Daya Saing Pariwisata Indonesia

78

4.4.4 Daya Saing Pariwisata Indonesia

Kinerja sektor-sektor yang terkait erat dengan pariwisata juga dapat dinilai melalui seberapa besar kemampuan daya saing yang dimilikinya, karena faktor ini lebih bersifat fundamental bagi kelangsungan perkembangan sektor tersebut. Tingkat daya saing kegiatan pariwisata di Indonesia dan beberapa negara tujuan wisata utama lainnya pada tahun 2009 ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15 Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara tujuan wisata utama, 2009. Nergara Indeks Total TT regulatory framework TT business environment and infrastructure TT human, cultural, and natural resources Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Indonesia 81 3,79 113 3,77 79 3,24 40 4,36 Swiss 1 5,68 1 6,01 1 5,49 2 5,54 Austria 2 5,46 4 5,91 6 5,22 7 5,24 German 3 5,41 13 5,56 3 5,44 9 5,22 Prancis 4 5,34 8 5,67 7 5,22 11 5,13 USA 8 5,28 57 4,70 2 5,47 1 5,67 Australia 9 5,24 27 5,31 15 5,01 3 5,42 Singapura 10 5,24 6 5,77 5 5,25 23 4,69 Inggris 11 5,22 28 5,29 11 5,07 6 5,30 Hong Kong 12 5,18 2 5,93 12 5,05 30 4,55 Jepang 25 4,91 40 5,10 20 4,83 15 4,81 Korsel 31 4,72 41 5,06 35 4,45 26 4,64 Malaysia 32 4,71 42 5,03 38 4,24 14 4,86 Thailand 39 4,45 70 4,46 40 4,14 19 4,74 China 47 4,33 88 4,24 59 3,73 12 5,01 Sumber : The Travel Tourism Competitiveness Report, 2009; World Economic Forum, 2009. WEF 2009 melaporkan bahwa aktivitas pariwisata di Indonesia menempati peringkat 81 dari 133 negara dengan total nilai 3,79. Kondisi ini didukung oleh Travel and Tourism human, cultural, and natural resources yang menempati posisi 40. Namun hal ini tidak diimbangi oleh Travel and Tourism regulatory framework yang memperoleh peringkat cukup rendah hingga posisi 113. Kondisi yang berbeda terjadi pada kegiatan pariwisata Singapura yang menempati peringkat 10 besar dunia dimana untuk Travel and Tourism human, cultural, and natural resources menempati posisi 23 sedangkan Travel and Tourism regulatory framework berada pada peringkat 6.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Simulasi Model

Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model Ekonomi Keseimbangan UmumComputable General Equilibrium CGE dari INDOWISATA yang berinduk pada INDOMINI sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertumbuhan kepariwisataan dimaksud adalah peningkatan pengeluaran wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, investasi di bidang kepariwisataan serta pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata. Pengeluaran ini merupakan bagian dari permintaan akhir. Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari sejumlah kebijakan yang sedang diupayakan pemerintah untuk bisa diimplementasikan. Skenario pertama dimodelkan dengan menurunkan tarif bea masuk hingga 0 persen pada semua komoditas impor kecuali padi dan gula yang masuk dalam kategori Sensitive List SL dan High Sensitive List HSL. Kebijakan tersebut dilakukan akibat adanya kesepakatan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pengurangan tarif impor secara bersama-sama dengan negara-negara mitra dagang, baik sebagai anggota AFTA, ACFTA, APEC maupun WTO. Skenario tersebut mengasumsikan bahwa pemerintah akan mengurangi tarif impor tetapi tidak pada ekspor, karena adanya ketergantungan pada pendapatan dari sektor eksternal dan agar semua jenis perpajakan dalam perekonomian domestik tetap terjaga. Pada skenario kedua diasumsikan terjadi pertumbuhan permintaan dari kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan dari kegiatannya di Indonesia diperkirakan sekitar 15 persen per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 16. Namun, dalam menghadapi berbagai krisis global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia serta peningkatan harga komoditas dunia, perkiraan ini mungkin terlalu optimis. Disamping itu, kondisi keamanan dalam negeri yang masih sering terjadi gangguan dan teror juga dapat memengaruhi kunjungan wisatawan ke