Konsep Daya Saing a.

akan jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan negara eksportir lainnya, sehingga negara-negara importir mau meningkatkan permintaanya. Semakin tinggi nilai tukar akan menyebabkan harga ekspor meningkat, karena ada dorongan dari rupiah tadi, sehingga mendorong peningkatan volume dari ekspor komoditi itu sendiri.

2.2.3 Konsep Daya Saing a.

Konsep Keunggulan Komparatif Konsep keunggulan komparatif The Law of Comparative Advantage pertama kali dikemukan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung memproduksi dan mengekspor komoditi dengan biaya produksinya secara relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi negara lain dan didasarkan kepada satu produksi saja, yaitu tenaga kerja Salvatore, 1997. Hukum keunggulan komparatif Ricardo mendasar pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu 1 hanya terdapat dua negara dan dua komoditi 2 perdagangan bersifat bebas, 3 terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, 4 biaya produksi konstan, 5 tidak terdapat biaya transportasi, 6 tidak ada perubahan teknologi, 7 menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima namun asumsi ke tujuh tidak berlaku dan seharusnya tidaj digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif. Pada tahun 1933 Hecksler dan Olin melakukan pengembangan terhadap Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Hecksler dan Olin H-O menekankan perbedaan tarif faktor pemberian alam endowment dan harga faktor-faktor produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal Salvatore,1997. Menurut Tambunan 2001, keunggulan komparatif dapat diukur dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage RCA dan dapat dihitung nilai dari RCA tersebut. Indonesia dan negara sedang berkembang lainnya memiliki keunggulan komparatif dalam produksi barang-barang yang faktor-faktor produksi utamanya berlimpah di dalam negeri, seperti tenaga kerja berpendidikan rendah, tanah dan berbagai macam bahan baku. Namun, pesatnya kemajuan teknologi dan ditambah lagi dengan usaha-usaha yang dilakukan perusahaan-perusahaan selama ini untuk menghemat pemakaian tenaga kerja dan bahan baku dapat mengancam atau bahkan menghilangkan keunggulan komparatif yang dimiliki negara tersebut. Usaha-usaha penghematan tersebut dilakukan dengan cara mengubah proses produksinya, misalnya dengan menerapkan otomatisasi dan menerapkan metode- metode bioteknologi dan pemakaian material-material baru yang menghemat atau tidak sama sekali memerlukan sumber daya alam. Namun demikian, perlu diakui bahwa kemajuan teknologi tidak hanya perubahan negatif terhadap keunggulan komparatif negara berkembang. Proses teknologi juga dapat meningkatkan keunggulan komparatif dari negara berkembang yang berarti menciptakan kesempatan bagi negara-negara tersebut dengan meningkatkan ekspor mereka. Selain kemajuan teknologi dan usaha penghematan tenaga kerja dan input alamiah lainnya, perubahan keunggulan komparatif juga bisa terjadi akibat peningkatan kualitas tenaga kerja. Peningkatan itu membuat tingkat produktivitas tenaga kerja dan efisiensi di dalam proses produksi meningkat serta kualitas produk bertambah baik. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif yang dimaksud di atas disebut Revealed Comparative Advantage. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor suatu komoditas negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain, indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Studi-studi empiris mengenai RCA Indonesia cukup banyak diantaranya dari Aswicahyono 1996, dimana dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Cina, Korea Selatan dan beberapa negara lainnya, indeks RCA Indonesia paling rendah. Nilai indeks RCA bervariasi antarproduk menurut intensitas faktor produksi yang digunakan. Misalnya, berdasarkan data dari UNIDO untuk periode 1965-1995 menunjukkan bahwa sejak tahun 1983 Indonesia telah memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor produk-produk manufaktur padat sumber daya manusia. Hal itu menunjukkan bahwa daya saing produk-produk manufaktur padat tenaga kerja lebih tinggi dibanding daya saing barang-barang padat modal. Indeks RCA ekspor produk-produk tenaga kerja mencapai 1 sekitar tahun 1990, sedangkan indeks RCA barang-barang padat modal pada tahun yang sama jauh di bawah satu, demikian juga indeks RCA rata-rata untuk ekspor manufaktur.

b. Konsep Keunggulan Kompetitif