menghasilkan produk pada tingkat a
w
yang diinginkan. Pencelupan kering dry infution dilakukan dengancara mendehidrasi bahan
pangan kemudian dibasahkan kembali dengan mengocoknya dalam larutan
bertekanan osmose tertentu. Pencampuran blending, semua bahan dicampur dan dimasak untuk mengatur kadar air sehingga menghasilkan makanan
dengan a
w
tertentu. Berdsarkan klasifikasi teknologi produksi IMF modern tersebut
terdapat dua tipe dasar pengolahan IMF modern, yaitu adsorpsi dan desorpsi. Pada tipe adsorpsi, bahan pangan dikeringkan sambil dikontrol proses
pembasahan kembali sampai keadaan yang diinginkan sedangkan tipe desorpsi bahan pangan dimasukkan ke dalam larutan yang mempunyai
tekanan osmotik lebih tinggi, sampai diperoleh keseimbangan pada tingkat aw yang diinginkan. Proses ini dapat dipercepat dengan menaikkan suhu
Robson, 1976. Menuruk Taoukis et. al. 1999, karakteristik produk IMF memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan produk kering konvensional atau makanan dengan kadar air tinggi. Proses pengolahan IMF lebih hemat energi
dibandingkan pengeringan, refrigerasi, pembekuan atau pengalengan. Teknologi IMF juga menghasilkan produk dengan retensi nutrisi dan kualitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses lain seperti pengeringan dan proses panas. Sifat IMF yang plastis dan mudah dikunyah tanpa ada sensasi
kering menjadikan produk IMF dapat secara langsung dikonsumsi tanpa penyiapan dan lebih convenience. Sifat plastis yang terdapat pada IMF, juga
memudahkan pengemasan karena dapat dengan mudah dibentuk dengan ukuran dan bentuk geometris yang diharapkan. Taub dan Singh 1998,
menyatakan bahwa pangan semi basah dapat dikonsumsi tanpa pemasakan dan dapat dikemas dalam kemasan yang fleksibel.
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN