Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional

12

2.2 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional

Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri melalui tindakan –tindakan yang bersifat protektif. Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah berorientasi ke luar ekspor kini telah beranjak menjadi negara perekonomian baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh melaksanakan liberalisasi. Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay Uruguay Round mengenai GATT General Agrement on Tariff and Trade. Ratifikasi Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk menghilangkan distorsi perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang hingga tahun 2004. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin terbuka yang ditandai dengan diratifikasinya Putaran Uruguay mengenai GATT, Deklarasi Bogor APEC Asia-Pacific Economic Cooperation, CEPT Common Effective Preferential Tariff dan AFTA Asean Free Trade Area. Disamping itu telah diratifikasinya perjanjian dengan China melalui ACFTA ASEAN-China Free Trade Area yang mulai diimplementasikan secara luas mulai tahun 2010. Untuk itu perlu adanya 13 upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta memperhatikan perkembangan pasar dunia. Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European Community , negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC. Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian domestik. Tambunan 2004 menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi akan mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor. Hady 2004 menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia ditandai dengan adanya beberapa hal berikut: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional. 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan adanya pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional. 14 3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Trade Organization WTO, di Marakesh Maroko pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas free trade. Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masing- masing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis strategic alliance, merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara ekonomi untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas Free Trade AreaFTA seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya Susastro, 2004. Liberalisasi perdagangan menyebabkan para pemilik modal mendapatkan berbagai kemudahan atau minimal tidak ada lagi perbedaan perlakuan sesama pebisnis yang berada di bawah payung anggota WTO dalam menjalankan bisnisnya di berbagai tempat yang dikehendaki. Untuk itu, berbagai negara pun 15 mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Hartono 1991 mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan- peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada HS Harmonized Commodity Description and Coding System dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan hambatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan perusahaan besar. Krugman et al. 2004 mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah 1 negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain dan 2 negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi economic of scale. Ahli-ahli ekonomi Klasik memandang perdagangan luar negeri sebagai suatu penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Keyakinan mereka ini didasarkan pada peran yang dapat diberikan oleh kegiatan perdagangan luar negeri dalam mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik, perdagangan luar negeri mempunyai potensi untuk memberikan tiga sumbangan penting dalam pembangunan ekonomi yaitu : 16 1. Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya perdagangan luar negeri. 2. Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar dari hasil produksinya. 3. Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan. Pandangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi Klasik tersebut terkait dengan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, mendapat berbagai kritik diantaranya adalah bahwa perdagangan negara-negara tersebut cenderung menjadi semakin memburuk dalam jangka panjang sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh dari perdagangan luar negeri yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih penting lagi, dalam jangka pendek, harga-harga komoditas ekspor negara-negara berkembang sangat berfluktusi sehingga akan mengganggu kestabilan neraca pembayaran, kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dan kestabilan harga-harga. Seperti analisis makroekonomi bahwa sesuatu perekonomian berusaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, dan kalau mungkin, mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, tanpa inflasi. Dalam perekonomian terbuka, tujuan itu berarti bahwa usaha untuk mencapai tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi tersebut, harus diikuti 17 oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk menciptakan keseimbangan dalam neraca pembayaran sehingga dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran expenditure dampening policy dan kebijakan memindahkan pengeluaran expenditure switching policy. Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran expenditure dampening policy dan kebijakan memindahkan pengeluaran expenditure switching policy. Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan 18 nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan. Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor adalah: 1. Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan upah. 2. Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun. Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan penghambat impor import barriers. Penghambat impor biasanya dibedakan dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor. Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang diimpor. Tarif akan menaikkan harga barang impor sedangkan quota akan membatasi permintaan agar tidak berlebih-lebihan dan quota impor tidak akan menaikkan harga barang tersebut. Quota biasanya digunakan di negara-negara yang mempunyai valuta asing yang terbatas sehingga harus hemat. Di negara-negara 19 maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri, tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut Sukirno, 1995.

2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia