81
Simulasi kedua dari kebijakan makroekonomi lainnya adalah dengan mengasumsikan terjadinya peningkatan efisiensi produksi. Hal ini disimulasikan
melalui peningkatan efisiensi produksi sebesar 5 persen pada sektor-sektor yang mempunyai kaitan sangat erat dengan pariwisata. Kondisi tersebut dimaksudkan
untuk memberikan beberapa kebijakan alternatif lainnya selain pengurangan pajak, karena pajak masih merupakan sumber penerimaan utama pemerintah.
Disamping itu, efisiensi produksi juga sangat dianjurkan dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik terhadap masuknya komoditas-
komoditas impor. Berdasarkan skenario tersebut diperoleh dugaan mengenai dampak yang
terjadi pada peubah-peubah ekonomi makro seperti PDB, ketenagakerjaan, inflasi, kinerja eksternal, konsumsi rumah tangga dan konsumsi wisatawan. Disamping
itu, disajikan juga dampak yang terjadi pada output dari beberapa industri yang menerima dampak cukup besar. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat secara
lengkap pada Lampiran 4 hingga Lampiran 7. Nilai-nilai hasil simulasi tersebut merupakan perubahan persentase dari data benchmarkbaseline data dasar. Data
benchmark tersebut mengacu pada nilai-nilai keseimbangan dari peubah sebelum
dilakukan simulasi. Dalam kebanyakan kasus, nilai positif mencerminkan peningkatan dan nilai negatif menunjukkan penurunan. Namun perubahan
persentase dalam neraca perdagangan harus ditafsirkan secara hati-hati karena nilainya dapat beralih dari negatif ke positif padahal belum tentu menjadi defisit
atau surplus.
5.2 Dampak Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan disimulasikan dengan menurunkan tarif impor hingga 0 persen pada seluruh komoditas impor kecuali padi dan gula. Dampak
yang terjadi akibat liberalisasi tersebut akan menurunkan harga pada komoditas impor di pasar domestik. Disamping itu, kebijakan tersebut juga akan mengurangi
pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak. Perekonomian domestik yang kondisinya sebagai price taker akan berakibat pada meningkatnya permintaan
produk-produk impor sehingga ketersediaan produk-produk tersebut dalam perekonomian domestik mengalami peningkatan. Di sisi lain, permintaan barang
82
produksi dalam negeri di pasar domestik menjadi berkurang karena harganya menjadi relatif lebih mahal. Kondisi ini akan mendorong produsen domestik
untuk menurunkan volume produksinya akibat adanya penurunan permintaan domestik baik untuk input antara maupun permintaan akhir. Meskipun harga dari
beberapa komoditas tersebut menurun di pasar internasional namun peningkatan permintaan ekspor yang terjadi tidak cukup signifikan. Perubahan harga tersebut
akan mempunyai dampak yang lebih kuat pada peningkatan permintaan terhadap produk impor dibandingkan peningkatan permintaan ekspor sehingga kondisi
tersebut mengakibatkan neraca perdagangan menjadi semakin tertekan. Hal ini berdampak pada penurunan PDB yang diiringi dengan menurunnya jumlah tenaga
kerja, baik untuk sektor formal pekerja dibayar maupun informalpekerja keluarga tidak dibayar.
Lampiran 4 berisi ringkasan dari dampak terjadinya penghapusan tarif impor terhadap peubah-peubah utama yang terkait. Dampak tersebut diukur
dengan perubahan persentase dari data benchmark. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penghapusan bea masuk akan meningkatkan volume impor dan
perdagangan luar negeri, sehingga meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik. Namun PDB produk domestik bruto mengalami
penurunan sebesar 0,061 persen yang diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan
gula
Uraian
Dampak dari penghapusan tarif impor persen
A. Indikator Makroekonomi 1. PDB riil
-0,0610 2. Tenaga Kerja
a. Tenaga Kerja Dibayar -0,0742
b. Tenaga Kerja tidak Dibayar -0,1894
3. Indeks Harga Konsumen -0,0049
B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil
0,2270 2. Impor Riil
0,4572 3. Neraca Perdagangan
-0,0012 C.
Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik
1,0213 2. Konsumsi Riil RT Biasa
0,1067
83
PDB yang menurun tersebut disebabkan oleh penurunan output pada sebagian besar industri domestik. Industri yang mengalami penurunan paling
besar adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan yang menurun hingga 1,63 persen dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan turun sebesar 0,80 persen
sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Kedua sektor yang mengalami penurunan tersebut diduga karena kalah bersaing dalam harga dari komoditas impor. Seperti
diketahui bahwa permintaan kacang kedelai untuk konsumsi domestik yang cukup tinggi tersebut sebagian besar dipenuhi dari luar negeri. Sedangkan industri yang
outputnya meningkat paling tinggi adalah sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun yang meningkat sebesar 0,58 persen dan sektor
Angkutan Air sebesar 0,28 persen. Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun mencakup Industri Alat Ukur, Fotografi, Optik dan Jam; Industri
Barang-barang Perhiasan; Industri Alat-alat Musik; Industri Alat-alat Olahraga; serta Barang-barang Industri Lainnya. Keadaan ini diduga karena sektor tersebut
mempunyai kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Tabel 19 Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor
ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya
Sektor
Dampak meningkat
persen
Sektor
Dampak menurun
persen
Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun
0,5798 Tanaman Kacang-kacangan -1,6293
Angkutan Air 0,2812 Sayur-sayuran dan Buah-buahan
-0,7975 Industri Alat Pengangkutan dan
Perbaikannya 0,2075 Tanaman Umbi-umbian
-0,3787 Angkutan Udara
0,1384 Jagung -0,2889
Jasa Lainnya 0,0966
Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam
-0,2864
Penurunan output beberapa industri berdampak pada turunnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penggunaan pekerja informalkeluarga tidak
dibayar mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 0,19 persen sedangkan pekerja formal pekerja dibayar turun sebesar 0,07 persen. Efek
samping lainnya dari kebijakan tersebut adalah memburuknya neraca perdagangan yang mengalami penurunan hingga 0,001 persen dimana impor meningkat lebih
besar 0,46 persen dari pada ekspor 0,23 persen. Dampak positif dari penghapusan tarif impor tersebut sebagian besar
dinikmati oleh konsumen. Kesejahteraan konsumen mengalami peningkatan
84
sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik sebesar 1,02 persen dan peningkatan konsumsi riil rumah tangga biasa
sebesar 0,11 persen. Wisatawan yang mengunjungi Indonesia baik domestik maupun asing juga kelihatan lebih sejahtera karena mereka dapat mengkonsumsi
dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat benchmark belanja mereka. Prosedur pemodelan mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan dalam
pendapatan total sama dengan total pengeluaran dari wisatawan. Peningkatan konsumsi oleh wisatawan mungkin lebih tinggi karena harga yang lebih rendah
sehingga dapat mendorong mereka untuk mengkonsumsi lebih banyak. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi wisatawan yang berkunjung ke
Indonesia lihat Sugiyarto et.al., 2003. Selain itu, berbagai tinjauan studi lain seperti Yoeti 2008 dan Tantowi 2009, mengemukakan bahwa harga
merupakan salah satu faktor yang penting bagi wisatawan ketika mereka memilih tujuan liburan.
5.3 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata