Dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim pada komoditi pangan di berbagai negara terhadap makro dan sektoral ekonomi Indonesia pendekatan model ekonomi keseimbangan umum

(1)

MAKRO DAN SEKTORAL EKONOMI INDONESIA : PENDEKATAN MODEL EKONOMI

KESEIMBANGAN UMUM

DISERTASI

K A S A N

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Saya menyataka n de ngan sebe nar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: “DAMPAK LIBER ALISASI PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN IKLIM PADA KOMODITI PANGAN DI BERBAGAI NEGARA TERHADAP MAKRO DAN

SEKTORAL EKONOMI INDONESIA : PENDEKATAN MODEL

EKONOMI KESEIMBANGAN UMUM” merupaka n gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

K A S A N H361064094


(3)

KASAN. 2012. The Impact of Trade Liberalization and Climate Change in Agriculture Commodities in Various Countries on Macro and Economic Sector of Indonesia: General Equilibrium Economic Model Approach. (RINA

OKTAVIANI as a Chair, MANGARA TAMBUNAN and POS

MARODJAHAN HUTABARAT as Members of the Advisory Committee).

The objectives of study are to analysis: (1) the impact of climate change on agriculture commod ities prod uctivity in various countries including Indo nesia; (2) the impact of trade liberalization of agriculture sector on macro economic performance in main producer and impor ter of agriculture commodities and particularly on macro and economic sector of Indonesia; and (3) the combination impact of trade liberalization and climate change in agriculture commodities on macro economic performance in producer and importer countries and specific impact on macro and economic sector of Indo nesia. Econometric mode l is used to estimate the impact of climate change on productivity of agriculture commodities at region or country level includ ing Indo nesia, and the multiregional, multisector computable general equilibrium mode l is used to assess the impact of trade liberalization on macro and economic sector in main producer and importer of agriculture commodities including Indo nesia. The similar tools analysis was also used to analysis the combination impact of trade liberalization and climate change on macro and economic sector in main producer and importer of agriculture commod ities. Climate change affected to reduce productivity of paddy rice, wheat and maize in all countries except Russia. Climate change gave negative impact and more dominant to influence gross domestic product in all countries than trade liberalization. Developed countries gain from trade liberalization in agriculture sector for theirs gross domestic product, export, and welfare. In contrary, developing countries including Indonesia lost for their welfare, trade balance and investment. Furthermore, the combination impact of trade liberalization and climate change will push relocation of input factor from agriculture sector to manufacture sector in Indonesia, and it will increase urbanization. The combination impact of climate change and trade liberalization also effected to decrease of employment in all agriculture sectors. The Government of Indonesia should establish the adaptation strategy by diversifying local food consumption to compensate the decreasing of global food production. The Government of Indo nesia should increase implementation of non tariff measures in agriculture sector to reduce the potential lost as a results of agriculture sector liberalization. Both of the government and pr ivate should improve agriculture sector infrastructure such as irrigation facilities, on and off farm technology to reduce the impact of climate change.

Keywords: Trade Liberalization, Climate Change, Econometric Model, Agricultural Productivity, General Equilibrium Model, Macro and Economic Sector.


(4)

KASAN. 2012. Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Perubahan Iklim pada Komoditi Pangan di Berbagai Negara terhadap Makro dan Sektoral Ekonomi Indonesia: Pendekatan Model Ekonomi Keseimbangan Umum. (RINA

OKTAVIANI seba gai Ketua, MANGARA TAMBUNAN dan POS

MARODJAHAN HUTABARAT sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Selama tiga dekade terakhir isu perubahan iklim (climate change) sudah menjadi salah satu isu utama pada setiap pertemuan internasional. Laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 memprediksikan peningkatan suhu bumi rata-rata 2,8 0C selama abad 21 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO2

Berdasarkan beberapa hasil studi menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan perubahan produktivitas di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan tenaga kerja yang pada akhirnya membawa konsekuensi kepada kondisi ekonomi maupun sosial dalam jangka panjang (Zhai Fan et al, 2009). Khusus di sektor pertanian perubahan cuaca dan iklim yang sangat mempengaruhi produktivitas antara lain perubahan suhu dan pola curah hujan, maupun dampak resultan dari ketersediaan air, pestisida, penyakit dan terjadinya cuaca yang ekstrim (Zhai Fan et al, 2009). Sektor pertanian di beberapa negara berkembang seperti India, Brazil, Afrika Selatan, dan Indonesia diperkirakan juga akan dipengaruhi oleh terjadinya perubahan iklim tersebut.

. Selama 140 tahun terakhir (1840-2005), suhu global terus meningkat, demikian pula 100 tahun ke depan rata-rata suhu global diperkirakan terus meningkat.

Selain perubahan iklim yang diperkirakan berdampak pada produktivitas sektor pertanian, isu lainnya yang saat ini juga terus menjadi perhatian masyarakat global adalah liberalisasi perdagangan khususnya sektor pertanian. Liberalisasi perda gangan sektor pertanian (kerangka multilateral/WTO) akan mempengaruhi pola perdagangan komoditi pertanian di berbagai kawasan. Berdasarkan beberapa hasil studi yang dilakukan, misalnya hasil penelitian Rahmanto, B (2005) menunjukkan bahwa pengaruh liberalisasi perdagangan global dalam rentang waktu 1995-2002 memberikan sumbangan nyata secara statistik, baik dalam hal meningkatkan surplus maupun meningkatkan defisit perdagangan pada sebagian besar kelompok komoditi. Selama 1961-2008, defisit neraca perdagangan produk pertanian dunia terus meningkat, terutama gandum dan jagung.

Penelitian ini be rtuj uan untuk: (1) Mengkaji dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditi pangan di berba gai negara termasuk Indo nesia; (2) Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap kondisi makro ekonomi di negara-negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan termasuk Indonesia dan secara khususnya dampaknya terhadap sektoral ekonomi Indo nesia; (3) Menganalisis dampak kombinasi liberalisasi perdagangan dan pe ruba han iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi di beberapa negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan termasuk Indo nesia dan secara khusus dampaknya terhadap sektoral ekonomi Indonesia. Simulasi berbagai kebijakan dilakukan dengan menggunakan Computable General Equilibrium (CGE) mode l Global Trade Analysis Project (GTAP) versi 7 untuk


(5)

Beberapa kesimpulan utama dari penelitian adalah: Peruba ha n iklim berdampak pada penurunan produktivitas padi dan jagung di hampir semua negara yang diteliti kecuali Rusia yang masing- masing meningkat sebesar 12,12 persen dan 102,55 persen. Peruba han iklim juga berdampak pada penurunan produktivitas gandum di hampir semua negara yang d iteliti kecuali di Rusia yang meningkat sebesar 10,09 persen dan Thailand (24,55 persen).

Perubahan iklim berdampak pada penurunan produktivitas gandum di hampir semua negara prod usen utama dunia yaitu EU25, India, Amerika Serikat, China dan Australia, sehingga akan mempe ngaruhi ketahanan pangan global. Bagi Indonesia sebagai negara pengimpor gandum utama dunia, penurunan produktivitas gandum di negara produsen utama akan mempengaruhi impor gandum secara positif.

Liberalisasi perdagangan di sektor pertanian menguntungkan negara maju dalam hal PDB, kesejahteraan, da n ekspor, tetapi merugikan negara berkembang termasuk Indonesia dalam hal kesejahteraan, neraca perdagangan, da n investasi.

Liberalisasi perdagangan sektor pertanian berdampak terhadap penurunan output sektor pertanian Indonesia, tetapi menyebabkan peningkatan output di sektor manufaktur, karena terjadi realokasi sumber daya input (faktor produksi) dari sektor pertanian ke sektor manufaktur. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak negatif dan lebih dominan mempengaruhi PDB semua negara yang diteliti dibandingkan dampak liberalisasi perdagangan.

Kombinasi dampak perubahan iklim dan liberalisasi perdagangan akan berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja baik yang terlatih maupun tidak terlatih di Indonesia pada seluruh sektor pertanian dan terjadinya relokasi faktor produksi dari sektor pertanian ke sektor manufaktur di Indonesia, sehingga akan meningkatkan urbanisasi. Kombinasi dampak perubahan iklim dan liberalisasi perdagangan berdampak pada peningkatan GDP dan kesejahteraan di Rusia, EU-25, dan Vietnam, tetapi berdampak negatif terhadap negara lainnya termasuk I ndo nesia.

Beberapa implikasi kebijakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indo nesia adalah: Pertama, untuk mengantisipasi ancaman terhadap ketahanan pangan nasional, Pemerintah harus menyusun stratagi adaptasi dengan melakukan diversifikasi konsumsi pangan lokal sebagai kompensasi atas ancaman menurunnya produksi pangan global seperti padi, jagung dan gandum yang selama ini banyak diimpor untuk memenuhi ketahanan pangan nasional.

Pemerintah dan swasta harus segera menyiapkan dan meningkatkan infrastruktur pertanian seperti sarana irigasi, teknologi pembenihan, teknologi pengolahan tanah da n teknologi pasca pa nen produk pertanian untuk dapat mengurangi dampak perubahan iklim. Untuk mengantisipasi potensi penurunan produksi pangan nasional dan global, maka perlu diwujudkan program diversifikasi pangan lokal dan pengembangan atau perluasan industri olahan pangan di pedesaan. Pemerintah Indonesia harus tetap melindungi sektor pertanian dari tekanan liberalisasi dalam bentuk kebijakan non tarif agar terhindar dari potensi kerugian yang lebih besar akibat liberalisasi perdagangan sektor pertanian tersebut.


(6)

@Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012.

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipa n hanya untuk kepe ntingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(7)

MAKRO DAN SEKTORAL EKONOMI INDONESIA : PENDEKATAN MODEL EKONOMI

KESEIMBANGAN UMUM

K A S A N

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk me menuhi program Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS

Staf Pengajar, Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Staf Pengajar, Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Staf Pengajar, Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Deddy Saleh, MS

Direktur Jenderal Perda gangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI


(9)

terhadap Makro dan Sektoral Ekonomi Indo nesia: Pendeka tan Model Ekonomi Keseimbangan Umum

Nama : Kasan

Nomor Pokok : H361064094

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc Dr. Ir. Pos Marodjahan Hutabarat, MA, M.Sc

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pe rtanian Bogo r

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 13 Januari 2012 Tanggal Lulus :


(10)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi dengan judul: Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Perubahan Iklim Pada Komoditi Pangan di Berbagai Negara Terhadap Makro dan Sektoral Ekonomi Indonesia: Pendekatan Model Ekonomi Keseimbangan Umum.

Selama tiga dekade terakhir isu perubahan iklim (climate change) sudah menjadi salah satu isu utama pada setiap pertemuan internasional. Laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 juga memprediksikan peningkatan suhu bumi selama abad 21 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO2

Pada kesempatan ini penulis secara tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing, yaitu: Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc. dan Dr. Ir. Pos Marodjahan Hutabarat, MA, M.Sc, masing- masing sebagai

. Selama abad mendatang suhu global diperkirakan terus meningkat. Selain perubahan iklim yang diperkirakan berdampak pada produktivitas komoditi pangan, isu lainnya yang saat ini juga terus menjadi perhatian masyarakat global adalah liberalisasi perdagangan khususnya sektor pertanian. Liberalisasi perdagangan sektor pertanian berdampak pada aliran perdagangan komoditi pertanian primer terutama dari Negara berkembang ke Negara- negara maju. Dengan menggunakan model ekonomi keseimbangan umum, penelitian ini ingin menjawab dampak perubahan iklim pada komoditi pangan dan liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap makro da n sektoral ekonomi di Negara prod usen da n importer komoditi pangan termasuk Indo nesia.


(11)

membimbing penulis sejak penyusunan proposal penelitian hingga penyelesaian disertasi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan juga ingin penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA., Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) yang telah banyak memberikan arahan dan dor ongan semangat yang sangat berharga.

2. Seluruh staf Pengajar Program Studi Ilmu Ekonmi Pertanian IPB yang telah memberikan bekal teori dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam menyelesaikan studi.

3. Reka n-rekan program studi EPN angkatan 2006 atas dorongan moril dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

4. Bapak Herry Soetanto-Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, (BPPKP) Kemendag RI, Bapak Muchtar-Ketua Komite Anti Dumping Indonesia, Bapak Erwidodo-Duta Besar RI untuk WTO, Bapak Arief Adang-Sekretaris BPPKP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi serta semangat dan dorongan yang sangat berharga.

5. Sekretariat Program Ilmu Ekonomi Pertanian, khususnya Mbak Ruby, Mbak Yani yang telah membantu penulis dalam kelancaran penyelesaian administrasi selama Penulis mengikuti studi.

6. Ibu Widyastutik, Mbak Lea, Mas Herry, serta tak lupa rekan-rekan semua di Puska Kebijakan Perdagangan Luar Negeri khususnya, Pak Tarmo, Pak Umar, Bu Enda ng, Mas Adit, Mbak Reni, Mbak Hasni, Mbak Ayu, Mbak Tika,


(12)

penulis dalam penyelesaian proses penyusunan disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis, penelitian ini jauh dari sempurna. Walaupun demikian, penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2012

Kasan


(13)

Penulis lahir pada tanggal 27 Juli 1966 di Sumedang, Jawa Barat, sebagai putra keenam dari Sembilan bersaudara putera-puteri keluarga Bapak Muhri dan Ibu Misrem. Penulis menikah dengan Ir. Dyah Susilowati, dikaruniai dua orang anak yaitu : Annisa Maulidina dan Rizki Firmansyah.

Penulis lulus SDN Babakan Bandung Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang tahun 1979, SMPN I Situraja tahun 1982 dan SMAN Situraja, Kabupaten Sumedang Jawa Barat tahun 1985. Pada tahun 1985 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) dan lulus Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian IPB tahun 1989.

Pada tahun 1990, penulis mulai bekerja sebagai staf pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri, Badan Litbang Perdagangan Departemen Perdagangan RI di Jakarta. Sejak bulan September 2010 sampai sekarang penulis mendapat tugas sebagai Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI.

Pada tahun 1996 penulis memperoleh beasiswa dari Bank Dunia yang dikelola oleh Departemen Keuangan RI untuk melanjutkan pendidikan program Magister Manajemen di bidang Manajemen Internasional di Universitas Indonesia, lulus dan memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) pada tahun 1998. Pada tahun 2006, penulis memperoleh beasiswa dari Departemen Perdagangan RI untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(14)

Halaman

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

I. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah...7

1.3 Tujuan Penelitian ...25

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ...26

1.5 Manfaat Penelitian ...29

II. TINJAUAN PUSTAKA ...30

2.1. Kebijaka n Perda gangan Beba s ...30

2.2. Peruba ha n Iklim da n Perkiraan Peruba han Suhu di Indo nesia ...43

2.3. Perubahan Iklim Globa l dan Produktivitas Pertanian ...45

2.4. Produksi dan Perdagangan Komoditi Pertanian di Pasar Global ...49

2.5. Peranan Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indo nesia ...54

2.6. Tinjauan Studi Terdahulu ...57

2.7. Kebaruan (Novelty) ...63

III. KERANGKA TEORITIS ...65

3.1. Teor i Peruba han Iklim...65

3.2. Teori Produksi ...71

3.3. Teori Produktivitas ...74

3.3.1. Average Physical Productivity ...74

3.3.2. Marginal Productivity ...74

3.4. Mode l Estimasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian ...77

3.5. Teor i Perda gangan Internasional...84

3.6. Teori Keseimbangan Umum ...95


(15)

ii

3.6.2. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ...99

3.7. Model Computable General Equilibrium Statis dan Dinamis ...100

IV. METODOLOGI PENELITIAN ...103

4.1. Kerangka Pemikiran ...103

4.2. Hipot esis Pene litian ...106

4.3. Alat Analisis ...106

4.3.1. Konsep Dasar Global Trade Analysis Project ...106

4.3.2. Struktur Model Global Trade Analysis Project Standar ...119

4.3.3. Perilaku Produsen Dalam Model Global Trade Analysis Project ...134

4.3.4. Perilaku Konsumen Dalam Model Global Trade Analysis Project ...144

4.3.5. Pembentukan Modal Tetap dan Alokasi Investasi antar Negara ...157

4.3.6. Hubungan Antara Harga dan Penerimaan Pajak dalam Model Global Trade Analysis Project ...162

4.3.7. Agregasi dan Disagregasi Sektor dan Region ...173

4.3.8. Penutup Makro Ekonomi Jangka Panjang ...178

4.3.9. Estimasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian ...181

4.3.10. Formula Penurunan Tarif Produk Pertanian dalam Kerangka World Trade Organization ...182

4.4. Sumber Data ...183

4.5. Simulasi Kebijakan ...183

V. HASIL D AN PEMBAHASAN ...185

5.1. Mode l Estimasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian ...185

5.2. Kondisi Dasar di Negara Prod usen da n Impo rtir Komod iti Pangan ...189

5.3. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kondisi Makro Ekonomi di Negara Produsen dan Importir Komoditi Pangan ...192

5.4. Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Pertanian di Negara Produsen Utama Padi, Gandum dan Jagung...199


(16)

iii

5.6. Dampak Liberalisasi Perdagangan Komoditi Pangan terhadap Kondisi Makro Eko nomi di Negara Prod usen dan Importir

Komoditi Pangan ...212

5.7. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektoral Ekonomi Negara Produsen dan Importir Utama Padi, Gandum dan Jagung...219

5.8. Dampak Liberalisasi Perdagangan Sektor Pertanian terhadap Kondisi Sektoral Ekonomi Indonesia...227

5.9. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Makro Ekonomi Negara Produsen dan Importir Komoditi Pangan ...230

5.10. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektoral Ekonomi Indonesia ...235

5.11. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Sektoral Ekonomi Produsen Utama ...239

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ...245

6.1. Kesimpulan ...245

6.2. Implikasi Kebijakan ...247

DAFTAR PUSTAKA...249


(17)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian Indonesia ...3

2. Kinerja Ekspor Produk Pertanian Indonesia ...5

3. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto...6

4. Perkiraan Rata-Rata Suhu Udara berdasarkan Estimasi Intergovernmental Panel on Climate Change ...8

5. Rata-rata Suhu Saat ini dan yang Akan Datang di Beberapa Negara ...11

6. Perkembangan Produktivitas Jagung, Gandum, Kedelai dan Beras Dunia Tahun 1961-1983 dan Tahun 1984-2005 ...12

7. Proyeksi Perubahan Produktivitas Pertanian tahun 2050 Akibat Peruba ha n Iklim ...13

8. Perkembangan Produksi Produk Pertanian Dunia ...14

9. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditi Pertanian Nasional ...16

10. Perkembangan Produksi Beberapa Produk Pertanian Indonesia ...17

11. Perkembangan Ekspor dan Impo r Prod uk-Prod uk Pertanian Indo nesia...19

12. Putaran Perundinga n General Agreement on Tariff and Trade ...42

13. Distribus i Penj ualan Barang i yang Diprod uksi di Wilayah r ke Pasar Wilayah s ...125

14. Sumber Pengeluaran Rumahtangga dan Pemerintah untuk Barang i di Wilayah s ...127

15. Sumber Pengeluaran Sektor j dari Barang i atau Faktor Primer i...129

16. Sumber Pendapatan Faktor Jasa Rumahtangga untuk Faktor i ...130

17. Disposisi dan Sumber Pendapatan Regional ...131

18. Sektor Transportasi Global ...132

19. Permintaan untuk Barang-barang Investasi Regional...133


(18)

v

21. Agregasi Region ...175

22. Agregasi Sektor ...176

23. Penutup Jangka Panjang ...180

24. Hasil Estimasi Tingkat Produktivitas Padi, Jagung dan Gandum Tahun 2070 ...188

25. Produsen Utama Padi, Gandum dan Jagung Dunia ...190

26. Ekspor tir Utama Padi, Gandum, dan Jagung di Dunia ...191

27. Impor tir Utama Padi, Gandum, dan Jagung di Dunia ...191

28. Bea Masuk Impor Beberapa Prod uk Pangan di Indo nesia ...192

29. Dampak Skenario Perubahan Iklim terhadap Keragaan Makroekonomi ...198

30. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektoral Eko nomi Negara Prod usen Padi ...200

31. Dampak Peruba han Iklim terhadap Sektoral Eko nomi Negara Prod usen Gandum...203

32. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektoral Ekonomi Negara Produsen Jagung ...207

33. Produksi Perika nan Tangkap Dunia Menurut Negara Asal, 2003 – 2007 ....210

34. Dampak Ske nario Perubahan Iklim terhadap Keragaan Sektoral Eko nomi Indonesia Tahun 2070...211

35. Dampak Skenario Perubahan Iklim terhadap Kondisi Penyerapa n Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2070...212

36. Dampak Skenario Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Makroekonomi...214

37. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektoral Ekonomi Prod usen dan Importir Padi ...222

38. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Negara Produsen dan Importir Padi...222

39. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektoral Ekonomi Prod usen dan Importir Gandum ...224


(19)

vi

40. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Negara Produsen dan Importir Gandum ...224 41. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektoral Ekonomi Prod usen

dan Importir Jagung ...226 42. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di

Negara Produsen dan Importir Jagung ...227 43. Dampak Skenario Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Sektoral

Eko nomi Indo nesia ...227 44. Dampak Skenario Liberalisasi Perdagangan terhadap Kondisi

Penyerapan Tenaga Kerja Indo nesia ...229 45. Dampak Skenario Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan

Terhadap Keragaan Makroekonomi ...234 46. Dampak Skenario Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan

terhadap Keragaan Sektoral Eko nomi Indo nesia...237 47. Dampak Skenario Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan

terhadap Kondisi Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia ...238 48. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap

Sektoral Ekonomi Negara Produsen Padi ...240 49. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap

Penyerapa n Tenaga Kerja di Negara Produsen Padi ...241 50. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap

Sektoral Eko nomi Negara Produsen Jagung...243 51. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja di Negara Produsen Jagung ...243 52. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap

Sektoral Ekonomi Negara Prod usen Gandum ...244 53. Dampak Perubahan Iklim dan Liberalisasi Perdagangan terhadap


(20)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Rata-Rata Temperatur Permukaan Global...8

2. Neraca Perdagangan Produk-produk Pertanian Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008 ...18

3. Neraca Perdagangan Beras, Gandum dan Jagung Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008 ...18

4. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto, Investasi,Volume Perdagangan dan Perkembangan Tingkat Inflasi Dunia Tahun 1980-2010 ...23

5. Perkembangan Produk Domestik Bruto Dunia Tahun 1999-2009...31

6. Perkembangan Ekspor dan Total perdagangan Dunia Tahun 1999-2009...32

7. Struktur Dasar dari Global Trade Analysis Projects...48

8. Skema Tinjauan Komponen Sistem Iklim Global Prosesnya dan Interaksinya dan Beberapa Aspek yang Kemungkinan Merubahnya ...69

9. Fungsi Produksi Leontief ...72

10. Kurva Isoproduksi Fungsi Reduced Form Mendelsohn-Schlesinger...79

11. Proses Terjadinya Perdagangan Antara Dua Negara ...87

12. Dampak Tarif Pada Model Keseimbangan Umum untuk Kasus Negara Kecil ...92

13. Dampak Tarif Pada Model Keseimbangan Umum untuk Kasus Negara Besar ...94

14. Diagram Kotak Edgeworth pada Kasus Dua Komoditi dan Dua Faktor Produksi...97

15. Kurva Kemungkina n Prod uks i ...98

16. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ...100

17. Mode l Komparatif Statik...101

18. Kerangka Pemikiran da n Alur Tahapan Pelaksanaan Penelitian ...105


(21)

viii

20. Model Multi Wilayah, Perekonomian Terbuka, Tanpa Intervensi

Pemerintah...113

21. Model Satu Wilayah, Perekonomian Tertutup, de ngan Pajak ...114

22. Efek Pajak terhadap Output...116

23. Efek Subsidi terhadap Output ...117

24. Linearisasi untuk Persamaan-persamaan yang Non Linear ...118

25. Proses Multistep untuk Menurunkan Error Pada Linearisasi...119

26. Neraca Pemerintah dan Pengeluaran Pada Sistem Ekonomi Terbuka ...122

27. Ilustrasi Diagram Pohon Prod uks i...135

28. Sluggish Endowment ...139

29. Pembelian di dalam Model Global Trade Analysis Project...140

30. Input Antara yang Bersumber dari Dalam Negeri dan Barang Impor da lam Model Global Trade Analysis Project...142

31. Stuktur Impor Model Global Trade Analysis Project ...144

32. Komponen-Komponen Permintaan Akhir Rumahtangga Regional...145

33. Rumahtangga Regional Didalam Model Global Trade Analysis Project Serta Keunggulan dan Kelemahannya ...146

34. Sistem Permintaan Konsumen ...147

35. Struktur Konsumsi dalam Model Global Trade Analysis Project ...156

36. Strukt ur Permintaan Investasi ...158

37. Dampak Intervensi di Dalam Model Global Trade Analysis Project ...163

38. Keterkaitan Harga Barang di Rumahtangga Swasta ...164

39. Keterkaitan Antar Harga ...165


(22)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Produktivitas Tahunan Padi, Gandum, dan Jagung Periode

1991-2000 di Berbagai Negara ...260 2. Data Suhu Rata-Rata, Presipitasi Rata-Rata Tahunan, da n Konsentrasi

Karbon Tahunan di Berbagai Negara ...261 3. Hasil Estimasi Mode l Eko nometrik Produktivitas Padi ...262 4. Hasil Estimasi Mode l Eko nometrik Produktivitas Jagung...263 5. Hasil Estimasi Mode l Ekonometrik Produktivitas Gandum ...264 6. Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Padi ...265 7. Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Jagung ...267 8. Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Gandum...269


(23)

1.1 Latar Belakang

Selama tiga dekade terakhir isu perubahan iklim (climate change) sudah

menjadi salah isu utama yang dibahas pada setiap pertemuan internasional. Pembahasan tersebut di tingkat global terakhir kali dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peruba ha n Iklim atau Conference of Parties The United

Nations Framework Convention on Climate Change (COP-UNFCCC) ke-15 yang

berlangsung pada tanggal 7-18 Desember 2009 di Copenhagen, Denmark. Namun demikian, COP ke-15 tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang mengikat secara hukum negara-negara maju untuk ikut mematuhi kesepakatan internasional da lam penanggulangan pemanasan global. Oleh karena itu, KTT tersebut dianggap gagal menciptakan suatu kesepakatan yang mewajibkan kepada seluruh pihak di dunia untuk mengendalikan perubahan iklim.

Banyak pa ra pihak yang mengkhawatirkan ba hwa kegagalan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim akan semakin menyudutkan ne gara-negara berkembang yang selama ini dituduh sebagai salah satu sumber terjadinya pemanasan global. Hal tersebut sangat beralasan apabila melihat laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 yang memprediksika n

bahwa akan terjadi peningkatan suhu bumi rata-rata 2.80C selama abad 21 dengan perkiraan peningkatan suhu antara 1.8 sampai dengan 4. 0C yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO2, sehingga menghasilkan efek gas rumah kaca di

atmospir. Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin memburuk karena sampai saat ini tidak ada kebijakan yang mengontrol terjadinya emisi tersebut. Kondisi


(24)

seperti itu aka n berdampak pada berbagai aspek seperti meningkatnya frekuens i terjadinya suhu ekstrim, da n peningkatan permukaan air laut. Peruba han-perubahan tersebut menyebabkan peruba han produktivitas di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan tenaga kerja yang pada akhirnya membawa ko nsekuens i kepada kondisi ekonomi maupun sosial dalam jangka panjang (Zhai Fan et al,

2009).

Khusus di sektor pertanian peruba han cuaca dan iklim yang sangat mempengaruhi produktivitas antara lain peruba han suhu dan po la curah hujan, maupun dampak resultan dari ketersediaan air, pestisida, penyakit dan terjadinya cuaca yang eks trim (Zhai Fan et al, 2009). Hasil studi Zhai Fan et al. yang

dilakukan untuk sektor pertanian di China, mengindikasikan juga bahwa hal tersebut akan terjadi di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dalam studi yang dilakuka n oleh Clien (2007) yang menemukan bahwa pemanasan global akan berdampak negatif terhadap pertanian global secara agregat. Studi tersebut juga menemukan bahwa dampak perubahan iklim atau pemanasan global akan lebih besar pada negara-negara berkembang, terutama ne gara-negara Afrika, Amerika Latin dan India.

Sektor pertanian di beberapa negara berkembang seperti India, Brazil, Afrika Selatan, dan Indonesia aka n dipengaruhi oleh terjadinya perubahan iklim tersebut (Cline, 2007). Perubahan iklim juga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor penyebab dan memberikan kontribusi terhadap peruba han iklim, ternyata juga merupaka n sektor yang menjadi korban dan paling rentan (vulnerabel) terhadap


(25)

bagi Indo nesia, perubahan iklim diperkirakan akan menurunkan produktvitas dan produksi produk pertanian di masa depan. Hal ini diperkirakan akan menjadi masalah karena konsumsi produk pertanian diperkirakan meningkat dimasa mendatang akibat peningkatan populasi dan meningkatnya pendapatan per kapita. Hal ini mengingat bahwa sektor pertanian selain berperan penting dalam pemenuhan ketahanan pangan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya cukup signifikan terhadap pe reko nomian nasional.

Selama hampir tiga dekade produksi komoditi sektor pertanian Indo nesia sebagian besar terus mengalami peningkatan kecuali ubi jalar (sweet potatoes) dan

kedelai trend produksinya masing- nasing turun sebesar 0.7 persen da n 2.6 persen (BPS dan Kementan, 2010). Beberapa produk pertanian yang trend produksinya mengalami peningkatan selama periode 1984-2008 hanya naik rata-rata dibawah 10 persen per tahun. Produk pertanian yang trend produksinya meningkat cukup signifikan selama periode 1984-2008 antara lain minyak kelapa sawit (10.3 persen), biji sawit (10.2 persen), coklat (4.9 persen). Sedangkan komoditi pangan lainnya seperti beras, kedelai, dan ubi kayu hanya meningkat rata-rata kurang dari 2 persen per tahun selama periode yang sama seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabe l 1. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian Indonesia

(Ribu T on)

Komoditi 1984 2004 2005 2006 2007 2008

Trend (% ) 84-08

Ubi Kayu 14 167.0 19 24.0 19 321.0 19 986.0 19 988.0 20794.0 1.4 Ubi Jalar 2 157.0 1 901.0 1 857.0 1 854.0 1 886.0 1 906.0 -0.7 Kacang tanah 535.0 837.0 836.0 838.0 789.0 771.0 1.6 Kedelai 769.0 723.0 808.0 747.0 592.0 723.0 -2.6 Sumber: Kementerian Pertanian, 2010 dan BPS, 2010


(26)

Tabe l 1. Produksi Beberapa Komoditi Pertanian Indonesia (Lanj utan)

(Ribu Ton)

Komoditi 1984 2004 2005 2006 2007 2008

Trend (% ) 84-08

Beras : 38 136.4 54 089.0 54 151.1 54 454.9 57 157.4 60 325.9 1.6 Padi lahan kering 2 119.1 2 879.0 2 833.0 2 807,0 2 958.0 3 149.0 1.4 Padi lahan basah 36 017.3 51210 51 318.0 51 647.0 54 200.0 57 102.0 1.6 Karet 304.8 341.3 415.5 450.4 445.6 452.1 1.3 Minyak Sawit 1 080.5 5 409.1 9 247.4 10 869.4 11 809.9 12 248.9 10.3 Biji Sawit 229.5 1 270.4 2 115.9 2 315.8 2 592.2 2 846.5 10.2

Coklat 20 57.1 57.1 55.6 59.1 56.1 4.9

Kopi 22.8 28.9 28.8 25.1 22.6 22.9 1.3

Teh 99.8 134.4 122.3 114.4 128.5 128.0 1.2 Gu la Tebu 1 499.9 2 161.8 2 205.4 2 266.7 2 587.6 2 256.9 0.9 Sumber: Kementerian Pertanian, 2010 dan BPS, 2010

Terjadinya perlambatan laju pertumbuhan produksi pertanian atau bahkan penurunan akan berdampak pada menurunnya suplai, sehingga akan menyebabkan kenaikan harga produk pertanian. Selanjutnya, jika permintaan diasumsikan tetap atau bahkan meningkat, maka untuk mencukupi kelebihan permintaan biasanya dipenuhi melalui impor produk pertanian dari sumber lain atau negara lain. Hal ini berarti bahwa penurunan produksi pertanian akan mempengaruhi perdagangan (ekspor/impor ) produk pertanian tersebut. Kinerja ekspor produk pertanian selama satu dekade nilainya terus mengalami peningkatan cukup signifikan. Pada tahun 2000 nilai ekspor produk pertanian hanya tercatat sebesar US$ 2.7 milyar meningkat menjadi US$ 4.3 milyar pada tahun 2009. Namun demikian, selama periode tersebut kontribusinya terhadap total ekspor non migas terus menurun dari 5.67 persen pada tahun 2000 menjadi 4.46 persen pada tahun 2009 seperti terlihat pada Tabel 2.


