Evaluasi Penguatan Kelembagaan dalam Pemberdayaan IKM

penyuluh untuk ditempatkan pada setiap workshop Pendampingan yang dapat dilakukan hanya sebatas peningkatan manajemen pengelolaan dan pemasaran serta motivasi usaha. Disamping itu pendampingan juga membantu pengelola workshop untuk mencari peluang pendanaan baik melalui perbankan, kemitraan usaha besar dan kecil maupun kepada BUMN melalui program pemberdayaan masyarakatnya. Untuk mengukur tingkat kemandirian usaka IKM tersebut, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag menerima laporan setiap bulannya dari tenaga pendampingan tersebut. Dari hasil laporan bulanan akan dapat diketahui tingkat kemandirian usaha yang dikelola tersebut sehingga program apa yang harus ditunjang oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan akan dapat diidentifikasikan dengan baik. Ada beberapa tahapan untuk menilai kemandirian usaha workshop yakni : 1. Tahap Penyesuaian dan pengenalan sistim Inkubator. 2. Tahap peningkatan dan penguatan kapasitas usaha. 3. Tahap pemantapan dan penguasaan pasar. 4. Tahap kemandirian usaha. 5. Tahap persiapan untuk keluar dari UPT Pelatihan dan Pengembangan . Dari penerapan Inkubator Bisnis dan Teknologi ini sampai tahun 2008 telah dapat dihasilkan IKM yang mandiri dan tidak lagi menggunakan fasilitas Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag sebanyak 5 lima unit usaha. Disamping pemberdayaan IKM melalui inkubator bisnis dan teknologi tersebut ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag yaitu : 1. Fasilitas usaha yang selama ini tidak dimanfaatkan secara rutin dapat dijalankan secara baik. 2. Pelatihan dan magang bagi IKM dan siswa SMK dapat berjalan beriring tanpa pembiayaan yang cukup besar. 3. Penghematan biaya operasional UPT dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk melaksanakan fungsi Pelatihan, maka dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi akan sangat menunjang fungsi tersebut, hal ini disebabkan karena sarana yang tersedia pada setiap workshop dapat dioperasionalkan sedangkan tenaga teknis adalah tenaga ahli pengelola workshop tersebut. Untuk pelaksanaan Pelatihan dapat menggunakan tenaga ahli dari workshop tersebut sebagai tenaga pengajar, namun jika tenaga pengajar tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan pelatihan, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag melakukan kerjasama dengan Balai Pelatihan di Provinsi lain untuk menjadi tenaga pengajar pada pelatihan yang telah diprogramkan. Kegiatan pembinaan IKM yang berada diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan baik berupa pelatihan maupun permagangan dapat dilakukan secara sinergis dengan pengelolaan workshop, hanya saja jika tenaga instrukturnya tidak tersedia atau belum memadai maka UPT Pelatihan dan Pengembangan akan mencari tenaga instruktur yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan diluar UPT pelatihan dan Pengembangan. Dengan demikain dapat diketahui bahwa pentingnya tenaga teknis pada setiap workshop yaitu sebagai tenaga pendampingan Workshop dan juga sebagai tenaga pelatih untuk program pelatihanmagang yang diprogramkan melalui anggaran APBD. Untuk penyusunan dan perencanaan suatu kebutuhan pelatihan dan magang, UPT Pelatihan dan Pengembangan meminta kepada instruktur yang akan mengajar . Dan selama ini UPT Pelatihan dan Pengembangan belum pernah melakukan pelatihan dan peningkatan wawasan pengelola untuk meningkatkan SDM nya dalam mengelola dan merencanakan suatu pelatihan yang baik. Untuk mencapai suatu lembaga pelatihan dan Pengembangan yang terakreditasi maka secara bertahap kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini harus segera ditindaklanjuti. Untuk mencapai hal tersebut UPT Pelatihan harus mampu membuat program peningkatan sumber daya manusia pengelola serta meningkatkan kualitas infrastruktur UPT Pelatihan dan Pengembangan. Dengan tingkat profesional pengelolaan nantinya dan dengan peningkatan kualitas infrastruktur maka upaya meningkatkan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia IKM dapat terlaksana. Dengan demikian peran dan kontribusi UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam pemberdayaan IKM menjadi wujud nyata dan akan semakin diperlukan oleh pemerintah daerah dalam proses pemberdayaan masyarakat.

4.5. Evaluasi Kegiatan IKM Provinsi Riau Studi Kasus pada Bidang Usaha

Perbengkelan, Workshop Logam di UPT Pelatihan dan Pengembangan Provinsi Riau 4.5.1. Profile Kelompok Bina Jaya Logam Kelompok usaha Bina Jaya Logam berdiri pada tahun 2003, kelompok ini pada awalnya bekerja sendiri dengan usaha yang bersifat skala rumah tangga dimana tempat usahanya masih berada di areal perkarangan rumah tempat tinggal anggotanya. Jumlah anggota pada saat itu bervariasi tergantung banyaknya pekerjaan yang didapat, secara umum jumlah anggota kelompok Bina Jaya Logam adalah 3 sampai dengan 7 orang, dengan pendapatan rata-rata Rp. 1.300.000,- per orang perbulannya. Pada waktu ini pimpinan usaha ini belum bersifat tetap tergantung kepada siapa yang mendapatkan tender usaha, maka secara langsung dia yang akan menjadi pimpinan usaha yang sementara sampai pekerjaan tender selesai dikerjakan. Pada Tahun 2007 Kelompok Usaha Bina Jaya Logam masuk menjadi unit dampingan UPT Pelatihan dan Pengembangan, dengan jumlah anggota awal adalah sepuluh orang dengan ketua kelompok yang dipilih oleh anggota adalah Bapak Mulyono. Pada tahun 2010 ini terjadi pekembangan jumlah anggota kelompok menjadi 23 orang, dengan pendapatan Rp. 2.000.000 per orang per bulannya.

4.5.2. Deskripsi Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam

Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam telah dirintis sejak tahun 2003 dan mulai mengalami pengembangan usaha sejak didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan pada program Inkubator untuk pemberdayaan IKM. Sejak itu kegiatan usaha Kelompok Bina jaya Logam langsung menempati workshop logam pada bidang perbengkelan UPT Pendidikan dan Pengembangan Provinsi Riau. Jenis usaha yang dijalankan oleh kelompok Bina Jaya Logam adalah usaha jasa pengecoran logam dan perbengkelan dengan hasil produksi adalah onderdil pesanan berupa bagianm- bagian dari mesin-mesin pabrik CPO minyak mentah sawit dan pulp bubur kertas. Saat ini telah banyak kostumer yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar di Provinsi Riau yang bekerja sama dengan Kelompok Bina Jaya Logam dalam hal perbaikan alat maupun pengecoran logam, hal ini terjadi terutama setelah kelompok ini didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dan menempati workshop logam dalam program inkubator pemberdayaan IKM sejak tahun 2007 . Perkembangan modal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Grafik Perkembangan Modal Kelompok Bina Jaya Logam Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan modal Kelompok Bina Jaya Logam meningkat sangat nyata dimulai sejak kelompok ini ikut pada program inkubator pemberdayaan IKM yang didampingi oleh UPT Pelatihan dan pengembangan, pada awal berdirinya kelompok ini baru mempunyai modal kerja sebanyak Rp. 150.000.000,- . Pada awal masuk program inkubator pemberdayaan IKM jumlah modal kerja sebanyak Rp. 250.000.000,- dan pada saat ini pada maret