diketahui adanya kerugian komparatif dalam produk terkait dan dengan kata lain menunjukkan daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCAnya maka
semakin tangguh daya saingnya.
3.7. Analisis Keunggulan Kompetitif
Michael Porter 1990, mengemukakan bahwa tidak ditemukan hubungan positif antara keunggulan keberlimpahan sumberdaya alam dan banyaknya tenaga
kerja di suatu negara untuk dijadikan keunggulan bersaing dalam perdagangan internasional. Keunggulan kompetitif di suatu negara ditentukan oleh empat faktor
yang harus dipunyai suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebut adalah faktor-faktor produksi, keadaan permintaan dan tuntutan mutu,
industri terkait dan pendukung, faktor struktur, strategi serta persaingan perusahaan. Selain itu ada faktor eksternal yaitu sistem pemerintahan dan
kesempatan kerja. Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut model berlian daya saing
internasional atau The Porters Diamond. Data-data yang diperlukan untuk menganalisis dengan model Porter ini
adalah data ekspor, produksi, konsumsi, perkembangan teknologi yang terkait dengan industri televisi, kebijakan pemerintah serta data laiinya yang terkait
dengan perkembangan industri televisi Indonesia. Tahapan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengkajian potensi, kendala, dan peluang produk televisi.
IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN KOMODITI TELEVISI INDONESIA
4.1.
Perkembangan Industri Televisi
Perkembangan industri televisi Indonesia dimulai dengan adanya penyelenggaraan Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Pada saat itu pemerintah
menginginkan masyarakat Indonesia menyaksikan pesta olah raga kebanggaan masyarakat Asia tersebut. Kebutuhan akan televisi yang dapat menyiarkan
kegiatan tersebut pada akhirnya mendorong keberadaan industri televisis di Indonesia, sedangkan produksi televisi pada saat itu hanya sebatas untuk
memenuhi kebutuhan pelaksanaan Asian Games setelah Asian Games masih belum ada kebijakan lebih lanjut dari pemerintah. M Thayeb Gobel pada saat itu
menyambut keinginan tersebut dengan mulai merakit televisi hitam putih pertama di Indonesia. Kendati hanya dadakan, produksi televisi tersebut telah menandai
lahirnya industri elektronika di Indonesia. Pasa saat itu produksi televisi yang dilakukan masih sebatas untuk
memenuhi kebutuhan Asian Games. Sesuai dengan kondisi waktu itu, perhatian pemerintah memang hanya tertuju ke sana. Setelah Asian Games belum ada
kebijakan lanjutan dari pemerintah. Saat itu semua kebutuhan domestik untuk televisi harus diimpor. Pemerintah menyadari bahwa kondisi ini tidak
menguntungkan. Indonesia harus mengeluarkan devisa begitu banyak untuk mengimpor televisi. Sebetulnya, kondisi ini tidak hanya berkaitan dengan
komoditi televisi tetapi juga pada komoditi lain sehingga waktu itu pemerintah mengeluarkan kebijakan substitusi impor.