KONDISI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KONDISI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

DI PROVINSILAMPUNG Industri kelapa sawit di Provinsi Lampung berjumlah 13 pabrik yang tersebar di limawilayah kabupaten, meliputi Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Way Kanan, Tulang Bawang, dan Mesuji Sarono et al. 2012. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarono et al. 2012, semua pabrik kelapa sawit PKS di Lampungmenghasilkan produk CPO Crude Palm Oil. Tiga di antaranya juga memproduksi PKO Palm Kernel Oil. Kapasitas pabrik dari ketiga belas PKS tersebut bervariasi, dari kapasitas terkecil sebesar 20 ton tandan buah segar TBS per jam hingga kapasitas terbesar 72 ton TBS per jam Gambar 3.Rata-rata PKS di Provinsi Lampung tersebut memiliki kapasitas proses produksi sekitar 45 ton TBSjam. Gambar 3. Penyebaran PKS di Provinsi Lampung berdasarkan kapasitas produksi CPO ton TBSjam Sarono et al. 2012 Setiap PKS memiliki lahan yang dialokasikan untuk kebun kelapa sawit, pabrik, dan unit pengolahan limbah. Luasan lahan yang dimiliki oleh masing-masing pabrik juga berbeda satu dengan yang lainnya. Luasan lahan yang dialokasikan untuk unit pengolahan limbah berkisar antara 2,5-8 ha, atau setara dengan 25.000-80.000 m 2 Pada proses produksinya, jumlah tandan buah segar kelapa sawit yang diproses di Lampung bervariasi untuk setiap pabrik dan setiap tahun.Berdasarkan data yang diperoleh, total TBS yang diproses di seluruh pabrik kelapa sawit Lampung adalah 1.312.355 ton pada tahun 2009, 1.483.128 ton pada tahun 2010, dan 1.553.908 ton pada tahun 2011. Dari TBS yang diproses tersebut, jumlah CPO yang dihasilkan pada tahun 2009, 2010, dan 2011 adalah sebanyak 288.251 ton, 325.142 ton, dan 342.293 ton dengan nilai rata-rata rendemen 21,96; 21,92; dan 22,03. Dari nilai rendemen proses pengolahan di atas, terlihat adanya potensi pembangkitan limbah yang cukup besar, termasuk limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS. Total potensiLCPKS yang terdokumentasi adalah sebanyak 1.095.373 m . 3 ; 1.208.516 m 3 ; dan 1.286.595 m 3 Berdasarkan data tersebut, faktor konversi dari tandan buah segar kelapa sawit yang diproses menjadi limbah cair adalah sebesar 0,835 m pada tahun 2009, 2010, dan 2011Sarono et al. 2012. 3 LCPKSton TBS; 0,815 m 3 LCPKSton TBS; dan0,828 m 3 LCPKSton TBS untuk tahun 2009,2010, dan 2011 sehingga faktor konversi rata-ratanya sebesar 0,826 m 3 LCPKSton TBS. Hal tersebutmenunjukkan bahwa proses produksi CPO di Lampung cenderung kurang efisien karena menghasilkan faktor konversi LCPKS yang lebih besar dari rata-rata LCPKS yang dihasilkan per ton TBS, yaitu 0,6m 3 ton TBSMahajoeno et al.2008 atau0,75 m 3 ton 19 TBS Morad et al. 2008 diacu dalam Suprihatin et al. 2012 b , meskipun masih berada pada range 0,75-0,90 m 3 ton TBS Yuliasari et al. 2001. Sementara, faktor konversi dari CPO menjadi limbah cair sebesar 3,800 m 3 LCPKSton CPO; 3,717 m 3 LCPKSton CPO; dan 3,759 m 3 Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi PKS di Lampung, dibandingkan dengan literatur dan baku mutu lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.Terlihat bahwa parameter pH, COD, dan TSS pada LCPKS Lampung tidak memenuhi baku mutu, bahkan menyimpang cukup jauh dari nilai yang dipersyaratkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa LCPKS di Lampung memiliki kandungan bahan organik atau padatan yang tinggi dan memiliki peluang yang besar dalam mencemari lingkungan. Oleh karena itu, LCPKS tersebut harus mengalami pengolahan dan penanganan terlebih dulu sebelum disalurkan ke lingkungan. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata parameter menurut Mahajoeno et al. 2008 dan KIS Group 2012, nilai pH pada LCPKS Lampung lebih baik karena lebih mendekati baku mutu. Selain itu, nilai COD yang diperoleh pun lebih baik mutunya daripada kedua literatur. Artinya, kandungan karbon organiktotal kecuali senyawa aromatik pada limbah cair tersebut lebih rendah daripada limbah cair kelapa sawit pada umumnya. Akan tetapi, total padatan tersuspensi yang terkandung pada limbah lebih banyak sehingga kemungkinan lumpur yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan limbah cair pada pengamatan Mahajoeno et al. 2008. LCPKSton CPO. Tabel 2. Perbandingan karakter LCPKS Lampung dengan rujukan terdahulu dan baku mutu No. Parameter LCPKS Lampung Rata-rata Rata-rata 1 Baku Mutu 2 3 1 Nilai pH 5,0-5,6 4,4-4,5 4,0-4,5 6,0-9,0 2 Biological Oxygen Demand mgL - 23.500-29.300 30.000 250 3 Chemical Oxygen Demand mgL 41.000-50.250 49.000-63.600 50.000-70.000 500 4 Total Suspended Solid mgL 42.533-54.500 26.500-45.400 - 300 5 Nitrogen Total mgL - - - 45 6 Amonia mgL - - - 20 Sumber: 1 Mahajoeno et al. 2008 2 KIS Group 2012 3 Bapedal 1999 Semua PKS di Lampung telah melakukan proses pengolahan limbah cair. Sistem yang digunakan adalah sistem pengolahan konvensional, seperti kebanyakan kondisi pengolahan LCPKS di Indonesia saat ini, yaitu sistem kolam terbuka ponding system. Kolam-kolam yang digunakan terbagi menjadi kolam cooling pendinginan, kolam anaerob, dan kolam aerob. Selain kolam-kolam tersebut, terdapat juga kolam indikator untuk mengetahui kondisi efluen LCPKS sebelum disalurkan ke lingkungan. Dari keseluruhan PKS tersebut, terdapat empat PKS yang memiliki tambahan kolam fakultatif. Semua pabrik juga memiliki kolam atau lahan cadangan yang disiapkan untuk keperluan ekspansi unit pengolahan limbah jika volume limbah cair yang dihasilkan meningkat Sarono et al. 2012. Fasilitas pengolahan LCPKS tersebut memiliki kapasitas dan waktu retensi yang bervariasi. Kapasitas kolam cooling berkisar antara 800-2.250 m 3 dengan waktu retensi 3-5 hari.Dari kolam 20 tersebut, limbah cair akan memasuki kolam anaerob dengan waktu retensi sekitar 50-70 hari. Masing- masing pabrik memiliki kapasitas kolam anaerob yang berbeda, dari kapasitas 6.000 m 3 hingga 32.000 m 3 . Selanjutnya, limbah cair akan memasuki kolam fakultatif ataupun kolam aerob. Kebanyakan kolam fakultatif yang dimiliki oleh PKS di Lampung berkapasitas 2.600 m 3 untuk waktu retensi sekitar lima hari. Kolam aerob berkapasitas antara 3.000-17.000 m 3 dengan waktu retensi sekitar 10-16 hari. Kolam indikator berkapasitas 750-1.350 m 3 dengan waktu retensi 4-10 hari. Sementara, kolam cadangan berkapasitas 1.000 hingga 3.500 m 3 Dari kondisi pengolahan limbah cair di atas, diketahui bahwa belum ada satupun PKS di Lampung yang menggunakan bioreaktor tertutup untuk pengolahan LCPKS secara anaerobik. Struktur pengolahan kolam yang terbuka menyebabkan adanya emisi gas rumah kaca langsung ke atmosfer dengan dominasi gas metana CH . 4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saronoet al. 2012, pemanfaatan LCPKS untuk produksi biogas belum dilakukan. Hanya ada satu pabrik yang sedang melakukan studi mengenai biogas, sedangkan 12 pabrik lainnya belum melakukan tindakan untuk pemanfaatan biogas. Pemanfaatan limbah cair untuk pupuk pun hanya dilakukan oleh satu pabrik. Kebanyakan PKS di Lampung lebih tertarik dengan pemanfaatan lain dari limbah cair, yaitu pemanfaatan sebagai minyak parit dan land application. sebagai hasil dekomposisi anaerobik. Jika kondisi tersebut dipertahankan, kondisi lingkungan akan semakin buruk dan pemanasan global akan semakin terasa dampaknya. Selain itu, terdapat beberapa kerugian lain yang diperoleh, antara lain kerugian di bidang ekologi berupa kontaminasi air tanah dan bau yang tidak sedap, serta kerugian ekonomi finansial karena tidak menjual kredit karbon, tidak memiliki simpanan biomassa, serta adanya lumpur yang kurang produktif KIS Group 2012. Minyak parit adalah minyak yang diambil kembali dari fat pit atau lebih dikenal dengan CPO bermutu rendah low grade CPO. Pemanfaatan tersebut merupakan pemanfaatan yang umum digunakan di semua pabrik CPO di Indonesia. Sementara, land application merupakan pemanfaatan hasil dari penanganan limbah secara biologis. Penanganannya sedapat mungkin tidak menambahkan bahan kimia. Hasil dari proses biologis adalahair reklamasi berkualitas tinggi high quality reclaimed water yang telah memenuhi baku mutu lingkungan. Air tersebutumumnya digunakan untuk aplikasi lahan perkebunan sawit sendiri. Metode penanganan limbah secara biologis untuk land application cukup populer karena tergolong murah dalam operasi dan pemeliharaannya, tidak ada pembuangan ke badan air, tidak ada bau tidak sedap yang dapat mengganggu masyarakat,serta menyediakan air yang kaya unsur hara Cortland Official 2012. Dalam penanganan limbah cair tersebut, sumber daya manusia untuk manajemen lingkungan cukup terbatas. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja yang cukup sedikit, yaitu sekitar dua sampai lima orang dengan latar belakang pendidikan SLTA. Selain itu, tenaga kerja tersebut tidak berada pada bagian manajemen lingkungan khusus, melainkan berada di bawah bagian produksi. Pengalaman kerja di bidang penanganan limbah tersebut umumnya masih tergolong rendah hingga sedang yaitu dua sampai lima tahun. Hanya ada dua PKS yang memiliki tenaga kerja untuk penanganan limbah cair yang sudah bekerja selama 10 tahun atau lebih. Hanya saja, semua PKS telah melakukan pelatihan training bagi tenaga kerjanya. Terkait dengan masalah sosial, unit penanganan LCPKS masing-masing pabrik memiliki jarak tertentu dari permukiman dan pabrik. Jarak unit penanganan limbah berkisar antara 400-1.500 meter dari permukiman penduduk dan 100-200 meter dari pabrik. Dari bagian manajemen, karyawan, dan penduduk, umumnya tidak ada keluhan terkait dampak dari limbah cair. Hanya ada keluhan bau tidak sedap LCPKS dari karyawan pada satu PKS dan dari penduduk pada tiga PKS Sarono et al. 2012. Selain terkait dengan dampak langsung LCPKS bagi masyarakat sekitar pabrik, telah dilakukan kajian 21 juga oleh Sarono et al. 2012 terkait dengan kondisi listrik di sekitar pabrik kelapa sawit. Umumnya, asupan listrik bagi masyarakat di sekitar pabrik diperoleh dari PLN. Akan tetapi, kondisinya cukup tidak stabil ditandai dengan seringnya kondisi pemadaman listrik. Kondisi tersebut menyebabkan adanya harapan dari masyarakat sekitar pabrik terkait penyediaan listrik. Kondisi ekologi dan sosial di sekitar lingkungan PKS di Provinsi Lampung tersebut memberikan peluang pengembangan teknologi konversi gas metana dari limbah cair kelapa sawit menjadi energi listrik. Dengan memanfaatkan teknologi konversi tersebut, dapat diperoleh listrik terbarukan. Listrik terbarukan dapat memberikan manfaat untuk aplikasi langsung di pabrik kelapa sawit. Selain itu, energi listrik juga dapat dijual kepadaPLN. Dengan demikian, keuntungan ekonomi finansial, ekologi dan sosial dapat diperoleh oleh PKS yang menggunakan teknologi tersebut.

4.2. PENYEDIA TEKNOLOGI KONVERSI GAS METANA DARI LCPKS