Tujuan Industri Kecil dan Menengah IKM

2. Sejauh mana program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan dapat meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia IKM ? 3. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM? 4. Bagaimana strategi untuk pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk peningkatan pemberdayaan IKM?

1.3 Tujuan

Kajian ini bertujuan : 1. Meninjau sejauhmana program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan mampu memberdayakan Industri Kecil dan Menengah. 2. Mengevaluasi program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan yang telah dilaksanakanan sejalan dengan kebutuhan IKM sehingga terjadi peningkatan sumber daya manusia IKM . 3. Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM. 4. Merumuskan strategi dan program untuk mencari solusi pemenuhan kebutuhan akan pengembangan kelembagaan dan program UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam memberdayakan IKM

1.4 Kegunaan

Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah : 1. Memberikan masukan tentang model pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk meningkatkan fungsi pemberdayaan masyarakat khususnya IKM di provinsi Riau sehingga fungsi UPT pelatihan sebagai sarana pelatihan pengembangan Sumber Daya Manusia IKM dapat berfungsi sesuai dengan amanat Perda no. 7 tahun 2008. 2 Memberi masukan tentang strategi dan program pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan kepada pemerintah Provinsi Riau dalam menunjang program pengentasan Kemiskinan dan Kebodohan serta Infrastruktur K2I Provinsi Riau.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kecil dan Menengah IKM

Industri Kecil dan Menengah IKM adalah industri yang dikelola masyarakat dengan asset lebih kecil dari dua ratus juta rupiah diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan lebih kecil dari satu milyar rupiah, dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafilasi dengan usaha menengah, boleh berbadan hukum dan boleh saja tidak. Departemen Perindustrian, 2008. Berbeda dengan Usaha Kecil dan Menengah, menurut Undang-Undang Nomor: 91995 tentang usaha kecil adalah bila asset yang dimiliki usaha lebih kecil dari duaratus juta rupiah diluar tanah dan bangunan dengan omzet tahunan lebih kecil dari satu milyar rupiah, dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafilasi dengan usaha menengah, boleh berbadan hukum dan boleh saja tidak.

2.2 Penguatan Kelembagaan

Untuk melakukan perubahan kelembagaan dalam konteks pembangunan yang berbasis pada pengembangan komunitas memerlukan roh yang jelas. Hal pokok tersebut adalah mengingatkan akan keperluan pembangunan yang berkelanjutan Kolopaking dan Toni, 2007. Ada tiga pilar utama dari Pembangunan Berkelanjutan, yaitu : 1 Pengentasan kemiskinan poverty eradication, 2 Perubahan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan changing unsustainable pattern of consumption and production, 3 Perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam bagi pembangunan ekonomi dan sosial protecting and managing the natural resources basis of economic and social development. Ketiga pilar ini perlu diintegrasikan dan terkait serta bergantung satu sama yang lainnya interdepedensi. Pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui teknik-teknik sosial yang diturunkan dari penerapan Teknologi Partisipatif. Oleh karena itu bentuk kegiatannya beragam mulai dari pendampingan, melakukan pelatihan berbasis kompetensi, pemagangan, studi banding untuk melihat pola percontohan. keberhasilan best practice, penyusunan dan perencanaan aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk melakukan memperjuangan kepentingan masyarakat. Hal yang utama dalam hal ini semua kegiatan itu dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil outcome dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kader-kader untuk ikut mengembangkan proses pemberdayaan masyarakat. Menurut Bertrand 1974, seperti dikutip Tonny dan Utomo 2004, kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Artinya, wujud kongkrit dari pemahaman tentang kelembagaan dapat berupa grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Sedangkan tata abstraksinya adalah pada sistem norma dan nilai dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Istilah “lembaga” institution dan “pengembangan kelembagaan” institutional development pengembangan masyarakat atau “pembinaan kelembagaan” institutional building, mempunyai arti yang berbeda-beda untuk orang yang berbeda pula. Disini pengembangan kelembagaan sinonim dengan pembinaan kelembagaan dan didefenisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini dapat secara internal dapat digerakkan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampur tangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan-badan pembangunan Israel, 1992. Pengembangan kelembagaan atau analisa kelembagaan menyangkut sistem manajemen termasuk pemantauan dan evaluasi; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien; kebijakan pengaturan staf dan personalia; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran dan akunting dan auditing; perawatan dan pengadaan Israel, 1992. Menurut Sugiyanto 2002 hasil akhir dari pembangunan lembaga menetapkan sederetan pengujian. Prinsip-prinsip dasarnya 1 harus diadakan norma-norma dan pola-pola yang baru didalam organisasi yang relevan dengan lingkungan; 2 baik organisasi maupun inovasi yang diwakilinya harus