64
Bank Indonesia 2011 melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai di atas 7 persen dengan tingkat
inflasi yang semakin rendah menuju kisaran 3,5 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut diantaranya didukung oleh kinerja ekspor yang semakin solid seiring
dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang, terutama di kawasan Asia. Situasi tersebut diharapkan dapat menjaga surplus
transaksi berjalan pada tingkat yang cukup tinggi seiring dengan semakin membanjirnya komoditas impor dipasar domestik. Banyaknya produk impor
tersebut akibat mulai diberlakukan perdagangan bebas secara lebih luas dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia baik dalam kerangka AFTA maupun
ACFTA.
4.3 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan di Indonesia
Memasuki 2010, kerjasama dalam forum regional ASEAN difokuskan pada upaya menjamin pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas sistem
keuangan, serta komitmen untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA 2015. Beberapa kesepakatan penting telah dicapai baik di forum ASEAN
maupun ASEAN+3. ASEAN telah sepakat untuk mengadopsi safeguard framework
bagi subsektor jasa keuangan dan pembentukan Working Committee on Payment and Settlement System
WC-PSS dalam rangka MEA 2015. Dalam kerjasama ASEAN+3 disepakati elemen-elemen pokok pembentuk ASEAN+3
Macroeconomic Research Office AMRO dan Credit Guarantee and Investment
Facility CGIF. Seiring pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas intra-
ASEAN CEPT-AFTA serta China dengan ASEAN ACFTA maka Indonesia harus mulai meningkatkan keunggulan dan ketangguhan produk-produk
domestiknya sehingga daya saing yang dimilikinya menjadi semakin kuat. Berikut disajikan beberapa perkembangan pelaksanaan kerjasama internasional.
4.3.1 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral
Kerjasama Multilateral Indonesia terutama dilakukan melalui forum World Trade Organization
WTO. Forum tersebut bertujuan untuk meliberalisasikan perdagangan dunia melalui negosiasi penghapusan hambatan tarif maupun
nontarif serta dapat digunakan sebagai forum untuk menyelesaikan perselisihan
65
perdagangan. Isu-isu utama yang dinegosiasikan dalam Putaran Doha adalah Agriculture, Non-Agriculture Market Access
NAMA serta Services dan Trade Related Aspects of Intellectual Property rights
TRIPs. Sedangkan isu-isu lainnya yang dikonsultasikan adalah Investment, Government Procurement, Trade
Facilitation and Trade and Competiton Policy . Sejak Konferensi Tingkat Menteri
KTM ke-4 tahun 2001 di Qatar yang menghasilkan Doha Development Agenda DDA hingga KTM ke-5 tahun 2005 di Hongkong dan KTM ke-7 tahun 2009 di
Jenewa belum tercapai kesepakatan di antara negara anggota. Persoalan pokok dalam perundingan adalah sulitnya mencapai keseimbangan ballance outcome
pada isu-isu utama DDA yang disebabkan oleh perbedaan tingkat ekonomi antara negara-negara anggota WTO.
Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995. Dalam forum WTO tersebut, Indonesia tetap ingin mempertahankan keseimbangan pembukaan
akses pasar produk pertanian dan non pertanian, namun tetap mempertahankan adanya special and differential treatment bagi negara berkembang. Disamping itu,
Indonesia juga ingin mempertahankan sejumlah pos dalam status tarif tidak diikat unbound, khususnya untuk produk-produk yang sensitif serta menginginkan
agar tingkat tarif yang diikat bound sebagai hasil pemotongan dengan menggunakan formula yang telah disepakati sehingga tetap dapat memberikan
ruang gerak bagi industri nasional yang sewaktu-waktu membutuhkan perlindungan tarif.
4.3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional
Perkembangan neraca perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dalam kerangka AFTA maupun dengan China dalam ACFTA
memperlihatkan kecenderungan yang semakin tertekan sebagaimana terlihat pada Tabel 7. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia
dengan China selalu mengalami defisit. Terlebih lagi dengan negara-negara ASEAN, Indonesia selalu mengalami defisit yang semakin meningkat selama lima
tahun terakhir. Melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor pada
pasar domestik dari negara-negara mitra dagang. Disamping itu, pemerintah
66
secara intensif juga harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negara- negara mitra dagang yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan
Indonesia. Data tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 40 persen impor Indonesia berasal dari negara-negara ASEAN dan China sedangkan ekspornya
hanya mencapai sekitar 30 persen dari total ekspor Indonesia. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa neraca perdagangan Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan perdagangan dengan negara-negara anggota ASEAN dan China. Tabel 7 Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan China, 2005
–2010
Uraian 2006
2007 2008
2009 2010
juta USD
Ekspor ke China
8.343,57 9.675,51
11.636,50 11.499,33
15.692,61
Impor dari China
6.636,89 8.557,88
15.247,17 14.002,17
20.424,22
Surplus defisit
1.706,68 1.117,64
-3.610,67 -2.502,84
-4.731,61
Ekspor ke ASEAN 18.483,09
22.292,11 27.170,82
24.623,90 33.347,51
Impor dari ASEAN 18.970,62
23.792,13 40.967,76
27.722,01 38.912,17
Surplus defisit
-487,53 -1.500,02
-13.796,94 -3.098,12
-5.564,66
Total Ekspor
100.798,60 114.100,90 137.020,40
116.510,00 157.779,10
Total Impor
61.065,50 74.473,40 129.197,30
96.829,20 135.663,30 Proporsi
Ekspor ke
ASEAN+China persen
26,61 28,02
28,32 31,00
31,08
Proporsi Impor
dari ASEAN+China persen
41,93 43,44
43,51 43,09
43,74
Sumber : Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.
Beberapa kerjasama regional yang telah dilakukan Indonesia hingga 2010 diantaranya adalah perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN dalam skema
Common Effective Preferential Tariff-ASEAN Free Trade Trade Agreement CEPT-AFTA yang dimulai sejak tahun 1992. Kemudian dalam rangka
pembentukan ASEAN Economic Community 2015 dijadikan ASEAN Trade in Goods Agreement
ATIGA. Disamping itu, Indonesia juga terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan ASEAN dengan China tahun 2004
ACFTA, dengan Korea tahun 2005 AKFTA, dengan Australia-New Zealand tahun 2009 AANFTA, dan dengan India 2009 AIFTA. Selanjutnya, Indonesia
juga memiliki perjanjian kerjasama ekonomi dengan Jepang tahun 2007 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement.
67
Perkembangan CEPT-AFTA
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah produk yang tarif impornya dijadwalkan
menjadi 0 persen dalam kerangka CEPT-AFTA pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.726 pos tarif, sehingga jumlah seluruh tarif yang sudah menjadi 0 persen
sebanyak 8.654 pos tarif. Hal ini sesuai dengan kesepakatan CEPT-AFTA, dimana mulai tanggal 1 Januari 2010, tarif seluruh produk dalam Inclusion List
IL menjadi 0 persen. Namun saat ini Indonesia sedang mengusulkan penundaan untuk 227 pos tarif HS kepada negara-negara ASEAN sebagaimana terlihat pada
Tabel 8. Tabel 8 Jumlah penerapan tarif 0 persen pada tahun 2010 dan usulan penundaan
dalam CEPT-AFTA
No. Sektor
Jumlah pos tarif Penerapan 2010
5 2,5
Total Setuju
Ditunda
Ditunda per 22
Des 2009
1 Alat Transportasi Darat,
Kedirgantaraan, dan Maritim 145
- 145
89 56
27 2
Aneka 125
- 125
53 72
- 3
Elektronika Telematika 50
- 50
9 41
- 4
Hasil Hutan dan Perkebunan 196
7 203
203 -
- 5
Kimia Hilir 348
13 361
219 142
71 6
Kimia Hulu 227
10 237
155 82
17 7
Kerajinan 84
4 88
77 11
1 8
Logam 283
2 285
72 213
72 9
Makanan Minuman 105
- 105
29 76
17 10
Mesin 109
- 109
22 87
18 11
Tekstil dan Produk Tekstil 4
- 4
4 -
4 12
Pertanian 7
- 7
- 7
- 13
Binaan Departemen Kelautan dan Perikanan
7 -
7 -
7 -
Total Inclusion List
1690 36
1726 932
794 227
Sumber: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2010.
Perkembangan ACFTA
Perkembangan pelaksanaan ACFTA berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
produk yang dijadwalkan menjadi 0 persen pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.597 pos tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah menjadi 0 persen adalah
7.306 pos tarif. Skema penurunan tarif bea masuk untuk Normal Track 1 NT 1 akan menjadi 0 persen mulai tanggal 1 Januari 2010. Jumlah pos tarif sektor
68
industri dalam kategori NT1 adalah 6.064 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 pos tarif, saat ini telah diusulkan untuk ditunda penghapusannya.
Hal ini berdasarkan masukan dari dunia usaha dan kajian pemerintah bahwa terdapat 228 pos tarif produk dalam kerangka ACFTA yang daya saingnya
melemah. Tarif bea masuk untuk kategori Normal Track 2 NT 2 akan menjadi 0
persen pada tahun 2012. Tarif untuk kategori Sensitive List SL akan menjadi 0 –5
persen pada tahun 2018 sedangkan untuk kategori High Sensitive List HSL akan diturunkan dihapuskan menjadi 0-50 persen mulai tahun 2015. Selanjutnya untuk
kategori General Exception List GEL tetap berlaku tarif MFN. Daftar yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010
No. Kelompok produk
Jumlah penundaan
Keterangan perubahan kategori NT1
NT2 SL
1 Besi Baja
114 -102
58 44
-12 12
2 Tekstil dan Produk Tekstil
53 -53
53 -
3 Permesinan
10 -10
- 10
4 Elektronika
7 -7
- 7
5 Kimia Anorganik Dasar
7 -7
6 1
6 Petrokimia
2 -2
2 -
7 Furniture
5 -5
1 4
8 Kosmetika
1 -1
- 1
9 Jamu
1 -1
- 1
10 Alas Kaki
5 -5
- 5
11 Produk Industri Kecil
1 -1
- 1
12 Maritim
22 -22
- 22
Total 228
-216 108
108 Sumber: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2010.
4.3.3 Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA