LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

6 Magnitude, dan Studi Kelayakan Gumbira-Sa’id2012. Guesstimation merupakan peramalan permodalan yang berbasis pada penilaian pakar atau perkiraan kasar. Perkiraan tersebut dilakukan melalui diskusi dengan pakar dan konsultanyang dapat dipercaya. Biayanya tergolong paling murah dan hanya membutuhkan waktu tiga sampai tujuh hari. Estimasi kebenaran dari metode tersebut kurang dari 50-65. Order-of-Magnitude berbasis pada rasio alat dan mesin, dengan estimasi kebenaran kurang dari 76. Pada pendekatan tersebut, diperlukan juga pakar dan konsultan. Prosesnya membutuhkan waktu dua hingga tiga minggu. Proses tersebut membutuhkan studi pustaka, perhitungan rekayasa berbasis rasio, browsing harga dan ukuran alat dan mesin yang terbaru. Pendekatan order-of-magnitude lebih akurat untuk peramalan pada agroindustri. Studi kelayakan berbasis pada analisis komprehensif dengan estimasi kebenaran 90-97. Studi kelayakan dilakukan melalui pengkajian aspek teknis, teknologis, pasar, hukum dan lingkungan, serta ekonomi dan finansial. Proses studi kelayakan membutuhkan waktu satu hingga tiga bulan Gumbira- Sa’id 2012.

2.2. LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi pencemar lingkungan karena berbau dan memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Bahan organik di atas dapat berupa padatan melayang dan melarut serta emulsi minyak dalam air. Limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS tersebut dihasilkan dari beberapa tahapan proses produksi CPO Crude Palm Oil. Menurut Wuet al. 2010, LCPKSdihasilkan dari beberapa sumber yaitu bagian stasiun rebusan 36, stasiun klarifikasi60, dan hidrosiklon 4.Menurut Yuliasari et al. 2001, setiap ton TBS akan menghasilkan LCPKS sekitar 0,75-0,9 m 3 , sedangkan Mahajoeno et al. 2008 menyatakan bahwa setiap ton TBS akan menghasilkan LCPKS sebanyak 0,7 m 3 . Wiryawan 2012 justru mengemukakan bahwa pabrik kelapa sawit rata-rata menghasilkan 0,6 m 3 LCPKS per ton TBS yang diproses. LCPKS memiliki karakteristik koloid, kental, dan berwarna coklat atau keabu-abuan. Parameter beban pencemaran limbah dan pH dari LCPKS, serta baku mutunya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit dan baku mutunya No. Parameter Rata-rata Rata-rata 1 Baku Mutu 2 3 1 Nilai pH 4,4-4,5 4,0-4,5 6,0-9,0 2 Biological Oxygen Demand BOD mgL 23.500-29.300 30.000 250 3 Chemical Oxygen Demand CODmgL 49.000-63.600 50.000-70.000 500 4 Total Suspended Solid TSSmgL 26.500-45.400 - 300 5 Nitrogen Total mgL - - 45 6 Amonia mgL - - 20 Sumber: 1 Mahajoeno et al. 2008 2 KIS Group 2012 3 Bapedal 1999 Penanganan limbah cair secara umum terbagi menjadi enam bagian, yakni penanganan pendahuluan pretreatment, penanganan primer primary treatment, penanganan sekunder secondary treatment, penanganan tersier tertiary treatment, pembunuhan kuman disinfection dan penanganan lanjutan ultimate disposal. Penanganan pendahuluan dan penanganan primer dilakukan melalui proses pemisahan bahan-bahan mengapung dan mengendap screening fisik serta proses kimia. Selain itu, pada aplikasi pabrik kelapa sawit, digunakan fat pit. Fat pitmerupakan sarana untuk 7 mengambil kembali minyak yang masih terkandung pada LCPKS. Limbah akan dipanaskan menggunakan uap dengan suhu 85-95 o Pada penanganan secara biologi, umumnya PKS di Indonesia menggunakan sistem kolam, yaitu dekomposisi pada kolam anaerobik yang dilanjutkan dengan kolam aerobik atau kolam fakultatif.Sistem konvensional tersebut membutuhkan lahan yang sangat luas, melepaskan gas metana yang dihasilkan ke atmosfer, dan menghasilkan banyak lumpur. Sistem tersebut masih umum digunakan karena dipertimbangkan sebagai sistem yang paling efektif dalam hal biaya Wiryawan 2012. Kondisi di atas disebabkan oleh paradigma pengusaha kelapa sawit bahwa pengolahan limbah cair harus menggunakan biaya seminimal mungkin untuk memenuhi tujuan utama pencapaian baku mutu limbah sebelum disalurkan ke lingkungan, bukan pemikiran bahwa limbah merupakan sumber pendapatan. C. Minyak akan terlepas dan dapat diambil kembali sebanyak 0,8-1,2. BOD dari pengolahan tersebut sebesar 30.000-40.000 ppm dengan pH 4-5Rahardjo 2009. Setelah diolah menggunakan fat pit, limbah cair akan memasuki cooling tower ataupun cooling pond untuk menurunkan suhu dan siap memasuki penangan sekunder. Penanganan sekunder dilakukan secara biologi menggunakan mikroorganisme pengurai untuk menurunkan kadar polutan organik. Penanganan tersier merupakan kelanjutan penanganan sekunder apabila masih terdapat bahan pencemar yang berbahaya. Contoh penanganannya adalah penggunaan saringan pasir sand filter dan saringan hampa vacuum filter serta proses penyerapan. Penanganan lanjutan setelah desinfeksi adalah penanganan lumpur yang dihasilkan dari proses sebelumnya. Pada penanganan limbah secara anaerobik, pengurangan beban limbah dapat mencapai95 BOD dalam jangka waktu 55 hari hingga 110 hari dengan kebutuhan lahan yang sangat luas Ahmad et al. 2012.Mikroorganisme yang berperan sebagai pengurai terbagi menjadi empat golongan. Pertama, bakteri hidrolitik yang berperan katabolis terhadap sakarida, protein, dan lipid. Kedua, bakteri asetogenyang menghasilkan gas hidrogen dengan merombak asam-asam lemak tertentu. Ketiga, bakteri homoasetogen yang menghidrolisis senyawa multikarbon menjadi asam asetat. Kelompok keempat adalah bakteri metanogen yang mengkatabolisis asetat dan senyawa karbon tunggal menjadi gas metana. Oleh karena itu, selain mengurangi beban pencemar dalam LCPKS, proses pengolahan limbah di atas akan menghasilkan biogas yang mengandung metana, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.

2.3. PRODUKSI GAS METANA MELALUI DEKOMPOSISI ANAEROBIK