Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata

68 industri dalam kategori NT1 adalah 6.064 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda penghapusannya. Hal ini berdasarkan masukan dari dunia usaha dan kajian pemerintah bahwa terdapat 228 pos tarif produk dalam kerangka ACFTA yang daya saingnya melemah. Tarif bea masuk untuk kategori Normal Track 2 NT 2 akan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Tarif untuk kategori Sensitive List SL akan menjadi 0 –5 persen pada tahun 2018 sedangkan untuk kategori High Sensitive List HSL akan diturunkan dihapuskan menjadi 0-50 persen mulai tahun 2015. Selanjutnya untuk kategori General Exception List GEL tetap berlaku tarif MFN. Daftar yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010 No. Kelompok produk Jumlah penundaan Keterangan perubahan kategori NT1 NT2 SL 1 Besi Baja 114 -102 58 44 -12 12 2 Tekstil dan Produk Tekstil 53 -53 53 - 3 Permesinan 10 -10 - 10 4 Elektronika 7 -7 - 7 5 Kimia Anorganik Dasar 7 -7 6 1 6 Petrokimia 2 -2 2 - 7 Furniture 5 -5 1 4 8 Kosmetika 1 -1 - 1 9 Jamu 1 -1 - 1 10 Alas Kaki 5 -5 - 5 11 Produk Industri Kecil 1 -1 - 1 12 Maritim 22 -22 - 22 Total 228 -216 108 108 Sumber: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2010.

4.3.3 Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA

Penerapan kerjasama perdagangan dalam rangka pelaksanaan FTA tersebut dalam perkembangannya dapat menimbulkan dampak negatif, sehingga diperlukan langkah-langkah pengamanan untuk meminimalisir efek negatif tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2010 menunjukkan bahwa dalam rangka pelaksanaan CEPT-AFTA dan ACFTA, Pemerintah telah mengkoordinasikan langkah-langkah secara komprehensif, holistik, dan sistemik yang diantaranya adalah menetapkan strategi dalam menghadapi persaingan global. Langkah-langkah tersebut meliputi: 1. Penguatan Daya Saing Global 69 2. Pengamanan Pasar Domestik 3. Penguatan Ekspor Langkah-langkah strategis dalam menghadapi persaingan global melalui penguatan daya saing global dilakukan melalui penanganan isu-isu domestik sedangkan untuk pengamanan pasar domestik diantaranya adalah adanya pengawasan di Border. Langkah-langkah strategis yang diambil melalui penguatan ekspor tersebut diantaranya adalah: 1. Penguatan peran perwakilan luar negeri ITPC. 2. Pengembangan trading house PT Sarinah, PT PPI, SMESCO UKM. 3. Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi Tourism, Trade and InvestmentTTI . 4. Penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor. 5. Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor

4.3.4 Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata

Globalisasi dan liberalisasi semakin menunjukkan bentuk-bentuk dan perwujudan yang semakin luas dalam kehidupan antar manusia, antar bangsa, antar negara, dan antar benua. Dunia sedang menuju kemantapan globalisasi seiring dengan perkembangan faktor pendukung yang dominan yaitu informasi, telekomunikasi, dan transportasi. Dengan kondisi demikian, globalisasi mulai menerobos keberbagai negara termasuk kekawasan Asia Tenggara. Globalisasi ini membawa pengaruh yang semakin lama semakin kuat. Globalisasi telah merombak rumusan politik pembangunan termasuk pembangunan kepariwisataan di Asia Tenggara. Prospek perkembangan kepariwisataan di kawasan Asia Pasifik termasuk Asia Tenggara kondisinya cukup menjanjikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan pembangunan kepariwisataan di beberapa negara. Kondisi tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan kerjasama antar negara seperti kerjasama Indonesia, Malaysia, and Thailand Growth Triangle IMT-GT serta Singapura, Johor, dan Riau Sijori. Kerjasama ini terwujud dalam bentuk-bentuk yang implementatif serta melibatkan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta. Tumbuhnya kerjasama regional seperti AFTA, APEC dan ACFTA akan 70 memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata di Indonesia. Kondisi kepariwisataan di Indonesia sebagaimana yang telah diilustrasikan sebelumnya merupakan indikasi yang menarik untuk diamati terutama dalam mendukung proses liberalisasi melalui kemampuannya dalam mendukung ekspor nonmigas. Antariksa 2010 melaporkan bahwa jasa pariwisata di Indonesia juga akan dilakukan liberalisasi meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan sektor produksi. ASEAN telah menyepakati bahwa tanggal 1 Januari 2011 merupakan awal pelaksanaan liberalisasi penuh di bidang perdagangan jasa pariwisata di kawasan tersebut. Disamping itu, pelaksanaan liberalisasi jasa pariwisata di kawasan Asia Pasifik dalam kerangka APEC, telah disepakati akan dilaksanakan pada tahun 2020 walaupun kerjasama ini bersifat sukarelavoluntary basis. Fenomena ini muncul karena adanya kebutuhan untuk mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin dan mengirimkan tenaga kerja pariwisata ke luar negeri. Pelaksanaan liberalisasi perdagangan jasa pariwisata di Indonesia nampaknya masih memperlihatkan kecenderungan yang kurang menguntungkan dimana malah terjadi peningkatan jumlah perjalanan penduduk Indonesia ke luar negeri. Kondisi ini diduga akibat sifat masyarakat Indonesia yang masih memandang kegiatan berlibur ke luar negeri lebih bergengsi daripada wisata domestik. Fakta ini diperkuat oleh data yang diperlihatkan sebelumnya dimana terjadi peningkatan pertumbuhan jumlah kunjungan dan pengeluaran wisatawan Indonesia ke luar negeri daripada yang dibelanjakan wisatawan mancanegara di Indonesia. Hal ini juga merupakan sebuah persoalan yang dihadapi oleh Indonesia pada saat ini. Melihat kenyataan tersebut, maka ada beberapa hal yang sebenarnya perlu dilakukan Indonesia untuk menyikapi fenomena liberalisasi perdagangan jasa pariwisata secara obyektif. Antariksa 2010, Peneliti pada Puslitbang Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menyatakan bahwa untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilanjutkan pengembangan sistem pendidikan kepariwisataan yang memenuhi standar internasional. Kedua, kebijakan yang diterapkan pada berbagai tingkat pengambilan keputusan harus disesuaikan dengan yang berlaku di tingkat internasional. Ketiga, sesuai dengan 71 aturan yang berlaku di tingkat internasional, setiap negara memiliki hak untuk menerapkan kebijakan yang bersifat proteksionis meskipun hanya bersifat sementara. Keempat, sosialisasi mengenai perkembangan globalisasi dan berbagai dampak yang dapat muncul harus disampaikan secara berkesinambungan kepada seluruh masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara yang telah melakukan hubungan internasional secara luas. 4.4 Perkembangan Kegiatan Pariwisata di Indonesia 4.4.1