(27)

Tabe l 2. Kinerja Ekspor Produk Pertanian Indonesia

(US$ Juta)

No Uraian 2000 2005 2008 2009 Trend

(%) 00-09

Pangsa (%) 2009 Ekspor Non Migas 47 757.4 66 428.4 107 894.1 97 491.7 11.56 100.00 1 Pertanian 2 709.1 2 880.2 4 584.6 4 352.8 7.19 4.46 2 Industri 42 002.9 55 593.6 88 393.5 73 435.8 10.13 75.33 3 Pertambangan 3 045.3 7 954.6 14 916.1 19 703.1 24.52 20.21 Sumber: BPS, 2010

Terkait de ngan perda gangan komoditi pertanian tersebut, liberalisasi perda gangan komoditi pertanian baik dalam kerangka multilateral, regional dan bilateral juga mempengaruhi pola perdagangan komoditi pertanian di berbagai kawasan. Berdasarkan hasil penelitian Rahmanto (2005) menunjukkan bahwa dampak liberalisasi perdagangan selama periode 1995-2002 berkontribusi terhadap meningkatkan surplus maupun defisit perdagangan pada sebagian besar kelompok komoditi. Misalnya untuk komoditi sereal, gula, susu, hewan hidup, dan beberapa produk residu dari industri penggilingan, dampaknya sangat nyata terhadap meningkatnya defisit neraca perdagangan komoditi tersebut. Sebaliknya pada kelompok komoditi perikanan, perkebunan, dan industri olahan justru mampu meningkatkan surplus perdagangan komoditi tersebut.

Lebih lanjut hasil penelitian Rahmanto (2005) menunjukkan bhawa liberalisasi perdaganga n regional yang telah diimplementasikan oleh Indonesia

melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China FTA (CAFTA) dan

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) berdampak pada

peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia dengan negara-negara mitra FTA tersebut. Namun demikian, impo r Indo nesia untuk komoditi pertanian dengan


(28)

mitra FTA tersebut juga mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dari peningkatan ekspornya. Dengan demikian, neraca pe rda gangan komoditi pertanian Indonesia dengan negara mitra FTA secara umum menngalami defisit. Sementara itu, bila dilihat peranannya terhadap perekonomina nasional, sampai saat ini pangsa sektor pertanian terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terus menurun dari 41 persen pada tahun 1970 menjadi 13.61 persen pada tahun 2009 sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Pada tahun 1999 sektor pertanian Indonesia dengan kontribusi sebesar 19.6 persen masih mampu menyerap lapangan kerja sebesar 43.2 persen dari seluruh sektor yang ada dan pada tahun 2009 dengan kontribusi tinggal 13.61 persen mampu menyerap lapangan kerja sebanyak 41.2 persen dari seluruh sektor ekonomi nasional (BPS, 2010). Menurut Todaro dan Smith (2006), menurunnya pangsa sektor pertanian tersebut adalah sebagai dampak dari serangkaian kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah Indo nesia yang lebih berpihak pada sektor non pertanian yang dilakuka n sejak tahun 1990-an.

Tabe l 3. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto

Sub Sektor

Kontribusi terhadap PDB Pertanian (%)

1970 1980 1990 1996 1999 2002 2006 2009 Tanaman Bahan M akanan 61.3 60.7 60.6 52.8 52.34 50.64 49.61 50.17 Tanaman Perkebunan 17.2 18.8 16.7 16.2 16.49 16.65 14.57 15.48

Peternakan 5.8 6.1 10.4 11.2 10.09 11.08 11.93 12.40

Perikanan 9.3 5.4 7.8 9.8 11.00 11.85 16.97 16.28

Kehut anan 6.4 9.0 4.5 10.0 9.68 9.78 6.97 5.67


(29)

Tabe l 3. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (Lanjutan)

Sub Sektor

Kontribusi terhadap PDB Pertanian (%)

1970 1980 1990 1996 1999 2002 2006 2009 Pangsa Pertanian Thd

Total PDB

41.0 30.7 21.5 15.4 19.6 17.5 12.90 13.61 Pangsa Lapangan Kerja

Pertanian 66.4 54.8 53.9 44.0 43.2 44.3 43.3 41.2

Sumber: BPS, 2009 dan SAKERNAS, 2009 1.2 Rumusan Masalah

Terjadinya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer mengakibatkan rata-rata temperatur bumi meningkat. Peningkatan temperatur permukaan bumi diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor alami dan faktor antropogenik atau aktifitas manusia (IPCC, 2007). Faktor alami terdiri dari faktor sirkulasi lautan, gunung meletus dan faktor radiasi matahari yaitu radiasi gelombang panjang yang terperangkap di gas rumah kaca (Marpaung et al, 2008). Sedangkan faktor antrofogenik terdiri dari aktifitas manusia dalam konsumsi energi terutama yang berasal dari bahan bakar fosil dan perubahan tata guna lahan seperti pembukaan hutan untuk lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman yang menghasilkan gas rumah kaca ke atmos fer (Marpaung et al, 2008).

Meningkatnya suhu rata-rata global (pemanasan global) telah diakui oleh berbagai ilmuwan sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim atau perubahan iklim dengan dampak yang lebih besar (IPCC, 2007). Berdasarkan data IPCC (2007) menunjukkan bahwa dari observasi yang telah teramati selama lebih dari 170 tahun (1840-2010) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata temperatur global yang signifikan sebagaimana terlihat pada Gambar 1.


(30)

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007

Gambar 1. Perkembangan Rata-Rata Temperatur Permukaan Global

Disamping itu, berdasarkan hasil estimasi yang juga dilakuka n oleh IPCC hingga tahun 2100 menunjukkan bahwa perkiraan naiknya suhu global dengan beberapa skenario estimasi akan meningkat cukup signifikan seperti yang terlihat pada Tabe l 4.

Tabel 4. Perkiraan Rata-Rata Suhu Udara berdasarkan Estimasi Intergovernmental Panel on Climate Change

(0

Tahun

C)

A1B A1T A1F1 A2 B1 B2 1750-1990 0.33 0.33 0.33 0,33 0.33 0.33 1990 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2000 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 2010 0.30 0.40 0.32 0.35 0.34 0.39 2020 0.52 0.71 0.55 0.50 0.55 0.66 2030 0.85 1.03 0.85 0.73 0.77 0.93


(31)

Tabel 4. Perkiraan Rata-Rata Suhu Udara berdasarkan Estimasi Intergovernmental Panel on Climate Change (Lanj utan)

(0

Tahun

C)

A1B A1T A1F1 A2 B1 B2 2040 0.26 1.41 1.27 1.06 0.98 1.18 2050 0.59 1.75 1.86 1.42 1.21 1.44 2060 1.97 2.04 2.50 1.85 1.44 1.69 2070 2.30 2.25 3.10 2.33 1.63 1.94 2080 2.56 2.41 3.64 2.81 1.79 2.20 2090 2.77 2.49 4.09 3.29 1.91 2.44 2100 2.95 2.54 4.49 3.79 1.98 2.69

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change, 2001 Keterangan :

A1B = Skenario yang menggambarkan arah perubahan teknologi alternatif dalam sistem

Energi yang seimbang terhadap seluruh sumber daya energi

A1T = Skenario yang menggambarkan arah perubahan yang bersumber dari energi non-fossil A1F1 = Skenario yang menggambarkan arah perubahan teknologi alternatif dalam sistem

energ i yang bersumber dari intensif fossil

A2 = Skenaro yang menggambarkan dunia sangat heterogen.

B1 = Skenario yang menggambarkan dunia bersifat convergen dengan populasi global yang sama yang mencapai puncaknya pada abad pertengahan dan selanjutnya menurun B2 = Skenario yang menggambarkan suatu dunia dimana yang ditekankan adalah solusi lokal dalam aspek ekonomi, sosial, dan kelestarian lingkungan.

Menurut Marpaung et al (2008), peruba han unsur iklim yang pasti adalah peningkatan suhu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan tersebut sangat logis karena jumlah penduduk yang bertambah dengan pesat dan aktifitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca ke atmosfer juga semakin meningkat. Sedangkan perubahan iklim yang tidak pasti ada lah peruba han curah hujan serta

pengaruh El Nino1

1)Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudra Pasifik hingga menjadi 310C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia.

) pada iklim di Indonesia (Marpaung, et.al, 2008).

Meningkatnya suhu akan menyebabkan menigkatnya penguapan, tetapi karena pengaruh dari sirkulasi udara global dan sangat kompleks, peningkatan curah hujan tidak selalu terjadi pada lokasi yang sama dengan kejadian penguapan (Marpaung et al. 2008).


(32)

Untuk pendugaan iklim yang akan datang khususnya perubahan suhu global menunjukkan bahwa pada periode 100 tahun ke depan akan terjadi peruba han suhu global yang signifikan hampir disemua negara (Cline, 2007). Berdasarkan studi yang dilakuka nnya, Cline (2007) menunjukkan bahwa pemanasan global akan berdampak pada kenaikan suhu di berbegai negara sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata suhu saat ini (basis 1961-1990) akan mengalami peningkatan pada masa datang (basis 2070-2099) di hampir semua negara termasuk Indo nesia. Rata-rata suhu di Indonesia yang saat ini sebesar 25.76 0C akan meningkat menjadi rata-rata 28.58 0C pada masa datang. Artinya dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun ke depan suhu rata-rata di Indo nesia akan meningkat sebesar 2.82 0

Perubahan iklim tersebut diperkirakan berdampak cukup besar bagi seluruh negara yang ada di be lahan bumi tidak terkecuali Indo nesia. Berbagai peristiwa telah terjadi di berbagai belahan dunia akibat perubahan iklim dan pemanasan global seperti perubahan pola dan distribusi curah hujan di negara tropis, meningkatnya kekeringan, banjir dan tanah longsor, menurunnya produksi pertanian/gagal panen, meningkatnya kejadian kebakaran hutan, meningkatnya suhu di daerah perkotaan, naiknya permukaan laut (Marpaung et al. 2008).

C. Peruba han suhu yang diprediks ika n oleh Cline (2007) juga terjadi di beberapa negara Asia lainnya seperti India, China, dan negara lainnya.


(33)

Tabe l 5. Rata-Rata Suhu Saat Ini dan yang Aka n Datang di Beberapa Negara

(0C)

Negara

Suhu

Saat ini, Masa Datang 1961–1990 2070–2099

Australia

Southeast 16.68 20.27

Southwest 18.35 21.75

Central East 22.02 26.10

Central West 23.49 27.63

North 26.38 30.04

Bangladesh 24.46 28.13

Brazil

Amazon 26.04 30.38

Northeast 25.58 29.46

South 22.04 25.90

Canada

Arctic –15.09 –7.28

Central –0.47 5.41

Northwest Territories –8.88 –2.42

Pacific Coast 0.79 5.40

Southeast –0.93 5.42

China

Beijing Northeast 2.73 8.89

Central 9.49 14.48

Hong Kong Southeast 18.78 22.67

Northwest 6.06 12.08

South Central 17.50 21.27

India

Northeast 20.54 24.54

Northwest 23.55 27.52

Southeast 26.76 30.06

Southwest 26.23 29.32

Indonesia 25.76 28.58

Pakistan 19.91 24.76

Russia

Caspian Black Sea 7.85 13.52

Far Eastern –10.56 –2.69

North European 2.05 8.60

North Urals Siberia –7.02 1.00

Northeast Siberia –13.97 –5.84

South Urals Siberia –0.25 6.79

Southeast Siberia –5.58 1.48

Turkey 11.42 16.14

United States

Alaska –5.10 1.12

Lakes and Northeast 8.26 14.17

Pacific Northwest 7.57 12.11

Roc kies, Plains 6.68 12.36

Southeast 16.69 21.44

South Pacific Coast 12.11 16.56

Southwest and Plains 15.05 20.20

Vietnam 24.09 27.44


(34)

Dampak perubahan iklim atau pemanasan global khususnya terhadap sektor pertanian diprediksi akan menurunkan produktivitas dan produksi pertanian di seluruh negara (Cline, 2007). Sebagai gambaran berdasarkan data FAO 2010 terlihat bahwa selama periode 1984-2005, tingkat produktivitas gandum, beras, dan jagung dunia mengalami penurunan dibandingkan 1961-1983 di saat suhu global mengalami peningka tan seperti yang terlihat pada Tabe l 6. Selama periode tersebut, produktivitas gandum di negara produsen utama dunia hampir seluruhnya mengalami penurunan kecuali Australia. Demikian pula produktivitas Beras di negara produsen utama dunia juga mengalami penurunan kecuali di Amerika Serikat dan Vietnam, sedangkan produktivitas jagung mengalami penurunan di Amerika Serikat, Meksiko, Argent ina dan China.

Tabe l 6. Perkembangan Produktivitas Jagung, Gandum, Kedelai dan Beras Dunia Tahun 1961-1983 dan Tahun 1984-2005

(%)

Komoditi/Negara 1961-1983 1984-2005

Gandum 1.19 1.56

Argentina 1.19 1.56

Australia 0.21 1.02

Kanada 2.09 1.53

Cina 5.88 1.82

Perancis 3.1 0.98

India 3.7 1.94

Amer ika Serikat 1.73 0.83

Rata-rata tertimbang 3.46 1.49

Beras

Bangladesh 1.1 2.71

Cina 2.96 0.95

India 1.59 1.5

Indonesia 3.76 0.61

Amer ika Serikat 0.87 1.13

Vietnam 0.86 2.95

Rata-rata tertimbang 2.28 1.38

Jagung

Argentina 3.12 2.72

Brazil 1.43 3.47

Cina 4.63 1.47

Meksiko 2.6 2.33

Amer ika Serikat 2.12 1.58

Rata-rata tertimbang 2.77 1.83


(35)

Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Jagung, Gandum, Kedelai dan Beras Dunia Tahun 1961-1983 dan Tahun 1984-2005 (Lanjutan)

(%)

Komoditi/Negara 1961-1983 1984-2005

Kedelai

Argentina 3.68 1.16

Brazil 2.64 2.45

India 3.46 1.27

Amer ika Serikat 0.98 1.34

Rata-rata tertimbang 2.08 1.62

Sumber: FAO, 2010

Selajutnya Cline (2007) memprediksikan dampak peruba han iklim (kenaikan suhu global) terhadap penurunan tingkat produktivitas pertanian di beberapa negara dengan tingkat penurunan yang berbeda-beda di beberapa negara maju da n negara-negara berkembang pada tahun 2050 dengan mengacu pada perkiraan kenaikan rata-rata suhu global. Berdasarkan Tabel 7 tingkat produktivitas pertanian di negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Kanada dan Amerika Serikat masing- masing diprediksikan turun sebesar 17 persen, 4 persen, 1 persen dan 4 persen. Sebaliknya produktivitas pertanian Selandia Baru justru diperkirakan mengalami peingkatan sebesar 1 persen. Penurunan produktivitas pertanian juga terjadi di negara- negara berke mba ng yaitu China, ASEAN, India, Argentina, dan Brazil dengan tingkat penurunan masing- masing sebesar 4 persen, 12 persen, 25 persen, 7 persen dan 10 persen.

Tabe l 7. P royeks i Peruba han Prod uktivitas Pertanian Tahun 2050 Akibat Perubahan Iklim

(%)

No. Negara Perubahan Produktivitas

Pertanian *)

1 Australia -17

2 China -4

3 Jepang -4

4 Selandia Baru + 1

5 ASEAN -12


(36)

Tabel 7. Proyeksi Perubahan Produktivitas Pertanian Tahun 2050 Akibat Perubahan Iklim (Lanjutan)

(%)

No. Negara Perubahan Produktivitas

Pertanian

6 India -25

7 Kanada -1

8 Amerika Serikat -4

9 Eropa lainnya -4

10 Argentina -7

11 Brazil -10

12 Negara kurang berkembang -18

13 Uni Eropa -4

14 Negara lainnya -13

Sumber: Cline, 2007

Keterangan : *) relat if terhadap referensi dasar tahun 1990.

Perkiraan pe nurunan produktivitas pertanian tersebut akan berdampak pada penyedian da n pemenuhan kebutuhan pangan dan perdagangan komoditi pertanian di dunia. Berdasarkan data FAO selama periode 1984-2007 menunjukkan bahwa hanya beberapa jenis produk pertanian yang pertumbuhan produksinya meningkat rata-rata diatas 2 peren per tahun. Komoditi pertanian tersebut antara lain kedelai meningkat rata-rata 4.23 per sen per tahun, susu sapi (3.99 persen), sayuran segar (3.63 persen), tomat (3.54 persen), jagung (2.34 persen). Sedangkan beberapa komoditi pertanian lainnya hanya tumbuh antara 0.41- 0.81 persen per tahun seperti anggur 0.41 persen, kentang (0.81 persen), gandum (0.80 persen) dan beras (1.47 persen) seperti yang terlihat pada Tabe l 8. Tabe l 8. Perkembangan Produksi Produk Pertanian Dunia

(Juta M etrik Ton)

No. Ko moditi

Tahun Trend(%)

1984 1990 2000 2005 2006 2007 84-07 1 Gu la tebu 929.8 1 053.0 1 254.1 1 319.1 1 418.7 1 627.5 2.09 2 Jagung 450.4 483.3 592.5 713.9 706.3 788.1 2.34 3 Beras(Pad i) 465.3 518.6 599.4 634.5 641.1 657.4 1.47 Sumber: FAO, 2011


(37)

Tabe l 8. Perkembangan Produksi Produk Pertanian Dunia (Lanjutan)

(Juta M etrik Ton)

No. Ko moditi

Tahun

Trend(%) 1984 1990 2000 2005 2006 2007 84-07 4 Susu segar 452.0 479.0 490.0 543.3 558.8 571.4 0.80 5 Kentang 290.9 266.6 327.3 325.1 305.6 323.5 0.81 6

Sayuran

Segar 112.4 140.5 216.4 235.0 242.7 244.7 3.63 7 Kedelai 90.8 108.5 161.3 214.3 218.4 219.5 4.23 8 Tomat 64.1 76.3 108.9 126.9 130.1 133.3 3.54 9 Susu Sapi 35.0 44.1 66.5 78.9 81.1 83.6 3.99 10 Apel 39.8 41.0 59.1 62.5 64.3 66.1 - 11 Anggur 64.5 59.7 64.8 67.2 67.3 66.0 0.41 Sumber: FAO, 2011

Di tingkat nasional produktivitas beberapa komoditi pertanian masih mengalami peningkatan selama periode 1995-2008 seperti yang terlihat pada Tabe l 9 (BPS, 2010). Namun demikian, tingkat produktivitas beberapa komoditi pertanian tersebut relatif rendah yaitu berkisar antara 0.77 persen sampai dengan 5.12 persen per tahun selama periode tersebut. Produk pertanian yang produktivitasnya relatif tinggi antara lain adalah Coklat mencapai 5.21 persen per tahun, diikuti Karet (5.12 persen), Jagung (4.02 persen), Ubi kayu (3.4 persen), dan Minyak Sawit dan Biji Sawit (2.97 persen). Sedangkan produk pertanian yang tingkat prod uktivitasnya relatif renda h yaitu dibawah satu persen per tahun antara lain Kedelai sebesar 0.97 persen per tahun, Padi (0.8 persen) , Teh (0.77 persen), dan Kopi (0.48 persen).

Dengan kondisi tingkat produktivitas beberapa produk pertanian sebagaimana disajikan pada Tabel 9 tersebut, maka pada masa yang akan datang dikhawatirkan berdampak pada penurunan tingkat produksi pertanian itu sendiri. Disamping itu, jika dampak perubahan iklim global sebagaimana dijelaskan pada


(38)

bagian sebelumnya juga tidak diantisipasi secara baik oleh petani maupun pemerintah, maka tingkat produktivitas produk pertanian juga diperkirakan akan mengalami penurunan yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan produksi produk pertanian yang semakin besar.

Tabe l 9. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditi Pertanian Nasional

(Ku/Ha)

Ko moditi Tahun Trend (%)

(1995-2008) 1995 2000 2005 2006 2007 2008

Padi 43.52 44.01 45.74 46.20 47.05 48.94 0.80 Jagung 22.64 27.65 34.54 34.70 36.60 40.78 4.02 Ubi Kayu 117.72 125.00 159.00 163.00 166.36 180.57 3.40 Ubi Jalar 96.09 94.00 104.13 105.05 106.64 107.80 1.60 Kacang Tanah 10.28 10.77 11.61 11.86 11.95 12.15 1.19 Kedelai 11.37 12.34 13.01 12.88 12.91 13.13 0.97 Karet 7.23 6.85 8.44 10.81 11.25 11.66 5.12 Minyak Sawit 24.95 17.03 28.16 29.24 27.89 28.23 2.97 Biji Sawit 6.10 3.41 5.95 6.30 6.32 6.43 2.97 Coklat 3.70 3.66 6.42 6.64 6.44 6.55 5.21

Kopi 4.22 4.47 4.69 5.39 4.59 4.88 0.48

Teh 13.71 13.68 15.69 14.72 15.01 15.27 0.77 Gu la Tebu 42.36 45.82 58.72 58.20 61.33 63.34 2.28 Sumber: BPS, 2010

Kekhawatiran terjadinya penurunan produksi yang semakin tinggi di masa depan sebagai dampak terjadinya perubahan iklim global cukup beralasan, apabila melihat kinerja produksi produk pertanian selama periode 1995-2008 seperti yang terlihat pada Tabe l 10. Selama periode 1995-2008, terdapat beberapa produk pertanian yang produksinya terus mengalami penurunan cukup signifikan seperti Kedelai turun rata-rata 7.15 persen per tahun, Teh dan Ubi jalar masing- masing turun 0.35 persen per tahun. Sementara produk pertanian yang produksinya mengalami peningkatan cukup siginfikan selama periode tersebut adalah Minyak


(39)

Sawit yakni rata-rata tumbuh 12.74 persen per tahun. Sedangkan beberapa produk pertanian yang produksinya masih tumbuh diatas dua persen per tahun adalah Ubi kayu 2.68 persen per tahun, dan Karet 4.93 persen per tahun. Beberapa produk pertanian lainnya pertumbuhan produksinya meningkat antara satu hingga dua persen per tahun seperti Coklat naik 1.93 persen per tahun, Gula tebu (1.87 persen), Kacang Tanah (1.24 pe rsen) dan Padi (1.25 persen).

Tabe l 10. Perkembangan Produksi Beberapa Produk Pertanian Indonesia

(Ribu ton)

Komoditi

T ahun

T rend (%) (95-08)

1995 2000 2005 2006 2007 2008

Padi 49 697.44 51 898.85 54 151.10 54 454.94 57 157.44 60 325.93 1.25

Jagung 8 142.86 9 676.90 12 523.89 11 609.46 13 287.53 16 317.25 4.17

Ubi Kayu 15 365.84 16 089.02 19 321.18 19 986.64 19 988.06 21 756.99 2.68

Ubi Jalar 2 152.78 1 827.69 1 856.97 1 854.24 1 886.85 1 881.76 (0.35)

Kacang T anah 756.34 736.52 836.30 838.10 789.09 770.05 1.24

Kedelai 1 679.09 1 017.63 808.35 747.61 592.53 775.71 (7.15)

Karet 341.00 375.82 432.22 554.63 578.49 613.49 4.93

Minyak Sa wit 2 476.40 5 094.86 10 119.06 10 961.76 11 437.99 11 623.82 12.73

Biji Sa wit 605.30 1 018.97 2 139.65 2 363.15 2 593.20 2 646.58 12.74

Coklat 46.40 57.73 55.13 67.20 68.60 71.30 1.93

Kopi 20.80 28.27 24.81 28.90 24.10 25.60 0.12

T eh 111.08 123.12 128.15 115.44 116.50 114.86 (0.35)

Gula T ebu 2 104.70 1 780.13 2 241.74 2 307.00 2 623.80 2 800.90 1.87

Sumber : BPS, 2010

Penurunan produksi produk pertanian selanjutnya akan berdampak pada pola perdagangan baik ekspor maupun impor produk pertanian tersebut. Di tingkat global selama periode 1961-2008, defisit neraca perdagangan produk pertanian dunia terus meningkat, terutama gandum dan jagung seperti yang


(40)

terlihat pada Gambar 2 dan 3. Selama periode tersebut, neraca perdagangan produk pertanian dunia mengalami defisit yang cukup besar pada tahun 2008 sebagai dampak dari krisis pangan dunia akibat cuaca buruk yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi di beberapa negara produsen pangan dunia (FAO, 2011). Dunia Indonesia -50,0 -40,0 -30,0 -20,0 -10,0 0,0 10,0 20,0 30,0 1 9 6 1 1 9 6 2 1 9 6 3 1 9 6 4 1 9 6 5 1 9 6 6 1 9 6 7 1 9 6 8 1 9 6 9 1 9 7 0 1 9 7 1 1 9 7 2 1 9 7 3 1 9 7 4 1 9 7 5 1 9 7 6 1 9 7 7 1 9 7 8 1 9 7 9 1 9 8 0 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 M ili ar U S$

Neraca Perdagangan Produk-produk Pertanian Dunia dan Indonesia

Sumber: FAO, 2011

Gambar 2. Neraca Perdagangan Produk-Produk Pertanian Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008 -6.000.000 -5.000.000 -4.000.000 -3.000.000 -2.000.000 -1.000.000 0 1.000.000

1961 1966 1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006

R

ib

u

U

S$

Neraca Perdagangan Gandum, Beras dan Jagung Dunia dan Indonesia

Neraca Gandum Dunia Neraca Beras Dunia Neraca Jagung Dunia Neraca Gandum Indonesia Neraca Beras Indonesia Neraca Jagung Indonesia

Sumber: FAO, 2011

Gambar 3. Neraca Perdagangan Beras, Gandum, dan Jagung Dunia dan Indonesia Periode 1961-2008

Di tingkat nasional selama periode 2004-2009 ekspor beberapa produk pertanian mengalami penurunan baik nilai maupun volumenya seperti terlihat


(41)

pada Tabel 11. Produk kehutanan nilai ekspornya mengalami penuruan rata-rata 5.25 persen per tahun dan volume ekspor nya turun lebih dari dua kali lipat yaitu mencapai 12,50 persen per tahun selama periode 2004-2009.

Tabe l 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk-Produk Pertanian Indo nesia

No Uraian 2004 2007 2008 2009

Perub (%)

Trend (%) 09/08 04-09

EKS POR

NILAI EKSPOR (US$ Juta)

1

Tanaman Pangan dan

Hortikultura 173.12 191.89 233.57 207.20 -11.29 6.18 2 Perkebunan 7 719.20 16 574.79 23 610.40 18 500.48 -21.64 24.09 3

Perikanan dan

Peternakan 1 572.08 1 872.56 2 166.75 1 871.72 -13.62 5.09 4 Kehutanan 3 529.41 3 483.46 3 152.84 2 543.20 -19.34 -5.25 5

Aneka Hasil Pertanian

dan Produk Olahannya 474.89 2 207.52 2 902.96 2 888.10 -0.51 15.54

VOLUM E EKSPOR (Ribu Ton)

1

Tanaman Pangan dan

Hortikultura 761.06 697.14 660.13 640.48 -2.98 -2.62 2 Perkebunan 12 520.11 16 887.18 19 349.21 22 036.69 13.89 10.94 3

Perikanan dan

Peternakan 831.33 741.23 786.49 743.71 -5.44 -1.73

4 Kehutanan 5 465.79 4 035.13 3 126.87 2 940.80 -5.95 -12.50 5

Aneka Hasil Pertanian

dan Produk Olahannya 1 311.00 1 632.00 2 374.28 1 884.19 -20.64 9.10

IMPOR

NILAI IM POR (US$ Juta)

1

Tanaman Pangan dan

Hortikultura 1 992.48 3 270.01 4 189.96 3 572.51 -14.74 18.12

2 Perkebunan 300.88 601.06 849.98 766.53 -9.82 23.14

3

Perikanan dan

Peternakan 309.03 464.66 890.21 960.71 7.92 32.35

4 Kehut anan 135.18 243.30 330.51 225.79 -31.69 14.44

5

Aneka Hasil Pertanian

dan Produk Olahannya 867.90 1 974.80 1 784.38 1 825.01 2.28 16.19

VOLUM E IM POR (Ribu Ton)

1

Tanaman Pangan dan

Hortikultura 8 308.65 10 090.88 8 495.92 8 944.62 5.28 2.22

2 Perkebunan 142.98 221.28 237.36 216.23 -8.90 10.02

3

Perikanan dan

Peternakan 188.67 302.67 462.10 557.64 20.67 27.38

4 Kehut anan 265.89 481.40 505.84 350.92 -30.63 7.37

5

Aneka Hasil Pertanian

dan Produk Olahannya 1 577.41 3 566.97 1 719.22 2 123.26 23.50 2.76


(42)

Sementara itu, produk tanaman pangan dan hortikultura nilai ekspornya masih meningka t rata-rata 6.18 persen per tahun, tetapi volume ekspornya turun rata-rata 2.62 persen per tahun. Kondisi yang sama terjdi pada produk perikanan dan peternakan, yaitu nilai ekspornya naik rata-rata 5.09 persen per tahun, tetapi volume ekspornya turun rata-rata 1.73 persen per tahun. Peningkatan nilai ekspor Produk Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan produk Perikanan dan Peternakan didukung oleh terjadinya peningkatan harga kedua produk tersebut di pasar internasional.

Kinerja perdagangan komoditi pertanian baik dalam skala nasional maupun global juga dipengaruhi oleh adanya kesepakatan di sektor pertanian baik dalam kerangka multilateral, regional maupun bilateral yang suda h dilakuka n oleh berbagai negara. Dalam kerangka multilateral, sebagai anggota WTO, Indo nesia mendukung kebijakan perdagangan global yang bebas dan adil, dimana tujuan jangka panjang dari WTO adalah meliberalkan perdagangan dunia melalui 3 pilarnya, yaitu perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan

domestik (domestic support) yang dapat mendistorsi pasar, dan pengurangan

subsidi ekspor (export subsidy) (Suryana, 2004). Tujuan tersebut seyogyanya

memberikan manfaat bagi seluruh negara di dunia. Namun, dalam kenyataanya, perdagangan internasional dan hasil perundingan bidang pertanian di WTO lebih banyak merugikan negara- negara sedang berkembang (Suryana, 2004).

Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan dalam menciptakan sistem perdagangan sektor pertanian yang adil dan berorientasi pasar ya itu:


(43)

1. Negara- negara maju masih tetap mempertahankan, bahkan meningkatkan dukungan domestik melalui subsidi kepada petaninya, terutama produsen pangan dan peternakan (Suryana, 2004). Berdasarkan data OECD (2002), nilai dukungan domestik dari kelompok negara OECD meningkat menjadi US$ 248 milyar pada masa implementasi kesepakatan WTO (1999-2001) dibandingkan periode pra WTO (1986-1988) yang tercatat sebesar US$ 236 milyar per tahun. Menurut catatan OECD tersebut, Amerika Serikat dan Uni Eropa meningkatkan dukungan domestiknya masing- masing sebesar 21 persen dan 5 persen pada periode yang sama, sehingga mengakibatkan persaingan tidak adil di pasar dunia.

2. Faktor penyebab lainnya adalah dalam bentuk subsidi ekspor yang besar untuk produk-produk pertanian di negara-nega maju. Kelompok negara Uni Eropa merupakan pemberi subsidi tertinggi, yaitu mencapai US$ 23,2 milyar atau 90 persen dari total nilai subsidi seluruh anggota WTO pada kurun waktu 1995-1998 (Dixix, Josling and Blandford, 2001). Menurut Simatupang (2004), subsidi ekspor itu menyebabkan disparitas harga antara pasar dunia dan pasar domestik negara- negara maju, sehingga dapat dipandang sebagai instrumen untuk fasilitasi praktik dumping yang dilarang WTO.

3. Perbedaan tingkat pembangunan ekonomi, teknologi, ketrampilan SDM, dan

infrastruktur antara negara maju dan negara berkembang juga menyebabkan ketidakmampuan negara berkembang menciptakan equal playing field (Sawit,

2003). Lebih lanjut Sawit (2003) menjelaskan bahwa di ne gara-negara

berkembang pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, karakteristik usaha pertanian umumnya masih bersifat subsisten, da n belum berorientasi


(44)

komersial secara penuh, karena pertanian masih menjadi sumber kehidupan dan kebudayaan masyarakatnya. Kondisi yang demikian kurang selaras dengan

aturan da lam Agreement of Agriculture (AoA) dan mekanisme pasar yang

hanya sesuai ba gi industri pertanian modern yang berorientasi pasar di negara-negara maju (Sawit, 2003).

4. Ketidakadilan dalam membuka akses pasar, dimana di satu sisi negara maju

memaksa negara berke mbang membuka akses pasar seluas- luasnya, sementara di sisi lain berusaha membatasi akses pasar bagi produk-produk negara berkembang melalui berbagai instrumen, seperti tarif eskalasi, perlindungan

sanitary da n phyto-sanitary, da n non-trade barrier lainnya (Sawit, 2003).

Perbedaan kepentingan dan ketidakseimbangan itulah yang menimbulkan kondisi perdagangan multilateral sektor pertanian yang tidak seimbang dan mengarah tidak fair. Manfaat reformasi perdagangan global jauh lebih banyak

dinikmati oleh negara- negara maju dibandingkan dengan negara berkembang (Sawit, 2003; Khor, 2000; dan Ellwood, 2002). Sawit (2001) mengemukakan bahwa perdagangan global membuat defisit perdagangan negara berkembang semakin lebar karena impor meningkat dengan pesat, sementara ekspor melambat

karena tidak mampu bersaing dengan industri negara maju yang support-nya

masih tinggi, baik subsidi ekspor, bantuan domestik, maupun berbagai hambatan perdagangan lainnya.

Lebih lanjut kombinasi dari dampak perubahan iklim dan liberalisasi perda gangan sektor pertanian akan berdampak terhadap kondisi makro dan juga sektor ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia. Selama periode 1980-2010 perkembangan indikator makro ekonomi dunia seperti pertumbuhan


(45)

ekonomi, investasi, tingkat inflasi dan total perdagangan dunia diduga ada kaitannya dengan perubahan iklim dan berkembangnya liberalisasi perdagangan di sektor pertanian seperti yang terlihat pada Gambar 4.

-20,0 -10,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 1 9 8 0 1 9 8 1 1 9 8 2 1 9 8 3 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 0 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 * P er sen

Pertumbuhan PDB, Investasi, Volume Perdagangan dan Perkembangan Inflasi Dunia

PDB Investasi Inflasi Volume perdagangan total

Sumber: IPCC, 2007, FAO dan IFS, 2011 (d iolah)

Gambar 4. Pertumbuhan PDB, Investasi, Volume Perdagangan da n Perkembangan Tingkat Inflasi Dunia Periode 1980-2010

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa perubahan iklim secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peruba ha n iklim juga suda h berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di seluruh negara termasuk di Indonesia, salah satunya adalah produktivitas komoditi pertanian yang selanjut nya akan berdampak pada ketersediaan pangan. Di sisi lain liberalisasi perdagangan sektor pertanian baik melalui kesepakatan multilateral, regional dan bilateral juga akan berdampak pada perdagangan komoditi pertanian. Lebih lanjut kombinasi dari dampak perubahan iklim dan liberalisasi perdagangan sektor pertanian akan berdampak terhadap kondisi makro dan juga sektor ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia.


(46)

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah:

1. Liberalisasi perdagangan di sektor pertanian lebih banyak dinikmati oleh

negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang dan membuat defisit perdagangan negara berkembang semakin lebar.

2. Perubahan iklim telah dirasakan sampai saat ini dan berbagai bukti adanya perubahan iklim telah dirasakan oleh masyarakat dunia mulai dari kenaikan muka laut, mencairnya es di kutub, terjadinya el nino di beberapa bagian negara tropis dan perubahan cuaca yang ekstrim di berbagai belahan bumi termasuk I ndo nesia.

3. Dampak perubahan iklim telah diprediksi terhadap berbagai aspek seperti

kesehatan manusia, kelangsungan ekosistem air, darat dan udara, serta dampaknya terhadap produktivitas pertanian baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia.

4. Kombinasi dampak liberalisasi perdagangan dan dampak perubahan iklim

diperkirakan akan berdampak lebih lanjut pada kondisi makro dan sektoral ekonomi di ne gara maju maupun di negara berke mba ng termasuk I ndo nesia.

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

1. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditi pangan di berba gai negara termasuk Indo nesia ?

2. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap kondisi makro ekonomi ne gara-ne gara prod usen maupun impor tir komoditi pangan


(47)

dan secara khusus bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indo nesia ?

3. Bagaimana dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan da n secara khusus bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indo nesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari penjelasan pada bagian latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini:

1. Mengkaji dampak perubahan iklim terhadap produktivitas komoditi pangan

di berba gai negara termasuk I ndo nesia.

2.a. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap kondisi makro ekonomi di negara-negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan.

2.b. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan sektor pertanian terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indonesia.

3.a. Menganalisis dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi di beberapa negara prod usen maupun impor tir komoditi pangan.

3.b. Menganalisis dampak kombinasi liberalisasi perdagangan sektor pertanian dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indonesia.


(48)

1.4 Ruang Lingk up Penelitian.

Penelitian ini mengkaji mengenai dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim pada komoditi pa ngan di berba gai negara terhadap makro dan sektoral ekonomi Indonesia. Istilah perubahan iklim dalam penelitian ini hanya mencakup perubahan suhu global yaitu adanya pemanasan global sebagai dampak

dari meningkatnya emisi karbon (CO2

Kombinasi da ri dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim pada komoditi pangan terhadap kondisi makro ekonomi difokuskan pada ke 14 negara tersebut, sedangkan untuk kasus Indo nesia juga diba has mengenai da mpaknya terhadap kondisi makro dan sektoral ekonomi Indonesia. Fok us penelitian pada

aspek makro ekonomi meliputi dampak pada variabel equivalent variation

(kesejahteraan), GDP riil, GDP deflator, trade balance, terms of trade, investasi,

konsumsi rumah tangga, da n pengeluaran pemerintah. Sedangkan secara sektoral ) yang membentuk efek Gas Rumah Kaca (GRK). Sedangkan liberalisasi perdagangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah skema penurunan tarif yang diterapkan pada sektor pertanian dalam kerangka multilateral-WTO. Formula penurunan tarif akan mengacu pada formula penurunan tarif yang sampai saat ini dirundingkan dalam negosiasi isu Pertanian WTO. Komoditi pangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mencakup 3 (tiga) jenis yaitu beras (paddyrice), gandum (wheat) dan jagung (maize).

Sedangkan Negara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mencakup negara prod usen utama komoditi beras, gandum dan jagung ya itu Amerika Serikat, China, Brazil, India, Rusia, EU , Indonesia, Vietnam, Thailand, Australia, Pakistan, Bangladesh, Filipina da n The Rest of the World.


(49)

yang akan dianalisis adalah output, harga, ekspor, impor dan kesempatan kerja di Indo nesia.

Dalam studi ini, analisis menggunakan Computable General Equilibrium

(CGE) mod el Global Trade Analysis Project (GTAP) yang dikembangkan oleh

Purdue University di Amerika Serikat, Departemen Ekonomi Pertanian sejak tahun 1993 yang dipimpin dan diprakarsai oleh Prof. Thomas Hertel. Model GTAP yang digunakan adalah GTAP versi 7 yang dikeluarkan pada tahun 2008 dengan data dasar tahun 2004 yang terdiri dari 57 klasifikasi komoditi (sector)

dan 113 negara (region).

Analisis kuantitatif dalam menentukan besaran elastisitas atau parameter dampak perubahan suhu global terhadap tingkat produktivitas komoditi pangan menggunakan mode l ekonometrik yaitu hubungan perubahan suhu global dengan tingkat produktivitas pertanian yang bersumber dari berbagai hasil penelitian di tingkat internasional seperti IPCC, lembaga penelitian di beberapa negara dan hasil pe nelitian di da lam negeri yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian yang terkait dengan perubahan suhu dan produksi pertanian nasional. Penggunan data tersebut mempertimbangkan ketersediaan data terutama yang terkait dengan data perubahan suhu dan tingkat produktivitas pertanian. Keterbatasan penelitian juga terkait dengan penggunaan mode l GTAP sebagai alat analisis CGE yang lebih banyak disebabkan oleh kelemahan struktur model CGE itu sendiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mod el yang digunakan bukan Recursive Dynamic

CGE yang memprediksi dampak tahun 2070, tetapi Mode l Comparative Static


(50)

with and without policy. Lebih lanjut konsep analisis tersebut selengkapnya

dijelaskan pada bab 3.

Menurut Oktaviani (2008) beberapa keterbatasan model CGE:

1. Dalam mode l CGE, asumsi utama untuk strukt ur pa sar ada lah Pasar

Persaingan Sempurna (PPS) de ngan ko ndisi Constant Return to Scale (CRS),

sehingga untuk komoditi dengan pasar non PPS asumsi ini menjadi keterbatasan model. Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian Silva dan Horridge (1996), model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi Increasing Return to Scale (IRS).

2. Model keseimbangan tergantung pada pada parameter-parameter benchmark

yang dikalibrasi. Hal ini disebabkan parameter-parameter yang digunakan dalam model CGE diambil dari hasil- hasil mode l, baik dilakukan sendiri maupun hasil- hasil penelitian terdahulu. Permasalahan yang biasanya terjadi adalah data tersebut di negara- negara berkembang tidak tersedia.

3. Dalam mod el CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang

digunakan yang dapat memunculkan permasalahan black box, sehingga

apabila hasil estimasi yang didapat tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan, akan sangat sulit untuk menerangkanya.

4. Dalam model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan, sehingga

akan sangat riskan menggunakan model CGE bagi orang-orang yang mengutamakan ke-validan dalam model. Validitas model dan data base ditunjukkan dengan pemenuhan asumsi keseimbangan umum dan signifikan dari parameter yang digunakan yang berasal dari penelitian sebelumnya.


(51)

5. Model CGE tidak menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar (tidak dapat menganalisis perubahan persentase lebih dari 100 persen). Semakin kecil perubahan kebijakan yang akan dianalisis, semakin tepat mode l dalam mengestimasi perubahan non linear.

1.5. Manfaat Penelitian.

Hasil dari penelitian mengenai dampak liberalisasi perdagangan dan perubahan iklim pada komoditi pangan di berbagai negara terhadap makro dan sektoral ekonomi Indonesia ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Pemerintah dalam merumuskan posisi Indonesia dalam forum kerjasama

multilateral WTO khususnya perundingan liberalisasi sektor pertanian.

2. Pemerintah dalam merumuskan posisi Indonesia dalam keikutsertaannya

sebagai party dari kesepakatan yang terka it dengan isu perubahan iklim ba ik

melalui Protokol Kyoto, COP-UNFCCC maupun kesepakatan internasional lainnya di bidang lingkungan.

3. Pemerintah dalam merumuskan kebijakan produksi pertanian yang terkait

dengan kebijaka n ke tahanan pa ngan nasional seba gai antisipasi terhadap dampak perubahan iklim.

4. Pelaku usaha terutama eksportir dan eksportir produsen, importir produk pertanian serta petani dalam menghadapi peluang dan tantangan dimasa depan untuk mengantisipasi dampak liberalisasi perdagangan dan peruba han iklim.

5. Masyarakat umum dalam memahami dampak liberalisasi perdagangan dan

perubahan iklim pada komoditi pa ngan dan menggunakan hasil analisis ini sebagai referensi pembanding untuk penelitian berikutnya.


(52)

2.1. Kebijakan Perdaga nga n Bebas

Perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan merupaka n konsep ekonomi yang merujuk kepada sistem perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tariff dan hambatan perdagangan lainya, seperti kuota, subs udi, dan pajak (Krugman dan Obstfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004). Menurut pendapat sebagian pakar ekonomi, kebijakan perdagagan bebas dengan menghapuskan berbagai intervensi dan hambatan perdagangan diyakini dapat memperluas akses pasar yang diperlukan untuk mengembangkan ekspor (Wibowo, 2009). Perdagangan bebas, disamping akan meningkatkan impor negara yang membuka pasarnya melalui penghapusan tarif, juga akan meningkatan ekspor, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama periode 1999-2009 perdagangan telah menjadi mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi dunia sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5 da n 6. Selama periode tersebut total perdagangan dunia meningkat hampir tiga kali lipat dari US$ 12 trilyun pada tahun 1999 menjadi sekitar US$ 33 trilyun pada tahun 2009. Selama periode yang sama PDB dunia meningkat dari US$ 31 trilyun pada tahun 1999 menjadi US$ 58 trilyun pada tahun 2009.

Hardo no et al (2004) mengemukakan bahwa perdagangan bebas, minimum akan memberikan lima keuntungan yaitu: (1) akases pasar akan lebih luas karena liberalisasi perdagangan cende rung menciptaka n pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling terkait dan saling


(53)

menunjang, sehingga dapat diperoleh efisiensi; (2) iklim usaha lebih kompetitif, sehingga mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya; (3) mendorong terjadinya alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sebagaa akibat dari adanya arus perdangangan dan investasi yang lebih bebas; (4) signal harga yang dihasilkan lebih “benar”, sehingga dapat meningkatkan efisiensi investasi; dan (5) kesejahteraan kosumen baik ditingkat individu maupun perusahaan akan meningkat. Kesejahteraan individu meningkat karena tersedia beragam jenis barang dengan harga relaif lebih murah sehingga daya beli (purchasing power)

bertambah, sementara dipihak lain perusahaan memperoleh keuntungan dari ke muda han akses untuk mendapat sumber bahan baku, ko mpo nen, dan jasa yang lebih kompetitif (Wibowo, 2009).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

USD Triliun

Negara maju Negara Emerging dan Berkembang

Sumber: IMF, 2010


(54)

0 5 10 15 20 25 30 35

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

T

riliu

n

U

S

$

Total Perdagangan

Ekspor

Sumber: WTO, 2010.

Gambar 6. Perkembangan Ekspor dan Total Perdagangan Dunia Tahun 1999-2009

Kebijakan perdagangan bebas pertama kali diprakarsai oleh negara-negara Eropa dan Amerika setelah berakhirnya Perang Dunia II. Sistem perdagangan

bebas multilateral pada awal pembentukannya disebut dengan GATT (General

Agreement on Tariffs and Trade) yaitu suatu perjanj ian internasional mengenai

tarif dan perdagangan. Selama tiga dekade sejak kesepakatan GATT (1950-1980) sistem multilateral telah mendominasi kebijakan perdagangan internasional (Krueger,1999; Krugman dan Obstfeld, 2000). Namun sejak akhir 1980-an, kebijakan perdagangan bebas mulai bergeser dari sistem multiteral ke sistem

regional melalui pembentukan Regional Trade Agreements (RTAs), baik dalam

bentuk kesepakatan pemberian konsesi tarif (Prefential Tariff Arranggements),

perdagangan bebas regional (Regional Free Trade ) maupun pe nyatuan sistem

pabean (Costums Union) (Wibowo, 2009).

Berkembang dan meluasnya berbagai kesepakatan RTAs yang dimulai sejak awal tahun 1990-an dipicu oleh lamba nnya penyelesaian sistem perdagangan multilateral dalam kerangka WTO, sehingga fenomena munculnya berbagai


(55)

bentuk RTAs menimbulkan banyak perdebatan diantara ahli ekonomi mengenai relevansi RTAs dan masa depan sistem multilateral di bawah kerangka GATT/WTO. Terkait de ngan isu tersebut, terdapat dua kubu yang pro da n ko ntra atas meluasnya fenomena RTAs tersebut. Kubu yang pro terhadap kebijakan perdagangan bebas regional (Bergsten, 1997; Baldwin,1997; Ethier,1998; dan Lawrence,1999) mengemukakan bahwa RTAs adalah langka h maju menuju perdagangan bebas multilateral dan akan memperkuat eksistensi WTO serta sistem perda gangan internasional. Sementara itu, Michalak dan Gibb (1997), juga mengemukakan pendapat yang hampir sama bahwa regionalisasi perdagangan merupaka n salah satu strategi awal bagi sebuah negara sebelum melibatkan diri dalam proses perdagangan multiteral. Disamping itu, secara politis RTAs akan lebih mudah dikelola oleh sebuah pe merintah diba ndingka n de ngan sistem multilateral yang komplek dan berlarut larut (Desker, 2004). Dengan RTAs diharapkan negara-negara di suatu kawasan dapat mengintegrasikan ekonomi mereka kedalam sebuah sistem eko nomi yang lebih terbuka de ngan melakukan perdagangan intra-kawasan (Wibowo, 2009).

Sementara itu kelompok yang kontra terhadap kebijakan perdagangan bebas regional (Bhagwati,1995; Krueger,1995; da n Panagariya,1999) berpendapat bahwa RTAs justru akan menghambat proses liberalisasi perdagangan multilateral karena akan memberikan keleluasaan akses pasar bagi negara anggota RTAs, tetapi di sisi lainnya memproteksi pasar bagi negara-ne gara di luar angota RTAs. Bhagwati (1995) mengeluarkan istilah yang sampai sekarang seringkali diingat oleh berbagai pihak yang memahami kebijakan perdagangan sebagai efek


(56)

barang (rules of origin) yang berhak memperoleh konsesi tarif sesuai kesepakatan

Preferential Trade Area (PTA).

Pembentuka n Preferential Trade Area antara sebuah eko nomi besar de ngan

ekonomi negara-negara berkembang seperti NAFTA, bertentangan de ngan sistem perdagangan bebas multilateral, sebab perbedaan tingkat ekonomi dan standar tenaga kerja diantara mereka akan menciptakan perdagangan yang tidak seimbang (Bhagwati da n Panagariya, 1996). Oleh karena itu, PTA akan lebih sesuai dengan sistem perdagangan global apabila dibentuk diantara sesama negara berkembang yang memiliki tingkat pembangunan ekonomi relatif sama dan telah memiliki hubungan pe rda gangan secara tradisional, seperti MERCOSUR, COMESA, AFTA, yaitu sebuah blok perdagangan regional yang dibentuk diantara negara-negara Amerika Selatan, negara-negara-negara-negara Afrika bagian Selatan dan negara-negara- negara-negara anggota ASEAN. Jika PTA dilakuka n antara ne gara maju de ngan negra berkembang, maka cakupan produk maupun subtansi kerjasama diantara keduanya harus memasuka n aspek ke rjasama eko nomi yang lebih luas di luar perdagangan termasuk kerjasama dalam bentuk Capacity Bulding dan Technical

Assistance dari negara maju ke negara berke mbang yang sepka t membe ntuk PTA

tersebut.

Sementara itu, sistem perdagangan bebas multilateral dimulai sejak adanya kesepakatan GATT yang dibentuk pada tahun 1948. Selanjutnya, setelah berakhirnya Putaran Uruguay tahun 1994, GATT diagantika n dengan WTO

(World Trade Organization), yang dibentuk pada tahun 1995. Indonesia sebagai

anggota GATT, selanjutnya meratifikasi pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, sehingga Indo nesia sebagai negara anggota dan


(57)

sekaligus bagian dari pendiri WTO memiliki kewajiban untuk memenuhi semua perjanjian yang disepakati dalam WTO.

Prinsip prinsip perdagangan multilateral yang dianut dalam GATT/WTO (WTO, 2010) adalah:

1. Trade without discrimination, yang berarti bahwa perdagangan dilakukan

tanpa diskriminasi, sehingga semua negara anggota WTO berhak atas perlakuan yang sama atau Most-favoured Nation (MFN).

2. Free trade, yang berarti penghapusan dan penurunan hambatan perdagangan

ba ik tarif maupun non dilakukan secara bertahap melalui proses negosiasi. 3. Predictable through binding and transparency, artinya suatu negara (negara

anggota) tidak boleh memberlakukan hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif secara sepihak. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa tingkat tarif dan komitmen untuk membuka pasar domestik bersifat mengikat (binding) dan untuk diketahui (notification) oleh semua anggota WTO.

4. Fair competion trade, artinya persaingan pe rda gangan harus dilakukan secara

sehat.

5. Encouranging development and economic reform, yang berarti bahwa sistem

perda gangan dibawah aturan WTO harus memberikan fleksibilitas kepada kelompok negara berkembang untuk melaksanakan kesepakatan WTO. Disamping itu, prinsip ini juga memberikan perlakuan kepada kelompok negara berkembang agar diberi bantuan teknis dan konsesi perdagangan tertentu guna mendukung pembagunan ekonomi nasionalnya.

Sampai saat ini perundingan perdagangan multilateral telah dilakukan sebanyak sepuluh (10) kali putaran, dimulai tahun 1947 di Geneva hingga putaran


(1)

265

Lampiran 6 Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Padi ASUMSI NORMALITAS

ASUMSI AUTOKORELASI

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson 1 .967(a) .935 .932 .52652 1.182 a Predictors: (Constant), Dind, X3, Drus, Daus, X1


(2)

ASUMSI HETEROSKEDASTISITAS


(3)

267

Lampiran 7 Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Jagung ASUMSI NORMALITAS


(4)

ASUMSI HETEROSKEDASTISITAS


(5)

269

Lampiran 8 Hasil Uji Asumsi Model Produktivitas Gandum ASUMSI NORMALITAS


(6)

ASUMSI HETEROSKEDASTISITAS